OTTO

3.4K 241 3
                                    

Jika pagi ini Béatrice sedang bermimpi maka ia berharap untuk dibangunkan dari mimpi menggelikan ini sekarang juga.

Ia bahkan berharap tak memimpikan mimpi konyol ini lagi.

Bayangkan apa jadinya ketika orang-orang yang kemarin menghina dirimu kini sekarang berada di hadapanmu dan dengan santainya mereka bertanya. "Hai. Apa kabar?" Seolah tak pernah ada yang terjadi dengan mereka kemarin.

"Namaku Pryce. Pryce Velasco. Kau bisa memanggilku Pryce saja."

Anak yang bernama Pryce itu mengulurkan tangannya pada Béatrice sambil tersenyum lebar. Béatrice kini hanya menatap uluran tangan itu. Setelah beberapa saat, akhirnya Béatrice mengalah dan membalas uluran tangan itu. "Béatrice. Namaku Béatrice." Béatrice membalas.

Seusai bersalaman dengannya, anak bernama Pryce itu memasukkan tangan ke sakau celananya. "Hai, Béatrice. Senang berkenalan denganmu." Katanya.

Béatrice hanya tersenyum tipis. "Iya, senang berkenalan denganmu juga."

"Aku harap kita bisa berteman dengan baik setelah ini."

Siapa yang kemarin baru saja mengejekku? Tiba-tiba menghilangkah orang itu? "Iya, aku harap begitu."

Anak bernama Pryce itu lalu dengan seenaknya menaruh tasnya di tempat duduk sampingnya. Béatrice mengerutkan kening melihat hal itu. "Hmm, Pryce. Itu kan bukan tempat dudukmu. Kemarin kau duduk dibelakangku."

"Aku tahu. Tapi tempat duduk ini kan tidak tetap. Siapapun boleh duduk disini." Jawab Pryce.

"Ah.." Béatrice meringis kemudian mengiyakan. Lagipula terserahlah orang-orang kaya ini mau melakukan apa. Ia tidak peduli.

Seperti biasa, Béatrice memakai headset miliknya lagi dan mendengarkan pusing. Ia juga mengeluarkan novel kesukaannya untuk menunggu hingga kelas dimulai. Béatrice tidak berniat untuk berkomunikasi dengan orang lain lagi.

Hingga seseorang yang berdiri di depan mejanya dan bayangan orang itu menghalanginya untuk membaca.

Mau tak mau Béatrice mendongak.

Ternyata anak bernama Val—atau mungkin Chavalier.

Béatrice melepas headset di kedua telinganya. Ia pikir Val ingin bicara dengannya ternyata bukan. Laki-laki itu bicara dengan Pryce temannya. "Pindah dari kursiku."

Pryce hanya tersenyum manis pada Chavalier. "Oh, hai sobat. Aku datang lebih dulu, jadi kupikir aku ingin duduk disini saja. Lagipula kurasa pandanganku sedikit kabur dan tak bisa melihat dari jarak yang terlalu jauh. Jadi, aku pindah kesini."

"Kalau pandanganmu kabur pakailah kacamata. Tak usah membuat alasan. Cepat pindah."

"Tidak mau." Pryce membalas perkataan Chavalier. Senyum diwajahnya tidak hilang. Aneh, pikir Béatrice.

Chavalier menaruh tasnya di meja tempat Pryce duduk. Laki-laki itu memandang Pryce dengan tajam. Béatrice mendesah. Ia memasukkan headset, buku-buku serta novelnya. Ia pun membawa tasnya dan pindah ke kursi belakang. Setelah duduk, ia kemudian mengeluarkan barang-barangnya kembali.

Chavalier kini memanggil namanya. Membuat Béatrice terkejut. "Béatrice." Panggilnya.

Béatrice menatap laki-laki itu dengan pandangan bertanya. "Apa?" Tanyanya.

"Kenapa kau pindah kesana?"

Kini Béatrice menatap Chavalier dengan tatapan bingung. "Memangnya kenapa?"

Chavalier melipat ledua tangannya di dada. Ia menghela nafas. "Aku tidak menyuruhmu pindah, Béatrice."

"Kalian sepertinya sangat menginginkan tempat itu. Jadi silahkan. Kalian duduklah berdua. Biar aku saja yang pindah." Béatrice berkata dengan santai. Tapi kedua lelaki itu malah saling bertatapan tajam. "Duduklah disini, Béatrice. Chavalier tidak membutuhkannya." Kata Pryce.

"Ah, tidak-tidak. Kalian duduklah disana." Béatrice kembali melanjutkan aktivitasnya mengeluarkan barang-barang dari tas. Mau tak mau kedua laki-laki itu pun duduk berdampingan. Dan Béatrice tak lagi mempedulikan mereka. Tak lama juga teman-teman mereka yang lain datang menghampiri dan terkejut melihat Pryce dan Chavalier yang duduk bersebelahan.

Kini Béatrice duduk di kursi yang tadinya diduduki oleh Pryce. Murid bernama Logan yang menjadi chairmate-nya sekarang. Untungnya, sepertinya anak bernama Logan ini tidak semenyebalkan mereka. Jadi Béatrice bisa merasa tenang.

Tak berselang lama, guru biologi mereka Tuan Piston datang. Seluruh kelas pun terdiam.

"Buongiorno."

"Buongiorno."

"Hari ini kita akan membahas mengenai praktik yang akan diadakan minggu depan. Setiap murid berpasangan dengan satu murid. Dan saya yang akan menentukan pasangannya." Jelas Tuan Piston. Kemudian terdengar desahan seluruh murid dikelas. Murid-murid merasa kecewa. Tapi kebisingan itu berhenti karena ketukan di papan tulis mereka.

"Baiklah. Kita mulai dari Abelle." Murid bernama Abelle mengangkat tangannya. "Kau akan dipasangkan dengan Madeleine." Murid bernama Madeleine itu tersenyum gembira dan melakukan tos dengan Abelle. Tampaknya mereka dekat.

"Aveline." Murid bernama Aveline itu mengangkat tangan. "Kau akan dipasangkan dengan Sebastian." Aveline mendesah kecewa. Ia menatap Tuan Piston dengan sebal.

"Béatrice." Béatrice mengangkat tangannya. "Béatrice. Kau akan berpasangan dengan..."

"Saya pak!"

"Saya pak!"

Tatapan seluruh orang di dalam ruangan kini tertuju pada 2 murid di baris keempat dalam kelas. Chavalier dan Pryce. Dua orang itu mengacungkan tangan mereka ketika Tuan Piston akan mengumumkan partner lab Béatrice. "Chavalier? Pryce? Kalian mengajukan diri untuk menjadi partner lab Béatrice?"

"Benar, Pak." Jawab keduanya dengan kompak.

Béatrice tampak terkejut melihat keduanya.

Tuan Piston tampak mengerutkan kening dengan bingung. "Hmm. Kalian berdua?" Guru mereka tampak bimbang sejenak sebelum ia akhirnya berkata. "Baiklah. Chavalier. Kau akan menjadi partner lab Béatrice."

Chavalier tersenyum penuh kemenangan. Sebaliknya, Pryce tampak merasa kesal. Ia mengepalkan tangan kanannya dan Chavalier tersenyum mengejek Pryce.

"You see that?" Kata Chavalier kepada Pryce.

Pryce tidak menjawab namun ia menatap Chavalier dengan tajam. Chavalier berbisik. "Bro, I think that I will gonna win this time. Like I always did."

AQUAMARINE | EUROPE SERIES #2 (COMPLETED ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang