Isabela membuka matanya pelan. Mengerjap susah payah. Mengumpulkan jiwanya yang berserak. Dan seketika dia sadar dan mulai menjelajah. Ruangan yang begitu asing. Bukan butik Neneknya di pusat Manhattan. Bukan pula kamar tidurnya.Tangan Isabela bergerak dan mengusik seprai dari sutra yang sangat lembut. Mata Isabela memicing dan disambut pemandangan yang sangat asing. Seprai merah pekat yang sangat cantik beradu dengan tangannya yang putih pucat. Tiang tempat tidur berwarna hitam dengan tirai merah yang megah. Sebuah perpaduan yang gelap.
Isabela beranjak bangun dan terkejut ketika menyadari kaki kirinya terikat sebuah rantai yang terhubung dengan salah satu tiang.
"Apa-apaan ini? Siapa yang melakukan ini? Dimana aku?"
Puluhan pertanyaan seakan beterbangan di depan mata Isabela membuat dia menggelengkan kepala dan berharap dia menemukan jawaban atas kebingungannya.
"Sepertinya aku tidur sangat lama."
Tatapan Isabela membentur baju yang dipakainya. Jelas dres putihnya sudah berganti dengan dres satin berwarna merah. Tangan Isabela terangkat dan menarik rantai yang cukup panjang yang membelenggu kakinya. Terkunci.
Isabela melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ruangan yang sangat luas hingga jarak ranjang dan sofa terasa begitu jauh. Jendela tinggi dengan tirai merah yang terbuka menyajikan pemandangan pucuk pepohonan yang begitu banyak. Isabela terpaku ketika seekor burung gereja hinggap di pilar jendela. Dia berkicau seakan bahagia karena dia begitu bebas. Dan burung itu terbang sesaat kemudian. Isabela merasa, dirinya terbelenggu. Tapi oleh siapa? Karena apa? Pikirannya bekerja keras. Hingga akhirnya dia menepuk dadanya perlahan.
"Apakah ini jawaban dari kegelisahan mu? Kau terdengar tenang sekarang ini."
Isabela merasakan detak jantungnya. Tenang. Berdetak ritmis dan terasa sehat. Seakan mengkhianati raganya yang nyata lelah dan jiwanya yang bingung.
Isabela menoleh cepat saat pintu kamar yang juga sangat tinggi terbuka. Dan jantungnya tiba-tiba saja berdetak
lebih cepat. Perasaan gembira meluap tiba-tiba membuat batin Isabela berperang. Untuk apa kegembiraan ini? Dia sedang terbelenggu. Tidak seharusnya dia merasa gembira.Sesosok pria menghampiri Isabela. Pria yang sangat tampan. Ketampanan yang berbeda dari ketampanan khas Amerika. Pria itu punya ketampanan khas Eropa. Tapi, negara mana? Rahang tegas pria itu membingkai wajah rupawan nya. Jambang nya tersemat begitu rapi. Alis lebat membingkai matanya yang hitam dan jernih. Bibirnya yang sedikit tebal terlihat begitu serius.
"Darell."
Isabela tersentak dengan suaranya sendiri. Dia menatap lekat pria yang akhirnya duduk di depannya.
"Kau mengingatku, Yelena? Tapi...aku harus memanggil mu Isabela bukan?"
Isabela menggeleng. Batinnya berperang hingga dia mengernyit.
"Lepaskan aku."
"Berjanjilah untuk tidak lari."
"Tempatku bukan di sini, Tuan Bareskoviv."
"Tempat Yelena adalah di sisiku. Di sini. Di bumi Rusia."
"Aku bukan Yelena."
Isabela menekan dadanya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Setiap penyangkalan yang dia ucapakan pada pria di hadapannya itu membuat jantungnya berdenyut menyakitkan.
"Ragamu memang bukan Yelena. Tapi jantungmu adalah dia."
"Aku tidak pernah meminta untuk dia ada di ragaku. Bertahun-tahun aku berperang batin karena jantung ini Tuan Bareskovic. Seandainya aku boleh memilih..."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...