Suara nada tunggu telefon berbunyi, detik demi detik, membuat Radian terasa sesak nafas. Namun, tak lama dari perasaannya yang mulai tak menentu, telefon itu diangkat, dan suara pria paruh baya yang sosoknya jelas terekam diotaknya tak kuasa membuat dia merasa bersemangat. "Mas Toni!"
Mas Toni diujung sana terdengar kebingungan, namun saat tersadar, laki-laki itu menyambut dengan sama antusiasnya.
"Hey! Kamu!"Hari-hari di Yellow Doors di masa kuliahnya, tentu tak dapat Radian pungkiri adalah bagian memorinya yang menetap erat. Hatinya yang sejak kemarin tak menentu mulai terasa ringan mendengar Mas Toni, mengingat kali terakhir di Indonesia sebelum ia pergi hanya ia habiskan dengan Ara dan Ibunya. Tiada lagi yang tahu, kecuali Farrel yang harus menerima surat resignnya.
Mas Toni mulai bertanya-tanya, dan dengan sabar, Radian menjelaskan dengan perlahan dan detail. Sudah sering menghadapi reaksi-reaksi ini dari teman-temannya yang menanyakan kabarnya, membuat Radian hanya tertawa datar mendengar Mas Toni berkaget ria, sambil menanyakan kabar satu sama lain.
"Jadi... kamu teh gimana sama Lena? Saya soalnya gakpernah liat dia lagi...?"
Radian tertawa lemas. Ia tahu pertanyaan-pertanyaan ini akan hadir. Namun entahlah, dia hanya sedang ingin mengingatnya. Matanya menerawang ke matahari yang terhalang dedaunan dari pohon yang rindang yang ada di atas kepalanya, sementara ia duduk di hamparan taman luas universitas ternama di luar negeri, yang notabene adalah impian semua orang.
Namun, kini hanya rindu duduk di ujung kursi di sudut Yellow Doors. Menyeruput Latte, memandang langit mendung, croissant hangat Mas Toni, dan ada senyum Aileena.
Dirinya memandangi sekujur tubuhnya yang memakai celana jeans dan kemeja kumel. Tas kamera di pinggir pahanya, dan laptop usang yang menampilkan aplikasi edit video di layarnya.
"Lo?? Halo?" Sapaan Mas Toni membangkitkannya dari lamunannya.
"Ya, Mas" tukasnya cepat, takut Mas Toni memutus telfonnya. "Saya sama Lena...." jujur, Radian bingung memilih apa kata yang tepat.
"...Apa ya? Cuma lagi gak bareng aja." Lanjutnya akhirnya, pelan.
Diujung sana hanya berdecak. "Da kamu teh, loba mikir"
Radian mau tak mau tertawa. "Saya teh gak ngerti Mas"
"Yaudahlah. Jodoh mah balik lagi" ucap Mas Toni. "Tapi si doi sehat?"
"Nah itu Mas" ucap Radian, tersenyum pahit. "Saya gak bisa hubungin dia buat nanya kabarnya."
"Hmmmmm kamu mah" gumam Mas Toni kesal. "Tapi serius, doi teh gak pernah kelihatan."
"Oh iya" ucap Radian tak jelas karena melamun, mulai mengingat informasi dari Ara bahwa Lena mengambil cuti kuliah.
"....nanti kalau ada saya salamin." Kata Mas Toni, suportif.
"Gak usah Mas. Kasih dia croissant gratis aja. Yang banyak. Biar gendut, gitu."
Mas Toni tertawa. "Aduh, pasangan favorit saya."
"...Mas Radian mau puisi si Lena gak yang di toko? Nanti saya kirim scannya. Saya juga ada foto Mbak Lena buat testimoni dari toko. Manis banget fotonya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (Book 2)
RomanceAfter everything that happens, Radian akhirnya memutuskan untuk kembali mengejar mimpinya dan menghadapi mimpi buruknya di Los Angeles, dan menutup pintu untuk orang baru, termasuk Aileena. Hari-harinya kembali dipenuhi cinta masa kecilnya, jagoan p...