Hari Baru

81 2 0
                                    

Pagi itu terasa nyata saat suara sepatu hak tinggi dan suara melengking dari seseorang yang sangat semua orang kenal terdengar. Begitu gadis itu masuk, semua orang dengan kaku menghentikkan langkahnya dan menoleh ke arah gadis berumur 26 tahun itu, dan dengan kompak menyapa, "Pagi, Mba"

Gadis itu mengernyitkan wajahnya sambil tersenyum mengejek. "Ya, ya, pagi." Jawabannya itu disambut dengan tawa berat dari tunangannya yang tiba-tiba muncul dari daun pintu pantry.

"Pagi, Ibu Bos" ucap Farrel, tersenyum. Strestha tertawa, dan pandangannya menoleh ke sekitarnya.

Empat bulan berlalu dan berkat suntikan investor yang tak lain adalah Ayahnya, Kala Creative kali ini sudah bisa menyewa satu lantai tower di daerah Kuningan yang bisa dibilang, lebih mewah dan profesional daripada sebelumnya. Dirinya tersenyum puas mengingat setelah satu tahun berdiri Strestha bisa membuktikan kalau ia bisa mensponsori penulis yang bukunya dinyatakan best seller dan memproduksi gala teater yang laris manis dari cerita-cerita pendek yang ia olah, ditonton oleh banyaknya penggemar seni di Jakarta ini. Oleh karena itu, Ayahnya yang bisa dibilang kaya raya itu berani untuk memberikan kepercayaan lebih untuk gadis itu sebagai pengusaha muda.

Senin ini, lima belas karyawannya melihatnya dengan berbeda. Lebih formal dan apa ya? Entahlah. Mungkin karena aura baru di lantai ini yang memberikan kesan profesional. Dirinya tertawa mengingat hal itu.

Farrel meraih tubuhnya yang kurus, memeluknya seraya mengusap rambutnya yang baru dipotong pendek. "Ayo, nikah"

Strestha tertawa. "Kan bentar lagiiii..."

Lalu mata Strestha menangkap sosok seseorang hadir di balik bahu Farrel, berdiri canggung dan kaget menatap dua bosnya yang sedang, ehem, berpelukan dikantor.

"Ehhhhh, Lena!"

Lena yang refleks memutar tubuhnya bermaksud segera pergi, tersenyum kikuk. "Hehehe. Maaf ganggu Mba"

Strestha tersipu malu sambil memukul tangan Farrel, dan memandang sosok Lena yang sedang membawa mug kosong dan kopi sachet, dengan rambut sebahu dan kali ini, kacamata berbingkai biru.

"Sejak kapan lo pake kacamata, Lena?" Tanya Farrel, tepat sebelum Strestha berkomentar.

Lena tersenyum. Matanya menyipit. "Sejak Mbak Strestha nyuruh saya kurasi buku 300 halaman tiap dua hari sekali dan, soft copy.

"Gila lo. Anak orang tuh" sentak Farrel, sambil memukul pelan pinggang Strestha. Strestha mencibir. "Gak papa dong. Kan biar jadi pinter" jawabnya. "By the way, Lena udah kasih tau kamu?"

"Kasih tau apa?" Tanya Farrel, melihat dua orang gadis didepannya yang tersenyum tidak jelas.

"I'm making my own book" ucap Lena, percaya diri, sontak membuat Strestha terbelalak seraya tersenyum antusias.

"Leenaa?" kata Farrel sambil menatap Lena heran dan antusias, sementara gadis itu tertawa renyah. Di ingatan Farrel, maupun Strestha, Lena masih sama dengan gadis yang tak percaya diri, di cafenya beberapa waktu lalu.

Lena hanya mengangguk-angguk, sambil tertawa-tawa, dengan pipinya yang memerah. "Yaudah, mbak masku, saya bikin kopi dulu ya."

"Monggo, monggo" ujar Farrel dan Strestha bersamaan, mempersilahkan Lena masuk ke pantry, sementara mereka berbalik ke arah ruang meeting di sisi lain.

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang