Udara dingin masuk melalui jendela tinggi di kamar yang Isabela tempati. Isabela membuka sedikit saja jendela dan menatap kejauhan. Di depan ranjangnya sekarang terlihat seorang pelayan sedang menyalakan perapian. Walaupun penghangat ruangan sudah dinyalakan, namun udara dingin yang menusuk membuat perapian sepertinya harus dinyalakan.
Tatapan Isabela belum beranjak. Matanya tertuju pada hamparan berumput yang mulai tertutup salju tipis. Isabela menghitung hari. Dan hari ini jelas lima hari sudah dia meninggalkan New York. Seharusnya dia dan Mateo menikah hari ini.
Mateo.
Isabela menghela napas. Bagaimana keadaannya hari ini? Dia pasti sangat bingung sekarang. Semua pasti tengah berusaha mencarinya. Bagaimana mereka akan cepat menemukannya kalau Isabela saja tidak tahu dia ada di mana? Rusia? Rusia adalah negara yang sangat luas. Isabela bahkan sudah menyerah mencari tahu di mana dirinya. Dia seperti berada di antah berantah. Dunia yang tak sanggup ditembus oleh orang luar. Dia merasa membentur tembok kokoh saat semua pelayan bungkam ketika dia mulai bertanya. Lalu Isabela merasa adalah sebuah kesia-siaan ketika dirinya mencoba mendobrak sebuah loyalitas. Jelas sekali terlihat, para pelayan dan penjaga rumah besar itu adalah orang-orang yang terlatih dan teguh pendirian. Isabela tak merasa heran. Hal seperti itu sama persis seperti yang hampir pasti dilihatnya dari para pelayan dan pengawal keluarga besar Leandro.
Isabela menoleh. Pelayan yang sudah selesai menyalakan perapian terlihat tergopoh dan merunduk begitu dalam saat Tuan-nya masuk ke kamar Isabela.
Darell terlihat tenang. Pria itu menghampiri Isabela. Ini kedua kalinya mereka bertemu setelah hari itu. Isabela memegang erat pinggiran berbatu yang menjadi penopang jendela besar di belakangnya saat Darell menjadi begitu dekat dengannya.
Pria itu tak berkata-kata. Hanya napas hangatnya menerpa sisi wajah Isabela yang membuang pandangan ke samping dan menahan napasnya.
Isabela bergerak canggung saat Darell mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut tulang selangkanya. Dan Isabela semakin bergerak canggung saat Darell tak berhenti begitu saja dan meraih pinggang Isabela dan membawanya mendekat padanya. Tangan Isabela terulur dan meletakkannya di dada Darell untuk menahan agar mereka tak benar-benar berpelukan. Isabela memundurkan kepalanya. Napas hangat Darell berbaur dengan aroma minuman keras yang berkadar ringan. Sesuatu yang wajar dilakukan saat musim seperti membekukan udara adalah kegiatan minum minuman keras untuk menghangatkan tubuh.
Tatapan Isabela jatuh pada mata Darell. Netra itu. Isabela menterjemahkannya sebagai netra yang penuh rindu. Isabela menghela napas pelan. Mata Darell masih menjelajah manik mata Isabela.
Dan Isabela kembali menahan napasnya saat tangan kanan Darell bergerak menjamah dadanya. Tangan itu berhenti. Terpaku. Mata Darell terpejam seakan dia berusaha kuat merasakan detak jantung Isabela yang mendadak bertalu. Tangan besar dan kokoh itu bergerak pelan menekan seakan ingin menegaskan sesuatu. Lengan berotot khas pekerja keras Darell menjadi gemetar.
"Aku sangat merindukannya..."
Isabela menatap Darell yang mengeryit. Napas Isabela menjadi begitu berat dan terputus karena Isabela merasa bingung harus berlaku seperti apa? Batinnya berperang. Raganya sekuat tenaga ingin menjauhkan diri dari Darell, tapi jiwanya menolak dan bergeming. Jantungnya seakan bergembira. Isabela merasakan darahnya terpompa dengan sempurna dan dirinya merasa bahagia.
Darell membuka mata. Netra beningnya menjelajah wajah Isabela. Mata itu terlihat tertawa bahagia sekalipun bibir Darell tak menunjukkan tawa itu, bahkan tidak juga sebuah senyuman.
Dan ketika Isabela masih mencoba merangkai semua sebagai sebuah pertanyaan, bibir hangat Darell jatuh begitu sempurna ke atas bibirnya. Waktu seakan terhenti. Lalu semua bergerak membuat sebuah pola kebingungan di kepala Isabela.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...