Prolog

148K 7.5K 884
                                    

Tristan merapikan dasinya di depan cermin besar yang tergantung rapi di dinding kamarnya. Diperhatikannya tubuhnya yang sudah diselimuti kemeja dan jas berwarna abu-abu. Dilihatnya lagi wajahnya yang tampan yang membuat hati setiap wanita luluh karena saking tampannya. Mungkin, mereka rela diapain saja sama Tristan yang penting bisa merasakan sentuhannya.

"Aku tampan sekali," senyumannya melebar setelah mengucapkan kalimat yang menghibur dirinya itu.

Ketampanan Tristan tidak diragukan lagi. Dia bisa meluluhkan hati wanita hanya dengan mengedipkan sebelah matanya. Bukan hanya itu, senyumannya juga membuat orang yang melihatnya ingin menciumnya.

Tristan memiliki postur wajah yang menawan. Dengan memiliki alis yang tebal, bibir tipis dan lesung pipi. Hati siapa yang tidak luluh jika melihat wajahnya. Ditambah lagi tubuhnya yang tinggi tegap dan berisi. Mungkin beberapa wanita sudah menyebutnya sempurna.

Tapi, dibalik katampanannya itu. Dia juga memiliki kekurangan. Setiap orang juga mempunyai kekurangan. Tidak mungkin seseorang itu hanya mempunyai kelebihan saja. Atau hanya memiliki kekurangan saja. Kelebihan dan kekurangan selalu berdampingan.

Kekurangan yang dimiliki Tristan adalah, dia cuek terhadap masalah percintaan. Apa itu termasuk kekurangan? Ya mungkin saja. Karena terlalu cueknya, ia bahkan berencana tak akan menikah. Hello Tristan, kamu gak akan bisa bertahan tanpa cinta.

"Mau berapa lama kamu memperhatikan wajahmu seperti itu?" tanya ibunya yang sudah berdiri cantik di pintu kamarnya. Tristan langsung melirik ke arah ibunya.

"Udah ganteng kok," lanjut ibunya.

Ibunya mendekat kemudian merapikan dasi Tristan yang memang tidak terlalu berantakan.

Tristan tersenyum kemudian merangkul ibu tercintanya itu. Ia meletakkan kedua tangannya di pinggang ibunya.

"Jangan bilang papa memiliki wajah yang sama persis denganku saat papa masih muda," katanya membuat Ibunya sedikit ketawa.

Ibunya mendongakkan kepalanya ke atas melihat anaknya yang memang lebih tinggi beberapa senti dari dia.

"Memang wajahmu mirip papa mu saat masih muda," jawab Ibunya sambil ketawa.

Tristan memutar bola matanya dan menghembuskan nafasnya kasar.
"Ouch, C'mon ma. Pasti ada bedanya lah, mana mungkin sama persis," katanya.

Tristan melepaskan pelukannya kemudian mengambil kopernya yang sudah terletak cantik di atas tempat tidurnya. Ibunya hanya tertawa melihat tingkah anaknya itu yang tidak suka jika dibilang mirip dengan ayahnya.

"Setidaknya aku lebih ganteng dari papa," lanjutnya kemudian mencium pipi ibunya.

"Aku berangkat dulu ya ma,"

Tristan keluar dari kamarnya meninggalkan ibunya yang masih berdiri disana sambil tersenyum. Setelah Tristan berangkat ke kantornya, Ibunya membereskan kamarnya. Walaupum dirumah mereka memiliki pembantu, tapi Tristan lebih suka jika ibunya yang merapikan kamarnya.

I I I


Suara wajan dan sendok goreng yang saling bersentuhan terdengar jelas di dapur rumahnya Lariel. Ibunya yang sedang memasak nasi goreng kesukaan Lariel karena hari ini adalah hari dimana dia akan wawancara di perusahaan yang sangat diminati banyak orang. Setelah sekian lama menganggur, akhirnya Lariel mendapat pekerjaan. Ya walaupun masih belum tau dia diterima atau tidak. Tapi dia yakin dan percaya, dia pasti diterima.

Lariel memakai kemeja putih dan celana bahan dasar berwarna hitam. Membuat ketampanannya semakin menjadi. Tak lupa juga dia mengenakan dasi yang sepadan dengan warna kemeja dan celananya. Lariel adalah tipe orang yang sangat memperhatikan penampilan. Dia akan malu jika memakai pakaian yang menurutnya tak sepadan. Dan sebalikanya. Ia akan sangat percaya diri jika pakaian yang ia kenakan sangat padu. Begitulah Lariel.

"Waaahhh... Wangi sekali," ujar Lariel setelah mencium aroma nasi goreng di meja makan.

Lariel langsung menarik kursi lalu duduk dikursinya. Di depannya sudah tersedia nasi goreng bercampur ikan teri sambal dan telor mata sapi di atasnya. Membuat perut Lariel yang sudah keroncongan menjadi semakin keroncongan.

"Ma, aku udah lapar," Lariel meraba-raba perutnya yang kurus itu.

"Ya udah dimakan, itu dimasak untuk dimakan, bukan untuk diliatin," tawar ibunya.

Lariel langsung menyendokkan nasi goreng yang ada di hadapannya itu. Masih pagi, tapi Lariel bisa selapar ini. Emang Lariel habis ngapain?

"Papa udah kerja?" tanya Lariel dengan makanan masih ada di dalam mulutnya. Ibunya tertawa melihat tingkah anaknya itu.

"Di telan dulu baru ngomong," satu sendokan masuk ke mulut ibunya. Ibunya Lariel juga ikut sarapan dengannya.

"Papa udah pergi dari tadi pagi, katanya dia sarapan di kantornya saja," lanjut ibunya.

Ayah Lariel bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan yang juga cukup terkenal. Lariel pernah minta untuk bekerja di sana bersama dengan dia. Tapi, ayahnya menolak. Jika Lariel bekerja disana, terpaksa ia harus keluar dari sana. Karena dalam perusahaan itu tidak boleh ada karyawan yang memiliki hubungan keluarga. Sebenarnya ayahnya tidak terlalu memikirkan itu. Dia bisa saja mengundurkan diri. Tapi dia berpikir, umurnya masih sanggup untuk mencukupi keluarga. Ia tak ingin membuat anak kesayangannya itu terlalu letih mengurus mereka berdua. Biarlah Lariel mencari pekerjaan yang lain saja asalkan tidak di perusahaan yang ia tempati.

Setelah nasi gorengnya habis, Lariel langsung pamitan dengan ibunya. Kemudian pergi perusahaan yang sangat ia idam-idam kan itu. Beberapa kali ia berdoa supaya diterima di perusahaan itu. Jantungnya mulai deg-degan.

Tin tin...

Sebuah klakson mobil terdengar jelas di telinga Lariel. Dan ia juga melihat mobil itu di depannya. Tak menunggu lama, kaca mobil itu sudah terbuka dan terlihatlah seorang pria disana.

"Mau kemana Yel?" tanya pria itu.

"Eh... Bang Sat. Ini mau ke kantor." Jawab Lariel.

Pria itu berdecak kesal. "Kamu itu ya. Panggil aku Satria aja. Ga usah pake bang. Apalagi disingkat gitu." protesnya.

Lariel tertawa menampilkan gigi putih nya yang tertata rapi. Manis? Tak diragukan lagi. Senyum dan ketawa Lariel sangat disukai banyak orang. Termasuk orang yang ada di hadapannya ini.

"Hahaha.. Kan lebih nyaman kali. Lagian kan bang Sat lebih tua dari Lariel."

"Beda 2 tahun doang."

"Ya kan... Yang penting lebih tua."

"Ya udah, ayo aku anterin."

"Ga usa-" Mata Satria langsung melotot ke Lariel. Membuat Lariel terdiam. "Iya-iya! Suka maksa!" Lariel masuk ke dalam mobil Satria.

"Gitu dong." Satria tersenyum dibangkunya. "Sabuk pengaman." Suruh Satria yang langsung di turuti Lariel. Mereka kemudian pergi meninggalkan rumah Lariel.

Gimana? Ini masih prolog loh. Kalau ada yang kurang bilang aja ya. Dan jangan lupa vomen nya.
Satu vote dan komentar dari kalian sangat berharga. Dan bisa membuat aku senang.
Kalo aku senang, ceritanya bakal cepat update.

Makasih buat yang baca.

My Annoying Boss [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang