Isabela memundurkan kepalanya sementara Mateo menatapnya.
"Ciuman pria tulen, huuh...?"
Mateo mengangguk.
"Dalam rangka apa?"
Mata Mateo mengerjap.
"Entahlah."
"Oh...baiklah. Lakukanlah nanti kalau kau sudah menemukan alasan yang tepat untuk apa ciuman itu."
"Aku bingung dengan diriku sendiri."
"Hmm...kalau aku boleh menebak. Kau adalah penyimpan duka yang handal. Tidak ada salahnya seperti itu. Yang salah adalah ketika duka yang kau simpan itu menjadi mempengaruhi jalan pikiranmu."
Mateo mendengarkan dengan seksama.
"Manusia adalah pengendali dirinya sendiri. Lalu kenapa aku melihat, kau tidak seperti itu. Kau..."
"Lemah."
"Kau yang mengatakannya. Aku bahkan tak sanggup mengatakan fakta itu padamu."
"Apa aku terlihat menyedihkan?"
Isabela mengamati Mateo dengan seksama
"Kau tak tampak menyedihkan sampai kau melempar keluar sebuah bejana besar melewati jendela rumahmu."
"Itu aku yang sebenarnya."
"Boleh aku mengatakan sesuatu?"
Mateo mengangguk.
"Bersikaplah keras pada dirimu sendiri. Berikan tenggat waktu untuk dirimu menjadi terluka. Nikmati. Tapi jangan terlarut seperti ini."
"Itu sulit."
"Aku selalu berpendapat, mereka yang menjalani proses perceraian pasti disebabkan oleh suatu masalah. Dan kalau sampai mereka benar-benar berpisah, maka mereka adalah jenis orang yang tidak pandai menyelesaikan masalah. Lalu apa gunanya ketika Tuhan menempatkan manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibanding makhluk lain?"
Mateo terpaku.
"Kau membuatku nampak bodoh."
"Karena kenyataannya memang seperti itu. Jangan tersinggung."
Mateo mengangguk-angguk sambil mengusap dagunya.
"Sudah berapa lama?"
Mateo menoleh mendengar pertanyaan Isabela.
"Ini tahun ke lima."
Isabela menggeleng.
"Wow..."
"Kau pernah patah hati, Bela?"
Isabela mengangguk cepat.
"Sangat menyakitkan. Tidak bisa dipungkiri. Dan aku bahkan butuh waktu seminggu untuk menangis. Setelah itu aku merasa bodoh karena telah menangis. Sampai akhirnya Ayahku bilang, semua yang terjadi adalah petunjuk tentang sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa aku telah diberi tahu oleh Tuhan, dia bukan seseorang yang baik untukmu."
"Kalau pada kenyataannya seseorang itu adalah orang yang baik?"
"Maka kita harus menyadari satu hal penting. Bahwa semua sesuai dengan porsinya. Seseorang itu baik. Untuk siapa? Untuk orang lain. Belum tentu seseorang yang baik itu, akan menjadi baik bila dipadukan denganmu. Dia baik untuk seseorang yang bukan dirimu. Sampai kau nanti menemukan sendiri, seseorang yang baik untukmu."
"Diskusi ini menarik."
Isabela mengendikkan bahu.
"Kau sudah bertanya apa alasan Nona Antonia mengirim bunga itu untukmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...