3

88 10 0
                                    

.
.
.
.

Kris menatap foto mendiang ayah dan ibunya dengan tatapan sendu, ada sedikit kerinduan di benak Kris kepada mereka berdua. Dan hal yang paling ia rindukan ialah kedamaian dan kebersamaan dengan keluarganya.

Kris memejamkan matanya, membiarkan otaknya mengingat-ingat kenangan bersama orang-orang yang ia sayangi.

"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Kris semoga panjang umur."

DOORR!

Kris membuka matanya, dari sekian banyak kenangan kenapa malah kenangan pada malam itu yang terlintas. Ia membalikkan tubuhnya saat ia merasa ada seseorang yang akan masuk ke ruangannya.

"Apa kau mengetahui kedatanganku?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke ruangan Kris seraya tersenyum.

"Begitulah, ngomong-ngomong di mana Mike? Aku tidak melihatnya, apa dia sibuk?" Kris bertanya hanya untuk sekedar berbasa-basi karena ia sendiri tahu apa yang sedang dikerjakan saudaranya itu, pastilah tidak jauh-jauh dari mengurusi bisnis keluarganya.

"Mike sedang bekerja, dia sedang mengurusi bisnis bersih keluargamu. Kau seharusnya bertanya tentang Mike kepada Peter," jawab laki-laki bernama Luis yang tingginya hampir sama dengan Kris.

"Lalu berita apa yang kau bawa?" tanya Kris dengan tatapan serius.

"Selamat, barangnya berhasil diselundupkan. Kita akan ada pertemuan di sebuah club." Senyumnya mengembang saat menyampaikan kabar baik itu kepada Kris.

"Kerja bagus, Luis."

"Kenapa aku merasa kau tidak senang, Kris." Luis menatap Kris dengan tatapan menyelidik.

"Aku hanya sedikit lelah," dusta Kris, ia tidak ingin Luis khawatir.

"Baiklah aku pergi dulu, sebaiknya kau istirahat. Aku akan menangani semuanya," ucap Luis tak ingin berlama-lama mengganggu waktu istirahat Kris.

"Aku mengandalkanmu." Kris menepuk pundak Luis.

Luis tersenyum lalu keluar dari ruangan Kris.

Kris merebahkan tubuhnya di salah satu sofa, memang benar ia sangat lelah, tapi bukan tubuhnya melainkan pikirannya. Andai saja ada alat yang bisa menanggung beban pikirannya, maka ia akan sangat bahagia. Kris bukan tipe orang yang akan membagi apa yang ia rasakan kepada orang lain, bahkan pada adiknya, Mike.

"Aku bahkan rindu tidur dengan nyenyak."

Kris memejamkan matanya, tapi tak beberapa lama kemudian Kris kembali membuka matanya karena ponselnya bergetar. Dilihatnya hanya angka-angka yang tertera di layar ponselnya. Dengan malas, Kris mengangkat panggilan asing itu.

"Aku mengetahui semua tentang anak itu."

Kris menyibak rambutnya, ia sebenarnya sangat malas meladeni lawan bicaranya yang hanya bisa mengoceh lalu mengancam.

"Berhenti bermain-main denganku, tunjukkan dirimu jangan bersembunyi dariku."

Bukannya menjawab, orang itu malah memutuskan sambungan teleponnya.

"Sial!" umpat Kris yang segera bangkit dari posisinya, ia mengambil kunci mobil lalu keluar dari ruangannya.

.
.
.

Dylan terbangun dari tidurnya, ia langsung menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 20:30. Ia mengambil ponselnya dan menghidupkan ponselnya yang sedari tadi ia matikan.

Baru saja ponsel Dylan aktif, ibunya sudah menelpon.

"Iya, Ibu?"

"Aku baru saja bangun, Bu."

Darah Berlian✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang