Mobil Tristan melaju dengan kecepatan konstan. Tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat. Jam sudah menunjukkan pukul 08:50. Aturan perusahaan, Terlambat 15 menit. Potong gaji. Lebih dari 3 kali terlambat. Harap mengemaskan barang kemudian minggat dari perusahaan. Terkecuali, ada urusan pribadi mendadak. Dan harus cepat diberi kabar pada sekretaris pribadi Tristan paling lambat 10 menit setelah jam 08:00. Akan diberi keringanan.
Ketat? Pasti, supaya karyawan-karyawan yang kerja di perusahaan itu disiplin. Kalau karyawannya tidak disiplin, kapan perusahaan itu akan maju? Dan masih banyak aturan lain yang nanti akan kalian ketahui sendiri. Aturan itu sudah ada sejak pertama kali didirikan oleh kakeknya yang sudah meninggal 1 tahun yang lalu.
Tristan selalu datang terlambat. Dan, tidak ada yang pernah berani memperingatinya. Kalau sudah ada aturan, walaupun bos, harus menaati aturan juga dong. Tapi bagi Tristan, aturan itu ada untuk dilanggar. Dan lagian siapa yang berani mecat dia? Orang dia bos. Haha.
Talita ibunya Tristan selalu memperingatinya untuk tepat waktu. Tapi, jawaban Tristan selalu sama.
"Aku bos, ya bebas dong."
Siapa yang tidak kesal dengannya? Karyawannya saja tidak tahan dengan tingkah lakunya. Yang memecat mereka seenak jidat. Dulu, saat Pak Harry (kakek Tristan) menjadi bos atau pemilik perusahaan itu, jarang sekali memecat karyawan. Bukan jarang, bahkan tidak pernah. Tapi, Tristan baru setahun menjabat jadi bos, ia sudah memecat kurang lebih 50 karyawan. Dan pasti, ia kebutuhan karyawan baru.
Tristan masuk ke dalam kantornya. Dilihatnya semua karyawannya berlarian ke mejanya masing-masing berpura-pura mengerjakan tugas mereka. Mereka yang tadinya sibuk ngobrol, main hp, dan lain-lain, langsung kembali ke pekerjaannya masing-masing.
Tristan cukup memberikan senyuman indahnya itu ke karyawannya. Kemudian, ia melihat ke arah kursi tunggu. Disana sudah duduk beberapa orang untuk mengikuti wawancara. Dan wawancara sekaligus penyerahan berkas.
Ia memasuki ruangannya. Duduk dibangku kebesarannya. Menyalakan laptopnya. Kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran kursinya. Diraihnya telepon yang terletak di ujung mejanya. Lalu menekan satu tombol.
"Keruangan saya sekarang!" perintahnya kemudian langsung meletakkan telepon itu kembali.
Tak perlu menunggu lama, orang yang di suruh tadi sudah masuk ke ruangannya. Membawa map berwarna kuning.
"Hari ini berapa orang yang mau wawancara?" Tanya Tristan langsung setelah perempuan yang sering dipanggil Agnes itu sampai di depan mejanya.
Agnes membuka map berwarna kuningnya. "Hari ini ada 12 orang pak." jawabnya sambil menunjukkan berkasnya pada Tristan.
"12?"
"Iya pak"
"Tadi saya melihat ada 11 orang di kursi tunggu."
"Mungkin dia telat pak."
"Belum diterima saja sudah melanggar, bagaimana kalau sudah diterima?" gerutu Tristan sambil melihat list nama yang akan mengikuti wawancara.
"Ya sudah, panggil satu-satu." suruhnya sembari memberikan mapnya.
"Baik pak."
Agnes kemudian berputar membelakangi Tristan lalu berjalan menuju pintu. Ia mulai memanggil nama mereka satu-satu. Waktu wawancara mereka bermacam-macam. Ada yang 30 menit. Ada yang 15 menit. Bahkan ada yang cuma 5 menit sudah keluar. Sambil mengusap air mata. Yang pastinya itu adalah wanita.
Agnes yang duduk di kursi yang ada di ruangan Tristan hanya bisa memandangi orang yang masuk satu-persatu. Ia tau semua proses yang berlangsung. Ada yang dibentak sama Tristan. Ada juga yang langsung diterima oleh Tristan. Hingga pada karyawan terakhir.
"Tuan Lariel." panggil Agnes.
"Saya." jawab Lariel mantap.
"Silahkan masuk."
Lariel bangkit dari kursinya kemudian masuk keruangan Tristan. "Makasih mbak." Senyum Lariel mengembang dan terlempar pada perempuan yang di hadapannya itu.
Agnes menutup pintu ruangan Tristan kemdian kembali duduk di tempatnya semula. Lariel yang sudah masuk dari tadi masih berdiri di sebelah kursi yang ada di depan meja kerja Tristan. Tristan memandangi Lariel dari atas sampai bawah. Lariel memiliki badan yang ramping, kulit putih, dan postur wajah yang tak layak disebut pria. Dia seperti perempuan.
Tristan tenggelam dalam khayalannya. Ia sangat suka memandangi wajah pria itu. Matanya, hidungnya, senyumnya bahkan seluruh tubuhnya disukai Tristan. Tapi, kenapa? Kenapa dia harus pria?
"Duduk," suruh Tristan.
Tristan membuka map yang diserahkan Lariel dari tadi. Kemudian membaca namanya. Kepalanya memagut-magut sambil memegangi dagunya. Sambil membaca, ia sekali-sekali melirik ke Lariel yang sedang senyum sumringah di hadapannya.
Tristan menutup mapnya, kemudian melemparkan map itu di atas mejanya. "Kamu ditolak!" Tristan melipatkan tangannya di depan dadanya.
Mendengar kalimat itu. Jantung Lariel seakan-akan berhenti berdetak. Senyum indahnya yang disukai banyak orang itu seketika hilang. Ia seakan tak percaya dengan kalimat yang ia dengar barusan. Apa alasan ia ditolak? Bahkan, berkas yang ia berikan sesuai dengan apa yang diminta. Kenapa ia ditolak?
Goresan Author.
Gimana? Sudah cukup membuat penasaran? Atau belum?Tetap kasih vote dan komentarnya ya. Makasih--
Catatan: Setiap part akan singkat, jadi jangan ditanya kenapa singkat-singkat ya. Tanyalah sesuai kebutuhan:v
![](https://img.wattpad.com/cover/155182876-288-k317517.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Boss [end]
RomanceTristan. Umurnya yang masih 27 tahun sudah menjadi pengusaha. Dan perusahaan yang ia pegang sudah terkenal di seluruh pelosok negeri bahkan sudah mendunia. Ibunya sering menanyakan kapan dia akan menikah. Dan jawabannya selalu "Besok" Tristan meman...