"Kamu ditolak."
Kalimat itu seperti kalimat yang sangat kejam. Seolah-seolah menusuk relung hati yang paling dalam dengan jarum. Bukan. Bukan jarum. Tapi dengan paku. Nyesek sampai ke tulang-tulang.
Mendengar kalimat itu, Lariel masih tidak percaya. Barang kali pemilik perusahaan itu salah ucap. Lariel masih tetap duduk di bangkunya. Matanya masa menatap Tristan heran.
"Kok ditolak?" Tanya Lariel bingung. Oh iya satu lagi. Kalian akan lengah dengan cerwetnya si tuan yang cantik.
"Ya... Karena ditolak. Sudah sana keluar!" Suruh Tristan sambil melambaikan tangannya mengusir Lariel.
"Gak bisa gitu dong!"
Tristan yang tadinya fokus pada laptopnya, langsung mengalihkan pandangannya ke arah Lariel yang sedang murka. Tapi, apa haknya murka di depan Tristan? Terserah Tristan mau nerima dia atau tidak.
Lariel tengah marah. Tapi wajahnya tak mengekspresikan kemarahannya. Membuat Tristan yang melihat itu seolah berkata "Cium tidak ya?"
"Kok kamu marah?"
"Siapa yang marah? Aku cuma gak terima aja. Alasan saya ditolak gak jelas! Pantesan karyawan disini sepi. Bos nya aja gini."
Brakkk....
Tristan memukul mejanya kemudian berdiri. "Jaga mulut kamu!" Tunjuknya pada Lariel.
Lariel berdiri dari kursinya kemudian menarik mapnya. "Permisi!" kemudian memutar badannya membelakangi Tristan.
Agnes yang ada di sana merasa takjub dengan keberanian Lariel. Selama ini, tidak ada yang berani membentak Tristan atau mengatai Tristan seperti itu. Mereka tunduk dengan apa yang diucapkan Tristan. Tapi Lariel?
"Tunggu!"
Lariel berhenti mendengar kata itu. Ia membalikkan badannya. Dilihatnya Tristan yang sedang berjalan ke depan mejanya. Kemudian bersandar di mejanya.
"Aku akan terima kamu di perusahaan ini-" Tristan menghentikan kalimatnya. "Tapi aku mau lima permintaan."
Lariel yang tadinya hampir bahagia, seketika berhenti karena mendengar kata syarat di belakangnya. Tapi, ia tetap gak suka dengan bos nya itu.
"Kok gitu? Udah gitu, permintaannya banyak lagi."
"Iya cuma lima dan itu kamu bilang banyak?"
"Iya dong!"
Tristan mengabaikannya. Ia berjalan mendekat ke Lariel. "Dan kamu harus turuti semua permintaan itu."
"Apa?"
"Deal?" Tanya Tristan sambil menjulurkan tangannya mengajak bersalaman.
"Ya, apa dulu?"
"Deal or no deal?"
Lariel berpikir sejenak. Ia dihantui dengan pernyataan-pernyataan. Kalau gak diterima, berarti harus nganggur lagi. Kalau di terima, syaratnya belum tau apa.
"Deal!" Lariel memantapkan tekadnya kemudian membalas jabatan tangan Tristan. Membuat kedua sudut bibir Tristan terangkat sempurna. Seketika membuat Lariel luluh dengan senyumannya. "Bos ku kok ganteng banget."
"Oke." Tristan melepaskan jabatan tangannya kemudian langsung berbalik. "Sampai jumpa besok." lanjutnya lagi. Kini dia sudah duduk di kursinya.
Lariel masih berdiri di tempatnya. Ia masih bingung. "Syaratnya apa?" tanyanya.
"Kamu akan tau kalau kamu sudah kerja." jawab Tristan. Matanya fokus pada laptopnya.
"Trus, aku jadi apa?"
"Nanti! Kamu! Akan! Tau! Kalau! Kamu! Sudah! Kerja!" jawab Tristan lagi dengan nada penekanan pada setiap katanya.
"Tapi-"
"Sstt!!" Tristan menempatkan telunjuk jarinya di bibirnya. "Sana pulang." usirnya. "Oh iya tunggu!"
"Apa?" tanya Lariel. Baru saja dia mau membuka pintu.
Tristan mendekat ke Lariel. "Mana nomor mu."
"Buat apa?"
"Aku bos disini, jadi aku berhak punya nomor karyawanku."
Lariel mengambil ponsel yang sudah diberikan padanya. Kemudian mengetikkan nomornya di ponselnya. Setelah itu mengembalikannya lagi.
"Great! Sampai jumpa besok." Tristan berbalik. Setelah satu langkah. "Oh iya-" Ia kembali berbalik. Dan Lariel juga berbalik.
"Untung ganteng." ucap Lariel dalam hati.
"Besok jangan telat. Jam 8 harus sudah disini. Paham?"
"Hm."
"Jawabannya, Iya paham. Bukan Hmm."
"Iya paham BOS!" ulang Lariel dengan nada penekanan pada kata Bos nya.
"Ya udah sana pulang."
"Ada lagi gak?"
"Ga ada."
Lariel langsung berbalik kemudian keluar dari ruangan itu. Tristan juga kembali ke mejanya. Disana masih ada Agnes yang dari tadi kagum dengan Lariel. Kejadian yang sangat langka, ada yang berani dengan Tristan.
"Kamu ngapain masih disitu? Sudah balik kerja!" Suruh Tristan. Ia melihat ke Agnes yang masih duduk di kursi tempat tamu.
Agnes langsung beranjak kemudian meninggalkan Tristan sendiri si ruangannya. Setelah Agnes keluar, Tristan langsung melanjutkan aktivitasnya.
Dibukanya internet pada laptopnya kemudian membuka situs terlarang. Setelah masuk dalam situsnya, ia langsung memilih satu video kemudian memulainya. Sampai di pertengan video, Tristan sudah mulai meraba-raba kemaluannya. Matanya tetap fokus pada layar laptopnya. Karena sudah tak tahan, ia kemudian membuka resletingnya lalu mengeluarkan kejantanannya yang sudah mengeras. Digenggamnya kemudian ia menaik turunkan tangannya. Membuat kenimatan sendiri. Latihan buat nanti malam bermain dengan perempuan mainannya.
Desahan demi desahan keluar dari mulut Tristan. Semakin lama, goyangan pada tangannya semakin cepat. Deru nafasnya juga semakin cepat. Hingga akhirnya ia mengeluarkan nafas panjang dan sedikit berteriak. Mengeluarkan cairan putih dari kemaluannya.
Setelah nafasnya kembali normal. Ia baru sadar. Cairan spermanya mengenai celana dan sepatunya. Dan juga mengenai lantai ruangannya.
"Shit!!!"
Tristan beranjak dari sana kemudian mengganti celananya. Untungnya ia punya cadangan di ruangannya. Jadi ia tak perlu risau.
Setelah mengganti celananya, Ia mengambil tissue yang ada di ujung mejanya kemudian mengusap sperma nya yang banyak tumpah di lantai dan sepatunya. Setelah semuanya selesai, ia kembali duduk. Ditutupnya laptopnya kemudian ia mengambil ponselnya yang terletak di samping laptopnya. Ia mengirim pesan pada nomor yang baru saja ia dapat. Setelah ia mengirim pesannya, ia mengembangkan senyumannya.
"Bermain dengan cowok kayaknya asik juga," ujarnya sambil tersenyum.
Basa basi Author.
Gimana? Seru tidak? Belum seru ya? Ikuti aja terus sampe tamat heheh... Author buat seru deh.Jangan lupa vote dan komentarnya ya. Thanks buat yang baca. Love yall

KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Boss [end]
RomansaTristan. Umurnya yang masih 27 tahun sudah menjadi pengusaha. Dan perusahaan yang ia pegang sudah terkenal di seluruh pelosok negeri bahkan sudah mendunia. Ibunya sering menanyakan kapan dia akan menikah. Dan jawabannya selalu "Besok" Tristan meman...