18.1 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time
Chapter Sebelumnya
= = = = = = = = = =
Ardian menyimpan surat dari Abel pada dashboard, ia harus membacanya saat sudah berada di rumah agar sedikit tenang. Jika ia membacanya sekarang mungkin saja ia akan hilang kendali saat membawa mobilnya.
= = = = = = = = = =
Setelah membaca surat dari Abel, yang menurutnya tidak jelas. Seperti orang kesetanan Ardian kembali kantor Abel mencari Fikri, karena hanya Fikri yang Ardian kenali. Namun salah seorang pegawai memberitahu Ardian, jika Fikri cuti sejak beberapa hari yang lalu.
Saat hendak keluar dari lobi, Ardian bertemu dengan Vania. Ardian mengenalinya karena pernah melihat Abel memposting foto dengan perempuan itu dan melihat Vania berbicara dengan Abel saat ia menjemput Abel di lobi. Vania sedikit membantunya, ia memberitahu daerah rumah orang tua Abel –meski tidak secara persisi, karena Vania tidak terlalu hafal lokasinya-. Menurut Vania, Abel tidak akan pergi jauh-jauh selain ke rumah orang tuanya, Vania sudah hapal betul kelakuan adik sekali sahabatnya itu.
Setelah mendapatkan lokasi rumah orang tua Abel, Ardian pun kembali ke rumah, setidaknya ia harus menyiapkan perbekalan sebelum pergi ke Bandung. Mama membantu Ardian menyiapkan perbekalan dengan antusias. Padahal tadi pagi meminta izin keluar rumah saja susahnya minta ampun, tapi sekarang Mama berubah 180 derajat hanya karena mendengar, "Ardian mau ke Bandung nyusul Abel."
Bahkan Mama mengajak Ardian untuk pergi ke supermarket di depan komplek untuk membeli makanan favorit Abel. Ardian hanya bisa pasrah mengikuti Mama, "Masa mau apel ke rumah cewek enggak bawa apa-apa ?!!" ujar Mama saat Ardian melayangkan protes karena Mama memasukan banyak green tea latte instan ke dalam troli.
Setelah salat asar Ardian baru bisa berangkat, karena client yang memesan software payroll meminta untuk bertemu. Dan teman-temannya mengajak berkumpul untuk makan-makan sebagai perayaan Stefan resmi menghapus status single bulan depan.
Ardian memutari Kota Bandung untuk mencari rumah orang tua Abel. Saat berhasil menemukannya, rumah itu terlihat sepi, dan benar seperti ucapan Vania. Rumah itu nyaris sama persis dengan rumah Abel yang berada di Jakarta, hanya saja ukurannya lebih besar. Ardian beberapa kali memencet bel, namun tidak ada sahutan dari dalam rumah.
"Nyari siapa, Den ??" Seorang wanita paruh baya dari rumah sebelah menghampiri Ardian.
"Nyari yang punya rumah, tante. Orangnya lagi keluar, ya ?? dari tadi saya ngebel nggak ada yang bukain gerbang." Ardian berujar sopan.
"Ooh, Pak Rahmat sama Bu Kirana sudah pindah, Den." Jawab wanita itu. "Saya nggak begitu tahu pindahnya ke mana, tapi aden bisa coba ke daerah perkebunan teh PTPN. Soalnya orang tuanya Pak Rahmat sedang sakit, jadi mungkin Pak Rahmat pindah kesana buat ngerawat orang tuanya."
Ardian mengerutkan alisnya, tak bisakah orang-orang memberikan petunjuk yang lebih jelas ?? dan lagi, siapa itu Pak Rahmat dan Ibu Kirana ?? Batin Ardian mengerang frustrasi dengan semua ini. "Perkebunan PTPN berapa ya, tante ?? kalo boleh tahu."
"Aduh, Den, saya juga kurang tahu kalo itu."
Ardian memejamkan matanya, "Makasih infonya, tante. Saya pamit dulu."
"Iya, hati-hati ya, Den."
Ardian menggelengkan kepalanya saat berjalan menuju mobil. Ardian menjatuhkan kepalanya pada setir, "Ujian cinta itu berat banget." Ardian pernah mencoba mengikuti seleksi untuk masuk Harvard, meskipun sulit tapi rasanya tidak sesulit memberikan kepastian pada hubungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest is A Programmer
General Fiction[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...