.
.
.
.Tok tok tok
Lusi membuka pintu rumahnya dan tersenyum saat melihat sosok yang ada di hadapannya.
"Ayah," panggilnya.
Segera saja Lusi memeluk sosok yang sangat ia rindukan itu. "Akhirnya Ayah pulang juga."
"Apa kau akan terus memeluk Ayah di depan pintu seperti ini," goda sang ayah.
Lusi melepaskan pelukannya dan mempersilakan ayahnya masuk ke dalam rumah.
.
"Bagaimana kabar Ayah?" Lusi bertanya seraya mengaduk kopi di dalam gelas.
"Seperti yang kau lihat, Ayah baik-baik saja."
"Kasus apa saja yang sudah Ayah tangani selama 3 bulan ini?" tanya Lusi menyodorkan kopi buatannya kepada ayahnya.
"Jika Ayah sebutkan satu per satu, maka kau akan ketakutan," jawab ayah Lusi yang sangat tahu bahwa putrinya sangat penakut.
"Ayah selalu saja mengejekku. Sudah aku bilang, yang aku takutkan itu hantu, bukan kasus yang ditangani polisi," balas Lusi mempoutkan bibirnya dengan begitu lucu.
"Pada akhirnya kau akan takut juga, jadi sebaiknya sekarang kau masuk kamar dan belajar karena Ayah ingin menyelesaikan sesuatu," pinta sang ayah seraya mengeluarkan laptop dari tasnya.
"Tapi aku masih merindukan Ayah," tolak Lusi menjadi cemberut.
"Masih ada besok, Ayah tidak akan ke mana-mana," ucap Ayah Lusi seraya mengelus kepala lusi.
"Umm baiklah, Kapten Denis."
Lusi menuruti ucapan ayahnya, ia pun mengecup pipi ayahnya sebelum melesat ke kamarnya."Mimpi indah, Sayang," ucap Denis, ayah Lusi.
"Aku belum mau tidur, Ayah," protes Lusi karena ia masuk kamar hanya karena keterpaksaan.
"Tapi nanti kau akan tidur, kan." Denis tertawa.
"Ah iya juga. Baiklah, Ayah juga mimpi indah," balas Lusi dan akhirnya benar-benar beranjak menuju kamarnya.
Denis merupakan anggota kepolisian yang juga seorang ditektif, ia sering pergi bertugas ke luar kota meninggalkan Lusi. Itulah sebabnya Denis jarang bersama putri semata wayangnya. Beruntunglah ada Lea yang salama ini membantu Denis untuk menjaga putrinya saat ia bertugas ke luar kota.
Denis dan Lea memang sudah saling kenal sejak lama, bahkan sebelum Lusi lahir. Jadi Denis tidak perlu khawatir meninggalkan putrinya, karena ada Lea yang akan mengawasi putrinya. Tapi beberapa hari yang lalu, Denis mendapatkan telepon dari Lea, bahwa ada sesuatu yang mengharuskan Lea pindah rumah dan Lea meminta Denis untuk segera pulang karena Lea tidak bisa mengawasi Lusi seperti sebelumnya.
.
.
.Sebuah pelukan menyadarkan Kris dari lamunannya, dielusnya tangan yang melingkar indah di tubuhnya itu.
"Kau tidak pulang, hm?" tanya Victoria seraya menyandarkan kepalanya di punggung Kris.
"Aku akan bersamamu malam ini, anggap saja ini sebagai permintaan maafku," jawab Kris yang nampaknya sudah kembali memenangkan hati Victoria.
Victoria melonggarkan pelukannya, Kris pun membalikkan tubuhnya.
Victoria tahu betul kalau alasan Kris ingin bersamanya bukan karena ingin meminta maaf, tapi ia juga tidak tahu apa alasan sebenarnya Kris tetap di sini."Aku senang mendengar jawabanmu, tapi aku tidak senang karena itu bukan alasan yang sebenarnya," balas Victoria yang dapat tahu semuanya dari raut wajah Kris.
Kris tertawa, ia hampir lupa kalau kekasihnya adalah seorang psikilog.
"Aku ingin bertanya sesuatu," ucap Kris."Apa?"
Victoria terlihat penasaran.
"Apa kau dekat dengan anak yang duduk bersamamu saat pulang sekolah?"
"Dylan maksudmu?" tebak Victoria.
Kris mengangguk.
"Ummm yaaa bisa dikatakan dekat," jawab Victoria mengingat beberapa kali mereka berbicara dan terlibat dalam situasi berbahaya.
"Dia anak yang seperti apa?" tanya Kris seperti ingin mengenal lebih dekat sosok Dylan.
"Dia anak yang lucu apa lagi jika sedang bersama Lusi, teman sekelasnya. Dia periang, tapi dia sedikit mengerikan saat sedang marah," jelas Victoria kembali mengingat rekapan CCTV saat Dylan menghajar Petrik dan kawan-kawan.
"Apa kau orang yang membawanya ke rumah sakit tempo hari?"
Victoria mengangguk.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Kris seperti ingin memastikan sesuatu.
"Dia mengeluh kepalanya sakit dan dokter memberikan obat padanya," jawab Victoria seadanya.
"Hanya itu?" tanya Kris.
"Iya hanya itu yang aku tahu, karena setelah itu aku menelepon ibunya dan menyerahkan semuanya kepada ibunya," dusta Victoria, ia juga ingin tahu kenapa mereka semua berbohong perihal cidera di kepala Dylan.
Kris menghela napasnya lega karena ternyata Victoria tidak mengetahui tentang peluru yang bersarang di kepala Dylan, tapi tentu saja itu hanya menurut Kris saja.
"Memangnya kenapa, Kris?" tanya Victoria.
"Aku hanya ingin tahu, aku sedikit cemburu kau duduk bersamanya," dusta Kris, sungguh Kris merasa bodoh kali ini, alasan macam apa itu.
"Benarkah? Tapi ngomong-ngomong ada hubungan apa keluargamu dan Dylan? Aku lihat tadi Mike satu mobil bersama ibunya Dylan," tanya Victoria penasaran.
"Apa kau percaya jika aku katakan Dylan itu adalah adikku?" Kris malah melemparkan sebuah pertanyaan.
"Jika dilihat dari ketampanan kalian, aku percaya," jawab Victoria dengan nada bercanda.
"Tapi jika kalian bersaudara maka Lea adalah ibumu," sambung Victoria mengerutkan keningnya.
"Yang ingin aku beritahukan adalah Dylan itu adikku, aku tidak membicarakan tentang ibunya," balas Kris tak ingin membahas lebih jauh.
"Aku semakin yakin kalau Lea bukanlah ibunya Dylan, ini menarik," batin Victoria.
"Jadi Dylan benar-benar adikmu? Adik kandungmu, sama seperti Mike?" Victoria bertanya seolah-olah ia tidak yakin dengan kenyataannya.
Kris mengangguk sebagai jawaban ketidakyakinan Victoria.
"Sudah berapa lama kita menjalin hubungan ini, Kris?" tanya Victoria tiba-tiba membuat Kris sedikit terkejut.
"Hampir tiga tahun. Mungkin."
"Dan aku masih saja tidak tahu apa-apa tentang kehidupanmu, aku merasa seperti orang bodoh. Saat kau memutuskan telepon secara tiba-tiba, saat kau tidak memberi kabar. Kadang aku menunggumu dalam ketakutan tanpa alasan. Kenapa aku menangis, kenapa aku marah, kenapa aku bersedih, kenapa aku takut dan kenapa aku seperti ini? Aku tidak tahu, karena kau tidak memberikan alasan yang pasti untukku." Air mata Victoria mengalir dalam setiap kata yang ia ucapkan.
"Bahkan aku membiarkan diriku percaya dengan ucapanmu yang jelas-jelas aku tahu kalau kau sedang berbohong. Harus sampai kapan aku seperti ini? Kapan kau akan membagi semuanya denganku? Aku harus menunggu berapa lama lagi?" Air mata Victoria mengalir semakin deras.
Sakit, itulah yang dirasakan Kris saat melihat orang yang sangat ia cintai menangis karena dirinya.
Kris mengusap air mata Victoria.
"Apa kau tahu? Dengan memilihmu berada di dekatku saja aku sudah sangat membahayakanmu. Wanita yang dicintai oleh adikku bahkan harus mati sia-sia hanya karena dia mengetahui tentang Routter. Apa aku harus melakukan itu juga padamu?" tanya Kris dengan matanya yang memanas karena menahan air mata.
"Maafkan aku, aku terlalu egois, aku terlalu kekanak-kanakan." Victoria memeluk Kris.
Kris membalas pelukan Victoria, ia mengelus rambut Victoria dengan penuh kasih sayang.
.
.
.
.
Bersambung
Jangan lupa vote dan komen yo manteman 😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Berlian✔
General FictionKris, Mike, dan Dylan adalah tiga bersaudara. Dylan terpisah dengan kedua saudaranya karena suatu kejadian yang terjadi di malam pesta ulang tahun. Dylan diculik oleh bibinya sendiri yang bernama Lea. Kris dan Mike selalu berusaha mendapatkan Dylan...