Sebuah Pesan

67 4 0
                                    

2017, 3 tahun kemudian

"Lena! Lena! Bangun!" Teriak gadis berambut pendek model bob dengan mata belonya itu, yang terlihat sudah rapi dengan jeans dan kaos blus model sabrina. Jam segini? Di hari sabtu?

".. hhhh... Lo mau kehmana?" Tanya Lena, mengerang, masih terpelungkup di ranjangnya. "Pergi sama Randi, lo bangun dong woi! Kunci pintu" ujar Jihan yang sibuk bolak-balik mencari barang untuk dimasukkan ke tas jinjingnya.

"Han, please deh, ini hari minggu.." keluh Lena, menutup matanya lagi.

"Ya salah sendiri kemarin ngajuin lembur" ejek Jihan.
Seraya menenggelamkan wajahnya ke bantal lagi, Lena menutup matanya cuek. Memeriksa tulisan-tulisan yang akan terbit Minggu ini sudah tanpa typo dan grammarly-checked kemarin sampai tengah malam membuat matanya benar-benar jereng.

"Lu kuliah mene, kerja-kerja jadi content-writer sih. Jadi apa kek karyawan HRD kayak gue, lemburnya akhir bulan doang" ejek Jihan. "Eh, itu Randi udah dateng. Gue pergi dulu ya!"

Lena terpaksa bangun dari kasurnya untuk mengkunci pintu apartementnya dengan Jihan, karena Jihan kehilangan kunci. Matanya yang masih tertutup terpaksa terbuka, membuatnya beralih ke lemari es dan mengambil susu box untuk ia minum.

Kalender yang Jihan taruh di meja bar dapur (karena sahabatnya itu senang bekerja lembur disitu) menarik perhatiannya. Tanggal 21 Januari 2017.

Sudah bertahun-tahun sejak ia wisuda. Kembali dari Bandung, ia berhasil mendapat pekerjaan menjadi staf akunting di sebuah perusahaan swasta multinasional karena gelarnya sebagai Sarjana Ekonomi. Setelah satu tahun menyadari bahwa pekerjaan itu sangat menyita waktunya bahkan ia tak bisa menulis, ia banting setir melamar jadi content writer di perusahaan penerbitan majalah. Keahliannya bermain kata saat magang di Kala Creative membantunya untuk dapat posisi itu. Meski lelah, ya bisa dibilang itu memang passionnya, bukan? Dan, kadang ia menyumbang tulisan ke majalah itu. Menyenangkan.

Dirinya mengambil laptopnya yang ia taruh di meja bar juga (Jihan menularkan kesukaannya padanya) dan mengecek e-mail yang ia kirim hari sebelumnya sudah sampai. Lalu ia membuka panel internet dan mengetikkan Fiersa Besari, penulis sekaligus musisi yang ia sukai. Pagi-pagi mendengarkan musikalisasi puisi ditemani coklat hangat adalah ide menggelikan yang ia suka.

Ia berusaha melupakan fakta bahwa ada sesuatu hal yang spesial di esok lusa dengan mengenyap coklat panasnya dan mencoba rileks. Lalu dirinya mengambil sapu dan membereskan apartement 3x4 yang dia sewa bersama dengan Jihan yang dapat kerja terlebih dahulu itu untuk exercise kecil-kecilan.

Youtube terus memutar video di laptopnya sampai ke beberapa musikalisasi puisi yang ia tahu bukan Fiersa Besari, namun Lena tetap menikmatinya seraya mengelap kaca.

"Aku terbangun dalam abu,
Bahkan jiwaku hampir hitam"

Ucap seseorang di video itu, dengan petikan gitar yang tak kalah syahdu dengan petikan Fiersa Besari.

"Masalalu merengkuhku, dan aku hilang arah.
Lucu ya? Seorang laki-laki kebanggaan Ibu, jalan tanpa sepatu, kedinginan tanpa baju.
Hariku kelabu, dan langit mendung jadi temanku."

Lena menghentikkan gerakan tangannya. Dan mencoba mendengarkan puisi yang terasa ia kenal itu.

"Aku tak tahu menulis apa. Aku tak pandai menulis puisi, tidak seperti gadis penyuka Latte yang aku tau berparas manis itu."

"Latte pertama kita hari itu, yang aku tahu, membuat langitku sepercik cerah, saat aku cium wangi jeruk dan.. vanilla kah?"

Lena termenung. Siapa ini?

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang