Dua Puluh Dua

26.8K 2.3K 143
                                    

Sebuah ruangan yang sudah dihiasi kain putih. Berbagai macam bunga telah tertempel di setiap sudut ruangan. Ditambah lagi sebuah karpet merah panjang tergelar sampai menuju panggung. Kursi-kursi yang susah ditutupi kain putih tersusun rapi. Sebuah foto yang menampilkan dua orang yang saling berpelukan menambah keunikan tempat itu. Semuanya serba putih. Membuat tempat itu seakan surga yang selama ini dinanti-nantikan orang. Sangat cantik dan indah.

Tristan duduk di sebuah ruangan. Ia masih memandangi tubuhnya yang sudah mengenakan torso berwarna putih bersih. Matanya seakan tak bersemangat. Pandangannya selalu mengarah ke pakaian putih yang ia kenakan. Biasanya, ia akan memuji dirinya kalau dia sedang bercermin. Tapi, kali ini beda. Ia tak berkata apapun.

Pintu kamar ruangan terbuka. Menampilkan sang ibu yang sudah mengembangkan senyumnya di sana. Perempuan itu langsung mendekat dan menghampiri Tristan yang masih berkutat pada cermin. Ia sama sekali tak menggubris kedatangan ibunya.

"Ganteng sekali," puji ibu.

Tristan tak menjawab. Ia menundukkan kepalanya. Tak tahu mengapa, ia sangat tidak bersemangat hari ini. Padahal hari ini adalah hari di mana ia akan mengucapkan janji suci dengan Lisa di depan semua orang. Tapi, itu sama sekali tak tertarik menurutnya.

III

Lisa yang saat ini duduk melihat penampilannya. Gaun putih bersih dengan berhiaskan berlian sedang menggantung di badannya. Hal yang paling ia takutkan adalah hari ini. Hari di mana akan berlangsungnya pernikahannya. Seketika ia teringat dengan janjinya bersama Shawn di Kanada.

"Janji, kita akan bersama selamanya," ujar Lisa.

"Janji sayang, aku gak akan ninggalin kamu. Malah aku yang takut, kamu bakal ninggalin aku," jawab Shawn sambil mengelus punggung tangan Lisa.

"Gak akan, I really love you, Shawn!"

"I love you more!" Shawn mencium bibir Lisa. "Janji jangan tinggalin aku," pinta Shawn sekali lagi.

"Iya, sayang," mereka saling tertawa dan berpelukan.

Mengingat hal itu, Lisa tak bisa menahan bendungan di matanya. Air matanya telah membasahi pipinya yang sudah dihiasi make up yang sangat cantik. Lisa sudah sangat berdosa saat ini. Ia sudah mengingkari janjinya.

"I'm sorry," gumam Lisa. Wajahnya masih tetap menatap dirinya di depan cermin.

Pintu terbuka. Menampilkan pria jangkung yang sangat tampan. Wajah yang berperawakan Kanada. Siapa lagi kalau bukan ayahanda dari Lisa. Beliau sampai ke Indonesia sehari sebelum pernikahan Tristan dan Lisa.

Ayah mendekati putrinta yang saat ini mengenakan gaun putih yang panjang layaknya gaun penyapu jalan. Gadis kecilnya dulu sudah besar dan akan menikah.

"Cantik sekali," puji ayah.

Lisa tak menjawab. Ia hanya melemparkan senyumnya pada ayahnya.

"Kamu kenapa menangis?" tanya ayah.

Lisa menggeleng. "Gak apa-apa, cuma tak menyangka aku akan menikah," jawab Lisa sambil melemparkan senyuman manisnya pada ayahnya.

"Ayo, calon suamimu sudah nunggu."

Lisa mengangguk. Ia langsung berdiri dan menggandenga ayahnya. Mereka keluar dari ruangan menuju altar.

My Annoying Boss [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang