Panggilan Penuh Harap

81 2 0
                                    

"Ok. Thankyou Sir, Bye." Ucap Radian singkat sambil menutup telefonnya dengan Mr. Adam.

Sebotol alkohol yang ia pegang cukup menenangkannya yang kini berdiri di jalan belakang gedung mewah tersebut. Tak seperti gedung itu yang sangat padat dan bising, jalan belakang ini sepi. Hanya ada beberapa toko kelontong buka dan parkiran mobil tanpa penghuni. Meski begitu, kepalanya makin pusing memikirkan detail yang Mr. Adam beritahu tentang bagaimana cara mendapat beasiswa.

"Kau disini"

Suara Kintan hadir bersamaan dengan suara hak sepatu tingginya itu. Mata Radian menangkap sosok gadis itu selewat dengan malas, muak dengan nada dan bahasa inggris yang membuatnya asing dengan sosok tersebut.

Wajah mungil gadis itu menatapnya tajam, lalu menarik nafas.

"Aku tahu kamu gak baik-baik aja. At least, you should proud. Afterall he's your father." Ucap gadis itu, melipat tangan didepan dada.

Kenapa kau selalu bertingkah seperti kau tahu segalanya, Kintan? Hubungan mereka sudah tidak sama.

"Bangga?" Balasnya terkekeh. Tangannya mengacak-ngacak rambut gondrongnya asal.

"Okay. I'm wrong" potong Kintan. "All i want to say is, I know you're not happy. I mean, his speech is not really good in your point of view, Kak Ian"

Radian terkekeh. "Jadi apa mau lo pada?"

Kintan memutar matanya, namun gadis itu masih terdiam.

"Mau gue tepuk tangan atas kesuksesan lo pada? Dan membuat gue patuh dan memuji-muji itu orang gara-gara dia ngasih gue kuliah gratis buat jadi orang bedebah? Gue anaknya apa apaan sih?" Keluh Radian frustasi.

"You already drunk" ucap gadis itu, tidak menghiraukan kicauan Radian.

"Iya, gue mabok. Terus kenapa? Lo ga puas sama gue? Lo mau apa dari gue? Apa lagi yang lo tuntut dari gue? Gue itu apa buat lo? Gue itu apa buat bedebah kesayangan lo yang lo jilat, hah?!"

BUK!

Mata Kintan saat ini sangat dekat dengan matanya. Yang bisa ia dengar saat ini hanya engah nafasnya dan Kintan yang beradu, dengan mata abu Kintan yang tajam, dan alis gadis itu yang mengkerut. Tangan gadis kurus itu tiba-tiba sangat kuat, memegangi pergelangan tangannya.

"Stop being a spoiled baby!" Teriak gadis itu. Membuat Radian sengaja tertawa sarkasme.

"Apaan sih lo?" Bentak Radian balik. Hatinya sakit lagi. Lagi dan lagi.

"Lo tuh gapernah lari. Lo tuh cemen. Puas?!" teriak Kintan. Mata gadis itu marah. Dan berkaca-kaca.

"Look at me!" Teriak gadis itu. Mundur dan menunjuk dirinya sendiri. Membuat Radian menahan nafas, dan menunduk frustasi.

"GUE LARI, RADIAN. BOKAP LO LARI. Dan lo nyalahin kita berdua atas kelambatan lo. I always fucking ask you for hundred times to hold your hand to run together, but what? You're the spoiled baby. Fuck you."

Radian tidak pernah melihat orang yang menjadi seasing itu dihidupnya. Gadis itu hampir menangis dengan segala amarah yang ia keluarkan. Yang ia tahu ia hanya rindu Kintan kecil yang menemaninya bermain kamera. Sekarang ia hanya melihat orang yang tersesat dalam ambisi, sukses, namun kehilangan dirinya.

Persis ayahnya.

"Gue tolol?" Tanya Radian pelan, sambil terkekeh.

Kintan mengacak rambut panjangnya frustasi. "Just run or go home. I'm tired waiting for you." Bentaknya, meninggalkan Radian sendiri lagi.

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang