Isabela berdiri bersandar di balik pintu. Baru saja, Mateo mendorongnya hingga keluar. Isabela terpaku. Dahinya mengeryit. Mencoba mencerna apa yang sesungguhnya sedang terjadi.Mateo yang tiba-tiba marah.
Mateo dengan wajah yang teramat terluka.
"Nona..."
Suara yang nyaris serupa bisikan dari seseorang membuat Isabela menoleh dan mendapati pelayan wanita yang tadi membukakannya pintu.
"Nona, kemarilah..."
Lagi-lagi pelayan itu berbisik. Isabela mendekat dengan heran.
"Lebih baik menjauh dulu Nona. Berbahaya. Tuan...oh...biarkan dia sendiri dulu."
"Tapi kenapa ini?"
Isabela berjalan cepat mengikuti pelayan bernama Anna itu. Mereka tergesa menyusuri koridor dan keluar menuju teras samping rumah.
"Ada apa?"
"Mawar itu seharusnya tidak dibawa kemari apapun tujuannya Nona."
"Okay...tapi ada apa dengan mawar itu?"
"Itu...ingatan buruk akan masa lalu akan bangkit saat Tuan Muda melihat mawar itu."
Isabela duduk di kursi.
"Saya tak bisa lama-lama. Sebaiknya Nona pulang dulu."
Isabela menghela napas pelan. Anna berlalu dari hadapannya. Tangan Isabela terangkat menatap kartu yang menyertai mawar pucat tadi.
"Dan apapun yang berhubungan dengan Nona Antonia, sebaiknya kau jauhi Nona Isabela. Maaf...saya tidak bisa bercerita banyak."
Isabela mendongak. Anna ternyata telah berdiri di hadapannya lagi dan berbisik. Pasti itu adalah hal yang penting--tentang Antonia dan bahaya-- hingga seorang pelayan merasa perlu kembali menemuinya hanya untuk menyampaikan hal itu.
Dan Anna kembali menghilang.
Isabela masih tak mengerti. Perlahan dia menarik ponsel dan memesan sebuah taksi online. Perlahan Isabela berjalan melintas halaman samping menuju halaman depan.
"Anda baik-baik saja, Nona?"
Penjaga keamanan bertanya ragu saat membukakan pagar untuk Isabela.
"Tentu, Paman. Aku...permisi."
Isabela berdiri di trotoar. Kali ini dia memilih berdiri di samping pohon palem yang menjulang tinggi untuk menunggu taksi. Isabela menoleh dan mendongak. Menemukan Mateo berdiri dan bersedekap di balik jendela kamarnya. Secepat kilat Isabela kembali menatap ke depan. Rasanya enggan menterjemahkan raut wajah Mateo yang mendadak penuh misteri.
Taksi yang dipesan Isabela tiba sepuluh menit kemudian. Dan Isabela bergegas masuk ke dalam taksi. Menyebutkan alamat apartemennya.
*
Hari berlalu dan Isabela memutuskan untuk menghentikan rasa penasarannya pada tingkah Mateo waktu itu. Isabela memilih keras pada dirinya sendiri. Menekan keingintahuannya yang sangat besar.
"Aku akan ke toko bungamu dan kurasa aku harus berangkat lebih dulu, Isabela."
"Baiklah, Liona. Maafkan aku ya. Kurasa aku akan datang agak siang. Rasanya aku tidak enak badan, Liona."
"Atau kuantar kau ke dokter? Oh...ini liburan dan kau sakit."
"Tidak apa-apa Liona. Aku akan ke dokter kalau tak membaik juga."
Liona menoleh ke arah pintu utama saat terdengar suara bel.
"Sebentar, aku akan membuka pintu."
Isabela yang duduk di ruang tengah apartemen itu merapatkan selimut yang memang sengaja dia seret-seret dari kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...