27

28 4 0
                                    

.
.
.
.

"Dylaniiiii!" panggil Lusi begitu bersemangat.

Terlihat dari wajahnya yang seperti bunga sedang merekah, itu menunjukkan bahwa Lusi sekarang sedang bahagia.

"Apa yang membuatmu sebahagia itu? Apa kau baru saja menemukan satu koper uang di jalan?" tebak Dylan dengan konyolnya.

Lusi menggeleng bahagia.

"Lalu?"

"Ayoo tebak~~" pinta Lusi manja.

"Aku sedang malas menebak."

Jawaban itu tentu saja langsung mendapat tonjokan dari Lusi tepat di lengan Dylan.

"Ayahku pulaaaaaang," ucap Lusi senang.

"Wooooow berita yang sangat menggembirakan!" respon Dylan dengan suara yang dibuat-buat, tapi dengan ekspresi datar.

"Astaga kau menyebalkan sekali." Lusi terlihat geram.

Dylan malah tertawa melihat wajah Lusi.

"Bagaimana kabar Paman Denis?" tanya Dylan yang ikut senang dengan kabar kepulangan ayah Lusi.

"Baik sangat baik, apa kau tidak ingin menemuinya?" tanya Lusi juga.

"Aku sangat ingin menemui Ayahmu, tapi hari ini aku tidak bisa," jawab Dylan meratapi nasib.

"Kenapa?"

"Aku tidak membawa motor sendiri, hari ini aku dijemput," jawab Dylan, ternyata diantar jemput tidak semenyenangkan itu.

"Motormu kenapa lagi?" tanya lusi yang hapal betul kondisi motor Dylan yang sama tidak warasnya seperti pemiliknya.

"Sebenarnya aku bingung motorku itu ada di mana. Beberapa hari ini aku tidak melihatnya." Dylan nampak berpikir.

"Apa jangan-jangan ibumu menjual motormu." Pemikiran Lusi memang sangat luar biasa.

"Untuk apa ibuku menjual motorku?"

"Mana aku tahu, tanyakan sana pada ibumu."

"Ngomong-ngomong di mana Rome? Aku belum mengerjakan tugasku." Dylan dengan secepat kilat mengubah topik pembicaraan.

"Rome sedang pendekatan dengan anak di kelas sebelah," bisik Lusi, ada rasa kecewa dalam benak Lusi.

"Bukannya Rome menyukaimu." Dylan nampak berpikir.

"Itu dulu D.U.L.U."

"Jadi Rome sudah menyerah denganmu? Apa kau tidak cemburu sekarang dia mengejar orang lain?"

Entah kenapa ucapan Dylan terdengar seperti ejekan di telinga Lusi.

"Andai saja kepalamu tidak cidera, ingin sekali aku memukulnya dengan sepatuku," ucap Lusi yang menjadi sangat kesal.

Tak beberapa lama kemudian, bel masuk kelas pun berbunyi. Satu per satu para siswa dan siswi masuk ke dalam kelas, tak terkecuali Romeo, orang yang sedang dibicarakan Dylan dan Lusi.

"Ada apa?" tanya Romeo karena merasa ditatap dengan tatapan yang mencurigakan.

Dylan menggeleng. Romeo beralih menatap Lusi, tapi yang ditatap malah memalingkan wajahnya.

Ingin sekali Dylan tertawa melihat Lusi.

Romeo menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa bingung dengan tingkah teman-temannya.

"Jangan seperti orang bodoh begitu, keluarkan buku tugasmu," pinta Dylan yang siap untuk menyontek tugas Romeo.

Romeo mengambil buku di tasnya, lalu menyerahkan kepada Dylan. Dengan cepat Dylan menyalin semua tugas yang dikerjakan Romeo sebelum guru masuk.

Darah Berlian✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang