"Senang bertemu dengan Anda." Sambut pria botak di umur awal 40an itu, sambil menyalaminya dengan tegap.
"Harusnya saya yang bilang begitu, Pak" jawabnya, tersenyum, tapi tetap kikuk.
"Ayo ikut saya, saya kenalin sama staf staf saya."
Dua pria itu yang terpaut umur cukup jauh berjalan menyusuri lorong gedung perkantoran yang tidak begitu baru, tapi masih bagus untuk ukuran kantor sutradara. Radian, dengan rambut yang belum ia cukur dan jenggot yang sudah lebat, berjalan kaku sementara bibirnya harus tetap tersenyum menyambut staf-staf perfilman yang ada di ruangan hijau itu, sebelum akhirnya Edwa Rama, salah satu sutradara terkenal di Indonesia, mengajaknya ke ruangannya.
"Saya excited sekali waktu dengar anaknya Pak Adit lanjut kuliah perfilman di LA. Beliau masih proyek disana ya? Saya dengar dia mulai coba ganti genre"
Radian tersenyum masam, tapi tetap mencoba kalem. Mau seperti apapun ia benci dikaitkan dengan ayahnya, kadang itu memberinya keuntungan untuk memulai kariernya.
"Saya udah gak ada hubungan dengan beliau Pak." Jawab Radian, berusaha sesopan mungkin. Edwa meluncurkan tatapan yang aneh setelah mendengar kalimat Radian itu. Sinar matanya menunjukkan dirinya punya suatu ide yang tak bisa ditebak siapapun.
"It's okay, it's okay. " ujar Edwa. "Jujur, selain karena saya memang tertarik dengan kamu karena pengalaman kerja kamu bersama Brian Hellsn, saya juga mengingat kamu adalah anak Aditama Winardi. Saya juga liat filmotografi kamu di platform sosial media. Saya tertarik."
Radian mengangguk. Ia masih ingat Edwa Rama merupakan junior Ayahnya saat masih fokus menciptakan film di tanah negerinya. Ia paham mengajaknya bekerjasama di film terbarunya adalah langkah Edwa untuk mencaritahu apa kelebihan yang dipunyai darah Aditama Winardi.
"Saya juga sangat tertarik, Pak Edwa. Dan tentu, sesuai harapan Bapak, saya akan punya kompetensi sejajar bahkan lebih jika dibandingkan Ayah saya." Radian tersenyum sambil melipat tangan di meja. "Maka itu, mohon bimbingannya untuk proyek ini."
Edwa mengangguk-angguk sementara tangannya sibuk memainkan jenggotnya. "Oke kalau begitu. Kamu tahu kan, untuk tahun ini saya tertarik untuk mengangkat film adaptasi?"
Radian mengangguk. "Itu salah satu alasan saya juga Pak, untuk setuju bergabung."
"Kenapa memangnya? Ada cerita penulis yang mau kamu angkat? Sejujurnya, saya sudah ada beberapa opsi sih. Tinggal menunggu persetujuan para penulisnya."
"Saya ada, Pak. Satu." Gumam Radian.
***
Tak seperti biasanya, jam 6 sore di kantor Lena sudah lengang. Mungkin karena sedang tidak ada penerbitan di waktu dekat ini, dan juga hari ini hari Jumat, sehingga semua staff ingin cepat pulang.
Lena masuk ke lift dengan lunglai, sambil membuka ikatan rambutnya, agar rambut lurusnya bisa bernafas. Ia lalu menjepitnya setengah asal, agar rambutnya yang acak-acakan itu tidak terlalu kentara.
Menunggu sampai di lantai G, Lena membaca pelan-pelan pesan yang baru masuk ke ponselnya yang sedari tadi mati.
Strestha Valanna
Congratulations, Dear!
Your novel is called as best seller novel this month.
Love!
Can't wait to another book, baby.
(IMG_3355 attached)Ibu
Teh, tadi Vano nelp Ibu, nyariin, knp hpnya mati ktnya?Jihan Alfath
Bebs, nyampe apart jam brp?
Kayanya gw ke Bandung sm Randi, jadi ga pulang, hehe. Dadakan.
Lo jangan nangis lagi ya!!!!! Awas. Makan yang banyak sama Vano.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (Book 2)
RomanceAfter everything that happens, Radian akhirnya memutuskan untuk kembali mengejar mimpinya dan menghadapi mimpi buruknya di Los Angeles, dan menutup pintu untuk orang baru, termasuk Aileena. Hari-harinya kembali dipenuhi cinta masa kecilnya, jagoan p...