22

28 4 0
                                    

.
.
.
.

Lea menatap dua orang yang tengah berdiri di hadapannya, ia tidak menyangka kedua keponakannya akan mengetahui tempat barunya secapat ini.

"Tinggalah bersama kami."

Lea tersenyum, namun terkesan meledek mendengar ucapan Kris.

"Aku masih sangat mampu, jadi untuk apa tinggal bersama kalian," jawab Lea sarkastik.

"Ini untuk melindungi Dylan." Suara Kris sedikit melembut agar bibinya sedikit melunak.

"Kau pikir aku tidak bisa melindungi Dylan?" tanya Lea seraya tertawa.

"Apa kau mampu selalu melindunginya? Apa kau tahu hari ini nyawanya bisa saja melayang jika saja aku datang terlambat ke toko buku. Kau ada di mana saat itu? Apa kau ada di dekat Dylan? Apa kau bisa menyelamatkannya saat itu?" Kris menyerang Lea dengan berbagai pertanyaan.

"A–apa maksudmu, Kris?" tanya Lea berubah panik, ia menatap Kris serta Mike yang sedari tadi hanya diam.

"Apa kau lupa bahwa bukan hanya aku yang menginginkan berlian itu," ucap Kris mengingatkan betapa banyak musuh keluarga yang menginginkan harta karun itu.

"Bekerja samalah kali ini, Bi," pinta Mike dengan tatapan yang begitu sendu.

"Tinggalah bersama kami, dan izinkan aku membawanya malam ini," sambung Kris, ia tidak bisa berlama-lama membiarkan Dylan jauh dari pengawasannya.

Lea nampak menimang-nimang perkataan kedua keponakannya.

"Jangan malam ini, keadaannya sedang tidak baik," cegah Lea mengingat kondisi Dylan.

"Tidak baik bagaimana? Aku tidak membiarkannya terluka sedikit pun hari ini, bahkan dia tidak masuk ke dalam toko buku itu," tanya Kris dengan kening berkerut.

Mike menatap Kris yang terlihat khawatir.

"Entahlah, aku baru saja menjemputnya dari rumah sakit. Dia bilang kepalanya tiba-tiba sakit dan kebetulan dia bertemu dengan gurunya. Gurunya membawanya ke rumah sakit," jelas Lea, matanya memerah menahan air mata.

Mike tersenyum, bibinya itu begitu menyayangi Dylan.

"Ini sudah terlalu lama, mungkin sudah saatnya peluru itu diangkat."

Ucapan Mike langsung mendapatkan tatapan mematikan dari Lea.

"Itu bukan hal yang mudah dilakukan!" sahut Lea tidak setuju, tentu saja Lea tahu akibat yang akan terjadi.

"Karena jika itu mudah, sudah dari dulu kau lakukan. Iya kan, Bi." Kris tersenyum remeh, ia dapat membaca pemikiran licik bibinya.

"Tutup mulutmu! Sebaiknyan kalian pergi sekarang!" usir Lea, sudah cukup rasanya, Lea tidak ingin berdebat.

"Aku ingin melihatnya, Bi. Izinkan kami masuk," pinta Mike yang khawatir dengan kondisi adik bungsunya.

Lea menatap Mike dengan penuh kecurigaan.

"Kami tidak akan macam-macam, percayalah." Kris mencoba meyakinkan sang Bibi.

"Masuklah, tapi jangan berisik, kalian bisa membangunkannya."

Lea membuka pintu apartemennya dan membiarkan keduanya masuk.
Kris dan Mike memperhatikan Dylan yang tengah tertidur. Merasa kurang puas jika hanya melihat, Mike pun duduk di samping Dylan seraya mengelus kepala adiknya itu. Dylan sedikit menggeliat karena Mike menyentuh bagian sensitifnya, cepat-cepat Mike menyingkirkan tangannya dari kepala sang adik.

"Rasanya baru kemarin aku masih bisa menggendongnya, tapi sekarang dia sudah sebesar ini," ucap Mike, tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat merindukan adiknya.

Kris mengalihkan pandangan dari Dylan, entah kenapa terlalu lama menatap Dylan membuatnya jadi teringat kejadian berdarah pada malam itu, dan membuatnya merasa sangat bersalah.

"Aku menunggumu di mobil, Mike." Kris lalu pergi.

Mike menatap kepergian Kris, ia seperti mengerti apa yang dirasakan Kris. Mike kembali memperhatikan sang adik yang sangat ia rindukan.

"Aku menunggumu di rumah kita," gumam Mike lalu bangkit dari posisinya.

Tanpa Mike sadari, Lea memperhatikannya sedari tadi.

"Aku pulang dulu, Bi. Selamat malam."

Lea menatap kepergian Mike dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

.
.
.

Victoria terlihat gundah gulana, berkali-kali ia menyobek kertas yang telah ia coret-coret, ia menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan tidak ingin membenarkan apa yang sedang ia pikirkan.

"Pertama aku mendengar mereka menyebutkan nama Dylan saat di rumah sakit, lalu aku mendengar Mike menyebutkan nama Lea dan kata pindah. Lusi bilang nama ibu Dylan adalah Lea dan secara kebetulan Dylan pernah mengatakan kalau ia pindah rumah. Dylan dikejar-kejar oleh orang yang tidak dia kenal. Ibunya sangat khawatir jika Dylan terkena pukulan karena yang aku tahu dari Lusi bahwa kepala Dylan memang sangat sensitif. Dan yang paling mengejutkan ada peluru bersarang di kepala Dylan dan ibunya tidak memberitahukan yang sebenarnya kepada Dylan, bahkan ibunya menutup-nutupi kebenarannya. Kris orang yang sangat paham serta tidak bisa jauh dengan yang namanya peluru amunisi pistol dan senjata api lainnya. Apa sebenarnya yang terjadi? Ini sebuah kebetulan atau memang ada hubungan antara keluarga Dylan dengan keluarga Kris? Dan apa untungnya aku memikirkan hal ini?"

Victoria seperti orang gila berbicara seorang diri.

"Astaga! Senyum itu, aku baru sadar. Bukankah mereka terlihat mirip, antara Dylan, Kris dan Mike. Mereka pasti ada hubungan dan ada sesuatu yang sangat serius di balik ini. Aku yakin itu, tapi apakah aku harus mencari tahu?"

Victoria kembali menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menopang kedua tangan di keningnya, ia kemudian mengambil ponsel yang ada di dekatnya lalu mulai menelusuri isi kontak.

.
.

Kris tersadar dari lamunannya saat mendengar ponselnya berdering, dilihatnya sebentar nama yang tertera di layar ponselnya, namun detik berikutnya ia mengabaikannya. Ponselnya terus saja berdering, tapi Kris tidak ada niatan sedikit pun untuk menyentuh ponselnya.

.
.

Victoria menatap layar ponselnya dengan kesal, pasalnya dari tadi Kris tidak menjawab telepon darinya.
Tiba-tiba saja ponsel ditangannya berdering, tapi Victoria terlihat ragu untuk menggeser tombol hijau dari layarnya karena panggilan itu berasal dari nomor asing.

Akhirnya Victoria menjawab panggilan tersebut.

Diam, Victoria hanya meletakkan ponselnya di telinganya tanpa mengeluarkan suara.

"Selamat malam cantik."

Victoria langsung mengakhiri panggilan itu saat mendengar suara yang tidak ia kenal.

"Mungkin salah sambung."

victoria meletakkan ponselnya lalu beralih ke tempat tidur. Victoria masih sangat kesal, ia berjanji tidak akan mengangkat telepon dari Kris besok, itu pun jika Kris ada waktu untuk meneleponnya lagi.

.
.
.
.
Bersambung
Jangan lupa vote dan komen yoooo 😘😘😘😘
Typo maafkanlah 😁😁😁

Darah Berlian✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang