Melangkah

71 3 0
                                    

Kata siapa kita tak bisa melangkah bersama?

Ia hanya bisa menghela nafas melihat mata abu Mr. Adam yang melihatnya menantang. Kertas di genggamannya ia genggam erat-erat sehingga hampir lecek, menunjukkan keyakinan hatinya yang juga bercampur rasa tegang.

Kata "engkau bisa" tanpa suara yang diucapkan Mr. Adam makin menguatkannya. Ya. Dia bisa.

"It's nine a.m! Morning meeting!" Teriakan kru perempuan di kantor bernuansa hijau botol milik Brian Hellsn itu memekik ditelinga. Membuat senyum di wajah Mr. Adam dan Radian mengembang saat secara bersamaan mereka meliat Mr. Hellsn masuk dengan gelas kopi kertasnya.

Tepukan di pundak dari sutradara ternama itu, disamping Mr. Adam, membuat bunga dihatinya terasa bersinar lagi.

Untuk pertama kalinya, Radian berdiri di meeting pagi kantor hijau itu, menceritakan tentang film dan pendapatnya.

Rasanya seperti hidup.

Kata siapa kita tak bisa melangkah bersama?

Mungkin perasaan itu sama dengan yang dirasakan gadis dengan gaun santai musim panas berwarna biru yang dipanggil Aileena itu.

"Ok. Jadi mana cover yang Mbak Lena pilih?"tanya Henna, ilustrator yang sengaja didatangkan Mbak Strestha untuk buku perdananya.

Lena, melirik ke arah Mbak Strestha, Mas Farel dan Vano yang ada disampingnya, yang sama-sama memilih. "Kalau aku, yang putih" pilih Strestha. Farrel mengangguk. "Aku juga. Tapi, yang biru juga bagus, Stresh."

Lena menggigit bibir, melirik Vano yang mengangkat bahu. "Gimana kamu" ucap Vano tanpa suara.

Farrel melihat wajah ragu dari Lena, dan laki-laki itu tersenyum. "Since this is Lena's first book, why don't she who chooses it?"

Strestha mengangguk. "Iya. Lena aja!"

Lena termenung sesaat, dan melihat lagi dalam-dalam cover buku puisinya.

Yang satu bernuansa biru, dengan background biru langit yang seolah dilukis oleh cat air. Yang satu putih, berhologram elegan, dengan tulisan biru tua yang tegas namun terkesan dalam.

Lena tersenyum.

"Yang biru."

Strestha mengangguk. Diikuti oleh Farrel dan Vano.

"Oke, Aileena. You did it. Congratulations, aaaa!" Teriak Mbak Strestha sambil merangkul Lena dengan hangat. Sementara yang lain termasuk illustator itu bertepuk tangan mengelilingi Lena.

"Kalau gitu malam ini kita makan malam selebrasi ya. Dan aku penasaran kenapa dalam hitungan hari kamu tiba-tiba ambil keputusan tarik draft novel kamu yang pertama dan ngasih draft buku puisi lain yang ternyata udah rampung." Ucap Farrel sambil berdiri dan melipat dada.

"Iya. Gila banget ini anak." Ucap Mbak Strestha sambil tertawa.

Lena tersenyum hangat. "I don't know." Sanggahnya, sambil menarik nafas lega. "I just feel like this is should be my first book. It's just it is" Ucapnya mantap, sambil melirik cover bukunya yang bertuliskan judul yang indah.

Aku, kamu, dan langit.
Sebuah puisi dari Aileena Dewi.

***

Satu bulan kemudian

Kata siapa kita tak bisa melangkah bersama?

Langkah kaki Radian berjalan cepat, bercampur dengan rasa gemetar, menghampiri papan besar dan mewah fakultasnya itu, yang terlihat cukup ramai dipenuhi mahasiswa yang sama-sama mencari informasi yang ia cari.

Dear My Aileena (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang