16

24 5 0
                                    

.
.
.
.

Dylan dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Samuel dan Petrik. Keduanya bersujud di hadapan Dylan seraya meminta maaf.

Saking bingungnya, Dylan terus menatap keduanya tanpa bersuara sedikit pun.

"Tolong maafkan kami, Dylan. Kami tidak ingin mati."

Dylan samakin bingung mendengar ucapan Petrik.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Dylan tidak mengerti dengan apa dilakukan oleh dua orang di hadapannya.

"Kami akan melakukan apa pun asal kau memaafkan kami."

Mendengar ucapan Samuel, pikiran jahil Dylan pun datang, walaupun sebenarnya Dylan masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi kepada dua orang di hadapannya. Dylan akan bersenang-senang dengan mereka berdua karena mereka berdualah yang menginginkannya, dan Dylan hanya mengabulkan permintaan mereka.

"Menarilah," pinta Dylan.

Tanpa babibu lagi, Samuel dan Petrik langsung menari.

"Berlari keliling lapangan 3 kali," ucap Dylan.

Tanpa protes sedikit pun, keduanya langsung melesat menjalankan perintah.

"Lari tiga kali lagi sambil menari."

Dylan tertawa terpingkal-pingkal melihat keduanya .

Lusi yang baru datang dibuat bingung dengan apa yang terjadi.

"Ada apa, Dylani?"

"Lihat saja."

Setelah lari keliling lapangan sambil menari, Samuel dan Petrik menghampiri Dylan lagi.

"Minta maaf kepada Lusi," pinta Dylan dengan ekspresi angkuhnya.

"Lusi, kami minta maaf, tolong maafkan kami," pinta Samuel dan Petrik dengan wajah memelas.

"Haaah? Ada apa dengan kalian?" Lusi menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Kau memaafkannya atau tidak?" tanya Dylan seraya bersedekap.

Lusi mengangguk dalam kebingungan.

"Sudah cukup, aku memaafkan kalian," ucap Dylan mengakhiri penderitaan keduanya yang tidak seberapa itu.

Samuel dan Petrik terlihat bahagia dan lega kerana akhirnya Dylan memaafkannya, keduanya pun langsung pergi dengan cepat.

"Mereka kenapa, Dylan?" Lagi, Lusi menanyakan hal yang sama.

"Entahlah aku pun tidak tau," jawab Dylan sambil menggelengkan kepalanya.

Lusi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal menyaksikan kejadian hari ini. Sungguh sebuah sejarah menyaksikan Samuel dan Petrik mengemis maaf darinya.

.
.
.

"Aku sudah melakukan apa yang kau inginkan."

Mike tersenyum mendengar ucapan Peter, ia lalu menatap Peter yang masih berdiri di hadapannya, terlihat ekspresi bingung di wajah Peter. Peter pun menoleh ke kiri dan ke kanan, barang kali ada hal menarik yang membuat Mike menatapnya dengan seperti itu.

"Kau tidak ada niatan untuk menjenguk Luis?"

Pertanyaan Mike membuat Peter berbalik menatapnya.

"Luis tidak menginginkan kehadiranku," jawab Peter mencoba terlihat tidak peduli.

"Tapi kau ingin menjenguknya, kan," tebak Mike semakin menggoda Luis.

"Tidak."

.
.

Luis sedikit terkejut melihat dua orang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

"Di mana Kris?" tanya Mike yang tidak melihat sosok kakaknya.

"Keluar bersama Victoria," jawab Luis tanpa mengalihkan pandangannya dari Peter, saudaranya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Peter terlihat begitu kaku.

"Sudah semakin baik," jawab Luis datar.

"Syukurlah."

Mike menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal melihat interaksi yang canggung antara dua bersaudara di hadapannya, ia kemudian tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

.
.
.

Lea menatap Dylan yang sedari tadi terlihat menahan tawa. Lea bingung sekaligus takut kalau-kalau terjadi sesuatu dengan kepala anaknya, sehingga membuat Dylan seperti itu.

"Dylan."

"Iya, Bu?" respon Dylan dengan senyuman yang menawan.

"Kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Lea semakin khawatir.

"Sangat baik, Bu."

"Lalu kenapa dari tadi kau tersenyum dan tertawa seperti itu?" tanya Lea keheranan.

"Tadi di sekolah ada kejadian lucu, Ibu," jawab Dylan sambil menahan dirinya untuk tidak tertawa.

"Kejadian lucu apa?" Lea terlihat penasaran.

"Ada dua orang anak yang mengemis maaf dariku, bahkan mereka rela melakukan apa pun agar mendapatkan maaf dariku, Ibu." Dylan kembali mengingat kejadian itu, dan lagi-lagi itu membuatnya tertawa.

"Lalu apa yang kau lakukan pada mereka?"

"Aku menyuruh mereka menari, lalu berlari mengelilingi lapangan dan terakhir aku menyuruh mereka meminta maaf kepada Lusi," jawab Dylan dengan begitu polosnya.

Lea tidak menyangka akan mendapatkan jawaban yang terdengar sangat kekanak-kanakan dari anaknya. Sungguh Lea tidak kepikiran Dylan akan menyiksa mereka dengan cara yang bagi Lea sangat biasa, tapi Lea senang dengan fakta yang terjadi, itu membuktikan bahwa keponakannya menuruti keinginannya.

.
.
.

Bersambung
Vote dan komen yoo
Typo bertebaran 😂😂😂

Darah Berlian✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang