Part 11 KICK

11.8K 1.2K 51
                                    

Isabela melirik tanaman chamomile yang tumbuh begitu subur di sepetak tanah di halaman belakang kediaman Inzaghi. Dia menghela napas pelan. Suasana sangat lengang walau kenyataannya, dia sedang duduk dengan dua orang anggota keluarga itu. Ibu Mateo dengan motif rajutan baru yang semakin rumit. Dan Mateo yang menatapnya dengan sesekali senyum tersungging di sudut bibir pria itu. Ah pria itu...tersenyum seakan sekarang menjadi bagian dari dirinya. Walaupun tidak terlalu sering.

Mereka, Isabela dan Mateo melakukan gerakan mata dan bibir yang samar. Isabela yang kesal ditatap sedemikian rupa. Dan Mateo yang entah mengapa terus saja menatap Isabela dengan binar matanya yang menggambarkan senyuman.

"Kau sudah bisa, Bela?"

Isabela tersentak dan mengalihkan tatapannya pada Ibu Mateo.

"Tentu. Agak sedikit rumit pada pola melingkar di ujung kain, Aunty. Tapi aku akan mempelajarinya lebih giat lagi."

"Hmm...baiklah. Teruskan. Aku akan memeriksa menu makan siang kita."

Isabela mengangguk dan pandangannya mengikuti Ibu Mateo yang masuk ke dalam rumah.

Seketika itu juga, sesaat setelah yakin Ibu Mateo benar-benar masuk rumah, kaki Isabela terulur manjangkau kaki Mateo dan menendangnya kesal.

"Wow...untuk apa tendangan ini?"

"Kenapa menatapku seperti itu? Kau menyebalkan."

"Kenapa? Kau merasa malu? Kau tersipu begitu sering. Apa kau malu padaku?"

"Tidak. Hanya saja..."

"Kau seperti gadis muda yang tengah jatuh cinta."

"Aku? Tentu saja tidak. Hanya saja aku butuh konsentrasi untuk mempelajari pola rajut Ibumu kali ini. Aku butuh konsentrasi lebih."

"Dan kau merasa gugup karena aku ada di sini."

"Tentu saja tebakanmu itu salah."

"Aku yakin kau gugup."

"Tidak. Dan kenapa kau harus selalu menunggui kami saat kami merajut?"

"Aku mengikuti perintah Ibuku. Apalagi? Aku anak yang berbakti."

Isabela memundurkan kepalanya jengah.

"Seorang anak memang sudah seharusnya seperti itu. Tapi, apa kau tidak ada kegiatan lain?"

"Aku libur. Ayahku menggantikan aku memeriksa gerai hari ini."

Isabela mengangguk-angguk.

"Kau lihat? Pilihan kaos kaki Ibuku hari ini?"

Mateo menjulurkan kakinya dan tatapan Isabela turun ke arah kaki Mateo. Mateo yang memakai celana pendek dan sepasang kaos kaki bergambar es krim cone rasa stroberi. Seketika Isabela mengangkat tangan ke arah mulutnya. Sekuat tenaga dia menahan tawanya.

"Tertawalah."

Mateo terlihat kesal.

"Tidak. Hanya saja itu terlalu manis untuk ukuran seorang pria. Kau pasti sangat menyanyangi Ibumu."

Mateo hanya terdiam. Dia menatap Isabela lembut.

"Aku merasakan perasaan itu padamu. Rasa sayang yang sama...sama seperti perasaan sayangku pada Ibuku."

Isabela terpaku. Tatapan matanya terpaut pada mata coklat Mateo.

"Kau belum memberikan jawaban padaku, Isabela. Sudah dua minggu."

Isabela menelan ludahnya kelu. Mateo bahkan menghitung hari, dimulai semenjak Mateo mengutarakan perasaannya waktu itu. Sudah dua minggu katanya? Itu waktu yang cukup lama kalau hanya untuk mendengarkan sebuah jawaban.

DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang