Kepingan Mimpi

81 3 0
                                    

Hari minggu di Los Angeles yang menyenangkan itu tak membuat laki-laki yang rambutnya kini hampir gondrong itu melangkahkan kaki keluar kamar. Musim semi membuat cuaca di kota itu hangat membuat kamar Radian terasa cukup membuatnya yang sedang fokus pada kamera dan laptopnya merasa gerah.

Ini pertama kali Radian menyentuh kameranya lagi setelah sekian lama. Kamera usang yang terakhir ia keluarkan saat Ara memintanya untuk merekamnya di olimpiade renang itu satu-satunya kamera yang ia bawa dibanding kamera lainnya.

Awalnya, dirinya merasa sesak melihat kamera itu. Tapi detik ia menyentuh kamera itu, semuanya berbeda. Seperti semula, tangannya dengan terampil membuka tutup kamera dan memutar lensa hingga fokus. Lap khusus kamera ia usapkan keseluruh bagian kamera legam hitam yang berdebu itu, dan dengan perlahan Radian mendekatkan matanya ke teropong kamera itu, mencari fokus.

Radian menghela nafas saat ia menyelesaikan uji coba edit hasil foto di laptopnya. Yap. Keterampilannya yang lama perlu diasah sedikit lagi. Merasa pegal, laki-laki itu melemparkan tubuhnya ke ranjang dan melamun. Sudah jam tiga sore dan ia lupa akan tujuan utamanya memegang kamera, yaitu tugasnya untuk kelas Mr. Adam esok.

Footage perkenalan diri dan cerita tentang mimpi. Rasanya seperti tugas anak SD.
Tapi dengan semangat, Radian bangkit, lalu menyetel kameranya di tripod, dengan tampilan seadanya berbicara depan kamera, menyorot beberapa spot di kamar kecilnya. Merasa kurang pas, ia memulai take lagi beberapa ide yang ada di kepalanya, hingga waktu tanpa sadar menyentuh pukul lima, dan laki-laki itu belum menemukan ide yang pas.

Pandangan Radian teralih dari layar edit di laptopnya oleh bel pintu yang berbunyi. Pintu ia buka dan hadirlah Kintan dengan senyumnya yang merekah. "Early dinner!" Serunya.

Radian termenung sesaat, sementara gadis itu dengan cuek masuk ke dalam kamar seraya membuka belanjaannya. Radian masih terdiam dari daun pintu melihat tingkah Kintan yang baginya, masih seperti anak kecil.

"Kintan." Panggilnya. "Kamu gak bisa main tiba-tiba datang ke sini"

Gadis itu tak menggubris Radian dan berjalan ke arah kasur membawa piring dan bungkusan burger di tangannya. "Woah!" Serunya. "Kamu udah pegang kamera lagi?" senyum gigi Kintan yang lebar merekah senada dengan pipinya yang merah karena blush on.

Radian menghela nafas dan hanya bersender ke tembok dan melipat tangannya di dada. Sementara Kintan yang cuek mulai mengigit burgernya dan melihat isi laptop Radian. "Hmmm? 'What's dream for you?' Haven't you finished this?""

Radian hanya menggeleng, dan duduk di ujung kasur, meraih laptop dan kameranya. Ia tutup laptopnya dan mulai membuka kameranya lagi, berfikir sejenak, memutuskan untuk mengacuhkan Kintan dan memulai kembali kerjanya.

Kintan tersenyum dan langsung meraih kamera dari tangan Radian cepat sebelum Radian bisa meneriakinya. "Nope" ujar gadis itu jahil. Radian harus mengakui, gadis itu memang masih cantik. "I'll help you."

"I'm gonna ask you a few questions about dream and who you are, and you just gonna answer" ucap gadis itu tersenyum dari balik kamera, seraya mengulurkan tangan kirinya untuk merapikan rambut Radian yang bingung harus melakukan apa.

"You still look handsome even when you haven't take a bath" bisik gadis itu sambil terkikik, membuat Radian hanya menghela nafas.

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang