15

44 5 0
                                    

.
.
.
.

Victoria menoleh saat pintu ruangan terbuka, ia tersenyum saat mengetahui siapa sosok yang muncul, tidak lain dan tidak bukan adalah Kris, kekasihnya.

Kris pun melatakkan barang yang ia bawa di atas meja, kemudian ia menghampiri Victoria, lalu memberikan kecupan di pipi wanita yang sangat ia cintai tanpa ada rasa malu kepada Luis yang sedang terbaring di atas katil.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Kris setelah melakukan aksi mesranya bersama Victoria.

"Seperti yang kau lihat," jawab Luis dengan alis terangkat.

"Kau mau apel, Luis?" tawar Victoria.

"Boleh, kalau tidak merepotkan." Luis menerima tawaran Victoria.

Victoria pun mengambil apel di atas meja, lalu mulai mengupasnya seraya mendengarkan percakapan Kris dan Luis.

"Kau membuatnya sibuk karena menjagaku." Luis melihat ke arah Victoria sambil tersenyum.

"Dia yang menginginkannya." Kris melepaskan jaket yang ia kenakan.

"Maaf, aku tidak berhasil mengikuti Erik." Luis mengubah topik pembicaraan dengan cepat.

"Tidak usah memikirkan itu, Erik adalah urusanku." Kris menanggapi santai karena tidak ingin Luis merasa bersalah.

"Dia berhasil mengambil alih gudang amunisi dan memindahkannya ke tempat rahasia. Dan masalah terbesarnya adalah Paman Denis sudah menceritakan semuanya kepada Erik. Dari dulu paman Denis menginginkan berlian itu, ia berkhianat dan membangun kekuatannya tanpa sepengatahuan Ayahmu," jelas Luis yang hanya dapat didengar oleh Kris.

Victoria menghampiri mereka berdua dengan mangkuk berisi apel yang sudah di potong-potong.

"Terima kasih," ucap Luis.

"Sama-sama," jawab Victoria, kemudian ia memilih duduk di sofa yang agak jauh dari Kris dan Luis. Victoria mulai membaca majalah dan membiarkan dua laki-laki itu melanjutkan percakapannya.

"Kau tidak bisa menghadapinya sendirian, Kris. Kau membutuhkan Mike."

Kris tersenyum mendengar saran yang diberikan Luis.

"Aku tidak bisa melibatkan Mike dalam bahaya." Wajah Kris menjadi sangat serius jika berbicara keselamatan adiknya.

"Kau pikir Mike akan diam saja? Kau pikir Mike tidak mengkhawatirkan adiknya?" Luis terus berusaha meyakinkan bahwa Kris memang perlu melibatkan Mike kali ini.

"Tetap saja aku tidak akan membiarkannya dalam bahaya." Kris menolak mentah-mentah saran dari Luis.

"Begitu pun Mike, dia tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Dylan. Nyawa Dylan lah yang dalam bahaya." u

Ucapan Luis sukses membuat Kris terdiam beberapa saat.

Victoria yang sedang asik membaca majalah diam-diam berusaha keras untuk dapat menguping pembicaraan Kris dan Luis, dan ada satu nama yang tertangkap di pendengaran Victoria, ia mendengar Luis menyebutkan nama Dylan. Victoria terus berusaha terlihat sesantai mungkin seakan tidak peduli dengan hal yang sedang dibicarakan dua laki-laki di ruangan tersebut

.
.
.

"Peter, aku ingin kedua anak itu ketakutan."

Peter menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti dengan apa yang diinginkan Mike. Peter lalu keluar dari ruangan Mike.

Mike menatap bingkai foto yang ia letakkan di atas meja kerjanya, dalam bingkai tersebut terdapat foto yang memperlihatkan tiga orang anak dengan umur yang berbeda-beda.

.
.
.

Samuel menghentikan mobilnya secara mendadak, membuat Petrik yang duduk di sebelahnya terkejut serta membuat ponsel yang sedang Petrik pegang terjatuh.

"Ada apa, Sam?" tanya Petrik bingung.

Samuel memberikan isyarat agar Petrik melihat yang sedang ada di depan mereka.

Terlihat segerombolan orang berpakaian serba hitam keluar dari mobil yang berhenti tepat di depan mobil Samuel. Orang-orang itu kemudian menghampiri mobil Samuel dengan menggedor-gedor kaca mobil Samuel.

Jelas saja hal itu membuat Samuel dan Petrik bingung dan takut.

Samuel menatap Petrik dan Petrik hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"KELUAR!" Sebuah suara memerintahkan keduanya untuk keluar.

Samuel menelan air liurnya kasar.
Bukannya keluar, Samuel malah tancap gas.

Tak tinggal diam, orang-orang itu pun masuk ke dalam mobil untuk mengejar mobil Samuel.

Aksi kejar-kejaran pun terjadi.

DOR!

Sebuah tembakan mengenai kaca spion mobil Samuel.

"Siapa mereka?" tanya Petrik panik.

"Tidak tahu," jawab Samuel yang tidak kalah panik.

"Lalu kenapa mereka mengejar kita?"

"Mana aku tahu bodoh!" jawab Samuel semakin panik.

Akhirnya Samuel tidak bisa melarikan diri lagi, mobilnya dikepung oleh mobil-mobil segerombolan orang tadi.

"KELUAR!" teriak seseorang.

Dalam ketakutan luar biasa Samuel dan Petrik keluar dari dalam mobil.
Saat keluar mobil, kepala mereka langsung ditodong oleh pistol.

"Siapa kalian? Apa salah kami?" tanya Samuel sangat ketakutan.

"Kau masih berani bertanya apa salahmu?"

Seseorang tiba-tiba melepaskan sebuah tembakan ke udara, membuat Samuel dan Petrik ketakutan setengah mati.

"Jika peluru ini masuk ke kepala kalian, apa yang akan terjadi?" Sebuah pertanyaan konyol diajukan kepada Samuel dan Petrik.

"Ya– ya ka– kami pasti mati." Kegagapan pun mulai melanda Petrik.

"Dan kalian ingin tetap hidup atau mati?" tanyanya lagi.

"Hidup!" jawab keduanya cepat.

"Bersujudlah dan minta maaf kepada Tuan Dylan. Kalian jangan coba-coba lapor polisi karena kami bisa melihat kalian kapan pun, dan bisa menembak kepala kalian kapan pun. Jadi jika kalian tidak melakukan apa yang kami perintahkan, kalian akan tau akibatnya." Setelah mengatakan hal itu, semua orang-orang yang berpakaian serba hitam itu pun meninggalkan Samuel dan Petrik.

Keduanya terlihat sangat shock dan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Samuel masih mencerna kalimat-kalimat yang baru saja ia dengar.

.
.
.

Bersambung
Vote dan komen yoo
Typo bertebaran 😂😂😂

Darah Berlian✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang