Part 4 GREY EYES

16.7K 1.2K 55
                                    


Mateo duduk dengan enggan sambil menekuri ponselnya. Sesekali dia mendongak menatap Ibunya yang tengah asyik mengajari gadis bernama Isabela Jefferson itu merajut sebuah sweater.

Apapun. Pekerjaan apapun terlihat percuma kalau mengingat nama belakang gadis itu. Bukankah dia bisa membeli rajutan model apapun dan sebanyak apapun tanpa perlu susah payah membuatnya sendiri?

Mateo menatap ponselnya dan lalu menatap gadis yang terlihat serius belajar merajut itu. Mateo meniupkan udara keluar dari mulutnya. Pelayan datang dengan membawa nampan berisi teh camomile yang mengepulkan asap, juga kudapan dalam dua toples sedang.

Mateo mendongak ketika gadis itu dengan lembut mengucapkan terimakasih pada pelayan. Alis Mateo bertaut. Kembali Mateo menghela napas. Dia baru akan beranjak ketika Ibunya mendongak menatapnya.

"Tetap di tempatmu Mateo."

Isabela ikut mendongak dan Mateo yakin gadis itu menahan tawanya.
Mateo kembali duduk dengan canggung. Kembali dia menekuri ponselnya. Namun tak juga dia menemukan alasan tepat mengapa gadis bernama Isabela Jefferson Leandro itu ada di rumah ini. Dan dia melamar pekerjaan di Delico's? Sungguh tak masuk akal! Bahkan Mateo seakan melihat gadis itu adalah gadis dengan mahkota berlian yang melambangkan segala kemudahan dunia.

 Dan dia melamar pekerjaan di Delico's? Sungguh tak masuk akal! Bahkan Mateo seakan melihat gadis itu adalah gadis dengan mahkota berlian yang melambangkan segala kemudahan dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan kau dan temanmu akan mulai bekerja, sayang?"

Pertanyaan Ibunya pada Isabela membuat Mateo mendongak. Dan mendapatkan Isabela meliriknya tajam.

"Huum...Bibi...aku menunggu kabar baik dari Bos tempat itu."

Mateo mengangkat tangannya saat Ibunya menatapnya.

"Apa Bu?"

"Oh Mateo...come on..."

"Ada banyak orang di luar sana yang lebih membutuhkan pekerjaan itu Ibu. Uap panas, tepung dan rempah-rempah bukanlah sesuatu yang..."

Mateo menatap Isabela tajam.

"....cocok untuk tuan Puteri dengan mahkota emasnya Bu."

Isabela terlihat nyaris mendengus. Namun dia menahannya.

"Mateo...jangan memandang Isabela seperti itu. Kau harus mengenalnya baru bisa menilainya."

"Apalagi? Ibu tahu darimana dia berasal bukan?"

Mateo melihat Ibunya terlihat kesal dan akan mulai mendebatnya. Namun, usapan tangan lembut Isabela di lengannya, membuat wanita itu menghela napas pelan.

"Sudah Bibi. Tidak apa-apa. Kuharap kau mau mempertimbangkan temanku, Mateo. Liona Allesio?"

Mateo hanya mengendikkan bahu. Dan Isabela nampaknya mulai kesal dengan sikap Mateo. Namun gadis itu segera menekuri lagi rajutannya. Mateo merasa bosan. Lalu apa gunanya dia di sini? Tak melakukan apapun. Hanya melihat dan menemani dua orang wanita merajut. Bahkan dia sudah merasa bosan mengubek ponselnya.

DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang