Dihantui

63 2 0
                                    

Dua insan itu kemudian terbangun jam 2 dini hari dalam keheningan malam, sementara lampu tidur berwarna kuning menemani jiwa mereka yang saling menghangatkan.

Radian mengusap kepala Aileena. "Aku kangen kamu."
Suaranya begitu dalam dan keras seolah menggema di dunianya, mengingat malam itu sepi, hanya ada mereka berdua dan detik jam yang berbunyi.

Lena menatap mata Radian yang jelas berwarna hazel itu memantulkan bayangan lampu tidur dibelakangnya. "Mas Toni juga kangen Radian" cetusnya.

Radian terkikik. "Apa kabar Yellow Doors?"

"Udah lama gak kesana" jawab Lena asal, sambil menenggelamkan wajahnya lagi ke pelukan Radian. "Ngantuk." Gumamnya.

Radian mengusap rambut gadis mungil itu. "Besok mau kesana?" Tanyanya pelan.

Lena mengingat janjinya bertemu Vano besok. Sial. Dia merasa seperti bajingan.

Tapi wangi mint di tubuh Radian itu seolah menghipnotisnya lagi. Sebentar. Malam ini saja. Besok ia kembali lagi ke Vano. Iya. Besok dia kembali lagi.

"Nanti aja." Balasnya. Radian hanya mengangguk.

"Rambut kamu masih lurus banget. Masih suka diikalin? Kayak dulu?" Tanya laki-laki itu. Aileena tersenyum, mengingat kali pertama ia bertemu Radian dengan model rambut keriting itu.

"Udah enggak." Dirinya menjauhkan diri dari Radian, dan menatap laki-laki itu dalam-dalam. "Rad" panggilnya.

"Aileena"

"Radian"

"Aileena"

Tawa mereka hadir lagi diantara percakapan yang hanya mereka berdua yang punya itu. Radian menariknya ke pelukannya lagi dan menciumnya kembali dengan lembut dan kuat. Vano pernah menciumnya dulu. Saat mereka berdua dirumah Vano dan dirinya memainkan piano milik nenek Vano. Itu kali pertama Vano menciumnya, dan mengatakan bahwa dia sangat menyayangi Lena.

Radian melepas ciumannya, dan mencium kening Lena. "Sorry for the last four, or five years."

Lena menutup bibir Radian dengan telunjuknya. "Stop saying sorry. Ohiya... selamat ulang tahun."

Lena bisa melihat ada kilatan air mata di mata Radian sebelum Radian hanya mengucap terimakasih tanpa suara sambil mengusap rambut Lena.

Tapj Radian tiba-tiba tertawa mengejek. "Ini kenapa? Kepentok meja?"

Lena membeku, tersadar dengan luka didahinya yang dimaksud Radian. Refleks dia terduduk dan membalik membelakangi Radian, sementara badannya bergetar mengingat malam dimana ia mendapat luka ini. Malam dimana ia tak pernah sebegitunya menyalahkan laki-laki yang barusan menciumnya lebih dari apapun.

"Len?" Tanya Radian. Tangannya mencoba meraih lengan gadis itu, tapi gadis itu menghindar.

"Ke..napa?" Laki-laki itu bisa mendengar suaranya yang ikut bergetar. Ketakutan melihat gadis itu tiba-tiba terlihat sakit, lagi. Apa karna dirinya lagi?

Lena beranjak dari kasur, dan berjalan keluar kamar. "Aku.. minum dulu.." namun langkah gadis itu terhuyung-huyung, membuat gadis itu menabrak kayu meja dan hampir terjatuh sebelum Radian menangkap gadis itu.

Gadis itu hampir histeris. Tubuhnya bergetar dalam genggaman Radian. Bibirnya membiru dan air mata itu turun lagi. "Len?" Panggil Radian, parau.

"Apa yang salah? Kamu... luka kenapa?" Radian tentu tidak bodoh. Ada sesuatu tentang luka itu. Yang Radian tidak tahu...

Pikirannya entah kenapa membawanya kembali ke masa dimana Ara tidak pernah lagi menjawab pertanyaannya tentang bagaimana Lena baik-baik saja.

Apa yang terjadi? Apa yang ia tidak tahu? Apa hal menyeramkan yang terjadi di masa lalu yang membuat gadis ini histeris?

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang