Lima Puluh

19.4K 1.3K 49
                                        

Sreeeettttt.....

Suara gorden terbuka membuat cahaya mentari pagi menyinari seluruh ruangan. Tristan yang merasa silau langsung menutup erat matanya lalu perlahan terbuka. Ia melihat siluet tubuh sesorang berdiri di jendela sambil menatap ke arahnya.

"Selamat pagi... Udah siang, bangun!" Lariel mendekat lalu menatap wajah Tristan.

Senyum di wajah Tristan melebar. "Pagi sayang."

"Ayo Tristan ini udah jam 8, kita mau berapa jam nanti di sana? Gak mau kalau bentaran doang," Lariel langsung mengomel sejadinya.

Jangan panggil dia Leriel kalau gak ngomel sehari pun. Hidupnya tiada hari tanpa ngomel. Bahkan, di rumah saja, yang sering ngedumel itu dia. Malah, ibunya gak pernah.

"Astaga, kita tuh di sini gak sehari Lariel, seminggu, dan ini masih hari pertama."

"Ya tapi kan, agenda hari ini beda sama agenda besok."

Lariel sibuk membuka koper lalu mencari baju terbaiknya. Tristan yang tadinya masih berbaring kini beranjak dari kasur lalu mendekat ke arah Lariel. Ia menyentuh lembut lengan pria itu.

"Santai aja sayang, jangan gupek gitu."

"Kamu ngapain? Sudah sana mandi! Biar aku siapin bajunya."

"Owww, udah mempersiapkan diri jadi istri nih kayaknya."

"Ck..." Lariel berhenti dari aktivitasnya. Ia berbalik menatap Tristan sambil menyila tangannya di dada.

"Oke-oke, aku mandi," Tristan beranjak dari posisinya. Tak berapa lama, dia balik lagi. "Mau mandi bareng gak?"

"TRISTAN!"

Tristan langsung lari masuk ke kamar mandi.

III

Lariel memerhatikan tubunya di cermin. Ia memakai kemeja putih bunga-bunga serta celana pendek selutut. Sejak setengah jam yang lalu, ia masih memandangi tubuhnya yang ramping itu.

"Tristan," panggil Lariel.

"Kenapa?" jawab Tristan yang masih memilih baju.

"Aku kurus ya?"

"Enggak kok,"

"Apa aku nge gym aja kali ya."

"JANGAN!"

"Kenapa?"

"Di gym banyak cowok-cowok."

"Ya trus?"

"Nanti mereka suka kamu."

"Hahahaha... Gak semua orang itu kayak kamu Tristan!"

"Emang aku kenapa?"

"Suka cowok!"

"Eh! Aku gak suka cowok ya, emang dasar kamunya yang salah penempatan."

"Kurang ajar!" Lariel melemparkan kotak sepatu ke arah Tristan.

"Hehe...  Bercanda sayang," Tristan memakain baju yang telah dipilihnya.

Setelah mereka selesai berpakaian dan bersiap-siap, mereka langsung keluar kamar. Tanpa nunggu apa-apa, mereka menuju lobby. Agnes sudah menunggu di sana. Ia telah mengabari Lariel sekita lima menit yang lalu.

Di lobby hotel terlihat Agnes yang duduk sambil memain-mainkan ponselnya. Gadis itu melihat dua orang pria yang mengenakan pakaian santai berjalan ke arahnya. Ia menatap dua pria itu dengan wajah yang sedikit kesal. Bisa-bisanya mereka membuat seorang gadis menunggu sendirian.

"Lama ya, udah kayak pengantin baru aja," sambar Agnes.

"Oh iya dong, persiapan," jawab Tristan. Lariel langsung memukul perutnya. Membuat ia meringis kesakitan.

Agnes dan Lariel hanya tertawa. Sementara orang yang dibully udah mulai kesal.

"Sudah-sudah, yuk kita jalan," Tristan meraih tangan Lariel, menggandengnya lalu mereka bertiga jalan keluar hotel.

***

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Mata Agra langsung beralih ke arah pintu yang terbuka. Di sana muncul seorang pria dengan membawa plastik kantongan di tangannya. Wajah orang itu tersenyum sambil menyapa.

"Selamat siang!" sapa Satria yang langsung meletakkan plastiknya ke atas meja lalu duduk di samping Agra dengan kursi.

"Gimana? Udah baikan?" tanya Satria.

"Sudah," jawab Agra sambil terseyum.

"Keluarga kamu belum datang?" tanya Satria.

Mendengar pertanyaan Satria, wajah Agra seketika berubah. Kepalanya tertunduk. Tak tau kenapa, rasanya ingin menangis. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia berusaha menutupnya di hadapan Satria tapi sayangnya, Satria tahu.

"Maaf, seharusnya aku gak membahasnya."

"Hiks.... Gak apa-apa kok bang."

"Kamu mau buah? Aku tadi habis beli buah."

"Boleh."

Satria langsung beranjak dari tempatnya lalu mengambil buah yang ada di plastik yang ia bawa tadi. Ia mengupas apelnya lalu memotong-motongnya kemudian meletakkannta di atas piring.

"Nih!" Satria menyodorkan piringnya ke arah Agra sambil memberikan garpu.

"Makasih."

"It's okay!"

Satria membiarkan Agra memakan buahnya dengan lahap. Ia juga sesekali memberikan lelucon agar suasana tak begitu canggung. Pertemuan yang baru beberapa jam membuat mereka seolah-olah udha bertemu selama bertahun-tahun.

***

Satya masuk ke dalam apartemen milik Edgar. Pacarnya itu sudah sejak pagi menunggu kedatangannya. Hari ini, mereka akan jalan bersama teman sekelas mereka. Tapi, yang bikin kagetnya, saat Satya datang, Edgar masih asik duduk di kursinya ambil bermain video game.

"YA AMPUN EDGAR, AYO INI UDAH JAM 12!" Teriak Satya yang langsung mengisi seluruh ruangan.

"Bentar sayang," jawab Edgar.

"GAK!" Satya langsung menarik ponsel milik Edgar lalu memasukkannya ke dalam saku celananya. "MANDI!"

"Aih!! Sabar sebentar lagi."

"GAK!"

"Satu game lagi ya ya ya, duhh kamu makin lama, makin ganteng deh," Puji Edgar. Ia berdiri lalu membopong Satya duduk di sebelahnya.

"Bodo amat, cepat sana!"

"Sekali lagi, itu udah mau menang."

"Ya udah, aku kasih hp nya, tapi aku berangkat sama Jeno."

"Kok gitu?"

"Iya atau enggak?"

"Coba aja kalau berani."

"Oh? Nantang? Oke!" Satya mengambil ponsel milik Edgar. Setelah ia memberikannya, ia langsung mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Jeno.

Edgar langsung merampas ponsel Satya lalu memeluknya hangat. "Sekali lagi kamu berani, aku lebih dari ini."

Edgar melepas pelukannya. "Okey aku mandi," Ia memberikan ponselnya dan ponsel Satya. Kemudian ia mengambil handuk lalu pergi mandi.

***

My Annoying Boss [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang