18.5 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time

215 18 0
                                    

18.5 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time

Abel memperhatikan antrean panjang di depan pelaminan. Para tamu undangan menunggu kesempatan untuk bersalaman dengan kedua mempelai. Wedding organizer yang disewa Vania pasti bekerja sangat keras untuk merubah halaman rumah orang tua Vania menjadi pelaminan dengan tema kebun di musim dingin.

Berbagai bunga berwarna putih menghiasi setiap sudut. Perpaduan antara harum mawar putih dan sandalwood merebak di setiap sudut.

Ekspresi Ardian masih terlihat datar, Abel yakin ada sesuatu yang salah dengan Ardian. "Kamu kaya yang lagi kesel?" Abel lebih senang Ardian mengabaikannya karena bermain game di ponsel, daripada terus dia menatap datar sekitarnya.

Ardian menoleh lalu melepaskan genggamannya, Abel mengerutkan keningnya. "Kamu lapar?"

"Enggak juga."

Terdengar helaan napas dari Ardian, "Aku ngambil makan dulu, lapar." Tanpa menunggu persetujuan Abel, Ardian pergi menuju salah satu counter makanan.

Abel menggelengkan kepalanya pelan sambil memejamkan matanya. Ardian dua kali lipat lebih menyebalkan dari biasanya. Abel duduk sendirian disudut halaman, matanya tidak bisa berhenti menatap kedua mempelai yang tengah berbahagia dengan pakaian pernikahan berwarna hijau tosca. Senyum tidak penah lepas dari wajah keduanya, bahkan pada wajah Riky yang jarang tersenyum.

"Salsabella, kan?!" seru seorang laki-laki dari samping Abel.

Abel menolehkan kepalanya, alisnya berkerut. Ia tidak mengenali laki-laki yang terngah berdiri sambil tersenyum ke arahnya. "Maaf, siapa ya?"

Laki-laki itu langsung menduduki kursi kosong yang tadi ditempati Ardian. "Kamu nggak kenal sama aku?"

Kerutan pada kening Abel semakin dalam, Abel memiringkan kepalanya untuk memperhatikan laki-laki itu –sekali lagi- dengan saksama. Kosong. Tidak ada laki-laki itu dalam ingatannya.

"Aku Rezki, kita satu kelas dari semester satu di kampus." Ujar laki-laki itu.

Ingatan Abel tentu saja tidak payah, Abel masih bisa mengingat wajah dan nama orang dengan baik, tidak seperti Ardian. Hanya saja, Abel jarang memperhatikan teman sekelasnya saat di kampus. Jika diingat lagi, sepertinya Abel pernah berpapasan dengan laki-laki itu di lorong atau di perpustakaan beberapa kali.

"Um... maaf aku enggak tau." Abel berusaha menampilkan seulas senyum. Jujur saja Abel merasa agak risih dengan laki-laki itu. Mata coklatnya terus menatap Abel dengan berbinar.

Penampilan laki-laki itu tidak terlalu buruk juga tidak terlalu bagus. Tubuhnya tinggi rata-rata seperti laki-laki umunya, tidak seperti Ardian yang nyaris seperti tiang listrik. Wajahnya berwarna kecoklatan, tubuhnya berisi namun terlihat pas, tidak ada tumpukan lemak. Rambutnya berwarna hitam menyamping dengan potongan pendek. Abel melihat bulu-bulu halus di sekitar rahangnya, sepertinya ia lupa bercukur.

"Aku baru tahu kalo kamu keluarganya pengantin." Entah sudah kali keberapa Abel mendengar kalimat itu.

Abel menggeleng, "Aku teman Vania."

Terdengar kata oh dari mulut laki-laki itu, "Kalo aku temannya Riky."

'Enggak ada yang nanya!' batin Abel gemas.

Abel memilih untuk mengedarkan pandangannya mencari Ardian. Laki-laki itu sudah cukup lama menghilang. "Nyari teman buat salaman sama pengantin?" tanya Rezki. Belum sempat Abel menjawab, tangan Rezki sudah memegang pergelangan tangannya dan membawanya ke antrean menuju pelaminan.

My Dearest is A ProgrammerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang