Duk! Duk! Duk! Duk! Duk!
"No! Vano! No!" Teriakan perempuan hadir dari balik pintu disertai ketukan yang keras membuat Vano menarik nafas lega.
"No." Wajah Jihan yang pucat hadir begitu Vano membuka pintu hotel itu. Gadis itu menyerobot jalannya dan masuk ke dalam kamar hotel bintang tiga itu dengan tergesa-gesa, mencari sahabatnya, Aileena.
Vano menghentikkan langkahnya disudut, memperhatikan Jihan yang menarik nafas berat melihat sahabatnya yang sudah tertidur dengan perban di dahi.
"No!" Suara gaduh hadir kembali dari balik pintu. Vano membuka pintu dengan tenang— atau lebih tepatnya, sudah lelah dengan kejadian malam ini; sampai-sampai membuat efek alkoholnya tidak terasa. Hadir Bintang yang sebelumnya menjemput Jihan, yang memang tidak mabuk karna harus membayar tagihan klab sebagai bapak ketua, dan Ara.
Bintang masuk dengan panik dan menyusul Jihan melihat Aileena. Setelah kejadian dua jam lalu, Vano langsung membooking hotel terdekat karna membawa Lena ke rumah dengan keadaan seperti ini akan membuat nenek Lena khawatir. Ia meminta Jihan untuk datang menemani Lena agar gadis itu tidak syok saat bangun di pagi hari.
Tapi kini ada Ara.
Vano menatap kesal Ara, dan gadis itu menatap Vano balik dengan tajam. Namun Vano akhirnya mundur dan membiarkan gadis itu masuk.
"Brengsek." Umpat Bintang, seraya mondar-mandir: "Tu orang gila kabur lagi. Harusnya kita lapor polisi, No! Ini ada cewek mau diperkosa loh? Dan luka!"
Vano menggigit bibir. Diperhatikannya Jihan dan Ara yang hampir ikut menangis.
"Yaudah. Gampang. Biarin dia istirahat dulu." Ucap Vano, tenang. "Yuk Tang, kita pulang. Jihan, titip Lena ya." lanjutnya, seraya berjalan perlahan keluar, diikuti Bintang yang kalut dan menepuk pundak Jihan perlahan. Sementara Ara masih terdiam, entah memikirkan apa.
"No." Panggil Ara, membuat Vano menghentikkan langkahnya dan menoleh. Gadis berkulit sawo matang itu tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca. "Thankyou udah mau jagain Lena. Kalo gaada lo...dia.. dia..."
Baik Vano maupun Jihan sama-sama merenung. "Gapapa Ra." Potong Vano, sebelum gadis itu menangis. "Han. Ara disini aja bantuin lo kalau-kalau besok pagi ada apa-apa. Pokoknya jangan sampai Lena sendiri." Ucap Vano.
Jihan terdiam sebentar, lalu mengangguk. Membuat Ara terisak pelan. "Thankyou ya No." Ucap Jihan.
Vano mengangguk. Lalu ia keluar kamar dengan Bintang yang masih sibuk mengumpat.
"Bener sih No. Parah. Kalau gaada lo. Fuck. This night is crazy."
Vano menghela nafas panjang. Hari ini dia diperlakukan seperti pahlawan. Namun tetap saja, hati Lena tidak bisa melihatnya seperti itu. Hati Lena terlalu fokus dengan hal yang menyakitinya.
Meski ia tak bisa memaafkan dirinya karna membiarkan Lena mengalami kejadian seperti itu, kali ini; jika ia bisa...ia hanya berdoa pada Tuhan Lena akan baik-baik saja....
***
Kaki Radian bergerak-gerak dengan gelisah. Pandangannya tak mau diam, liar mengelilingi aula besar tempatnya diselenggarakannya kelas filmography tersebut. Ia bingung kenapa orang disekitarnya bisa betah memerhatikan Profesor berambut kuning tersebut berbicara lebih dari satu jam.
"End of the class" hanya kalimat itu yang bisa ia dengar secara gamblang, membuatnya segera menyelempangkan tasnya yang bahkan isinya tak ia keluarkan sedikitpun. Kakinya secara cepat menuruni tangga menuju luar aula, membuat Profesor muda bernama Adam tersebut mencegatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (Book 2)
RomanceAfter everything that happens, Radian akhirnya memutuskan untuk kembali mengejar mimpinya dan menghadapi mimpi buruknya di Los Angeles, dan menutup pintu untuk orang baru, termasuk Aileena. Hari-harinya kembali dipenuhi cinta masa kecilnya, jagoan p...