Malam itu langit tetap seperti biasanya.
Namun lebih gelap untuk setiap tokoh dalam buku ini yang kembali ke rumah masing-masing, dengan kekalutan.
Terutama tiga orang di bab terakhir, mencoba menyelaraskan hidup mereka dengan perasaan.
Vano mencoba menguasai dirinya, karena tak ada jalan lain selain mengikhlaskan.
Radian memandang tulisan-tulisan kecil yang akan selalu ia ingat, sambil lagi-lagi, menyalahkan dirinya, dan berkata pada semesta bahwa ini karmanya. Mengetahui asal luka itu dari Ara, membuatnya kalut dan hanya ingin berjanji pada dirinya untuk tidak menyentuh hidup gadis itu lagi.
Aileena hadir kembali ke apartementnya, setelah lalu lalang entah kemana seharian ini, mencoba mendinginkan kepala. Jihan disana menyambutnya, langsung memeluknya erat dan berbisik, "Ini yang terbaik." membuat tangis yang selalu ia ingin tahan kembali tumpah ruah.
Vano menyelamatkannya. Bukan hanya pada malam itu. Tapi sepanjang dua tahun ini. Tapi entah apa maksud semesta membuat hatinya masih terpaut pada makhluk bernama Radian, dan dengan bodohnya ia masih mengikuti perasaan tak berlogika itu. Ia benci dirinya sendiri untuk mencintai Radian. Ia benci dirinya sendiri untuk menunggu orang yang salah.
"Itu bukan salah kamu. Coba pikir, apa yang bisa lebih buruk kalau kamu nikah sama Vano?" Tanya Jihan sambil menepuk tanganku.
"Aku juga cinta sama Vano. Aku selama ini bahagia sama dia. Bukan gak mungkin aku hidup sama Vano, Han. Ini semua hanya tentang kesalahan aku biarin Radian masuk ke pintu itu. Aku gak mau hidupku diisi Radian lagi. 5 tahun lagi, 10 tahun lagi. Aku pengen bebas dari perasaan ini"
"Aku juga cinta sama Vano, bukan aku cuma cinta sama Vano. Kamu gak sadar itu Len. Kamu cinta sama Radian. Dari pertama. Dari awal. And it's okay to accept that." Bisik Jihan. "Aku tau kamu merasa tanggung jawab sama Vano karna balas budi. Tapi yang terburuk dari rasa terpaksa dari kewajiban adalah, kamu gak tulus."
"Cari seseorang yang buat kamu ngasih dengan tulus meski dia gak minta." Lanjut Jihan lagi, sambil tiba-tiba berdiri, menghampiri rak kamar mereka, dan mengambil kotak berisi buku yang merupakan hadiah seseorang, yang pernah ia siapkan bertahun-tahun lalu. Perlahan Jihan menyimpan kotak itu di kedua tangan Lena, dan sahabatnya itu tersenyum. "Kamu selalu tau jawabannya siapa di buku itu."
"Vano berhak dapat seseorang yang cinta sama dia dengan tulus, bukan karna tanggung jawab. Dan kamu juga berhak jujur sama diri kamu tentang siapa orang yang kamu cinta, Len."
Aileena menatap buku itu.
Dan dia menangis. Sambil berharap, ini adalah tangis terakhirnya.***
Malam itu hujan,
Namun langkah gadis yang turun dari taksi itu, tidak pernah seyakin itu sebelumnya.Dengan gemetar ia menunggu pintu rumah yang sudah ia pijit belnya segera terbuka, sementara kedua tangannya memeluk buku yang ditakdirkan jadi sebuah hadiah yang selalu akan kembali pada calon pemiliknya.
Mata hazel itu menyambutnya, lagi, dari balik pintu itu.
Mata hazel yang selalu ia yakini jadi orang yang ia cintai."Aileena" ucap Radian dengan mata tak menyangka, melihat gadis yang ikatan rambutnya selalu ia ingat itu, hadir dengan coat berwarna olive dan turtle neck mauve yang menonjol ke lehernya, dengan kulit putih susu yang selalu ia rindukan dan membuat gadis itu terlihat sangat cantik, sama seperti dulu.
"Radian" ucap gadis itu, menyeruak diantara deras hujan.
"Ini," ucapnya lagi, menyodorkan benda yang Radian kembalikan di lorong itu, dua tahun lalu."Hadiah kamu." Ucap Aileena lagi, lembut.
Radian merasakan air mata menggenang di pelupuk matanya, campuran dari rasa yang ia tak bisa jelaskan, dari sedih, malu, rindu, dan sayang.
"Ai..."
"Rad." Potong Aileena. "Somebody said, some wounds only healed by someone who give it" senyum gadis itu merekah. "Can you just heal my wounds?"
Tanpa kata, semuanya terjawab dalam satu pelukan dan dua bibir yang bersatu dengan cepat di dalam hujan.
Mungkin ada cerita,
Yang sebenarnya bukan tidak ada akhirnya.
Ini semua hanya tentang waktu,
Yang menguji kita untuk sabar,
Memberitahu kita untuk lagi-lagi berkata,
Cerita ini belum berakhir.
Cerita ini hanya sedang menyempurnakan diri, untuk merangkai kata yang manis di akhir."Aku suka Aileena" bisik Radian lagi, dalam isakannya, yang membuat Aileena tersenyum. Kata-kata itu masih terdengar sama seperti Radian yang berumur 22 tahun.
"Iya. Aku juga suka Radian."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (Book 2)
Любовные романыAfter everything that happens, Radian akhirnya memutuskan untuk kembali mengejar mimpinya dan menghadapi mimpi buruknya di Los Angeles, dan menutup pintu untuk orang baru, termasuk Aileena. Hari-harinya kembali dipenuhi cinta masa kecilnya, jagoan p...