Bermuda

6.7K 411 35
                                    

The Hush Sound - You Are The Moon

Jimin mencium bibir Minah dengan pelan, ia menikmati setiap hisapan dan gigitan kecil disana. Tangan Minah meraih milik Jimin yang masih terhalang celananya.

Laptop mereka masih memainkan film tiba-tiba Minah mengernyit kesakitan, ia mendorong Jimin kemudian meringkuk.

"Akhhh" rintih Minah

Minah meringkuk dan bergeser ke kanan lalu ke kiri, lebih tepatnya berguling kesakitan. Mereka yang tadi awalnya menikmati momen berdua berubah 180 derajat.

Jimin panik, ia terus menerus menekan tombol di dinding untuk memanggil perawat, kemudian ia memeluk Minah yang meringkuk di atas tempat tidur. Badan Jimin gemetar, ia takut. Pelukan laki-laki itu semakin dipererat.

"Kau bisa menghadapinya sayang, ayo lawan"

—-

Tadi malam titik terendah Minah, ia tak sadarkan diri. Sesaat Jimin memeluknya, para suster segera membawa Minah ke ruang gawat darurat. Minseok dan Jimin sama-sama duduk menunggu di kursi deret panjang, mereka menunggu keputusan dokter Kim. Suara pintu terbuka pun menarik perhatian mereka berdua, menoleh mencari asal suara tersebut. Raut wajah mereka pun sama.

"Tuan Minseok apakah Anda wali dari Minah?"

Minseok pun berdiri menghampiri dokter Kim dan meninggalkan Jimin sendirian. Ia penasaran dengan percakapan mereka sehingga ia menengadahkan kepalanya dan memasang telinganya untuk tau isi topik dokter Kim dan Minseok.

"Sel kanker ternyata mulai menyebar dengan cepat, kami harus melaksanakan kembali kemoterapinya dengan akibat janin Minah tidak bisa diselamatkan, keputusan ada di tangan wali. Jika setuju, prosedur akan kami lanjutkan."

Pria itu menggosok pelipisnya, ia bingung dan sedih. Sangat sakit memikirkan bahwa adiknya tidak bisa hidup bahagia seperti dulu lagi, dengan kenyataan sel kanker mulai membuat adiknya menderita ditambah prosedur pembunuhan penyakit dengan terapi sinar kemo atau obat-obatan yang membuat dirinya terlihat tidak sehat seperti dulu.

Minseok menggoyang-goyangkan kakinya, sambil memikirkan banyak hal.

"Apa tidak ada jalan selain kemo?" Tanya Minseok

"Kita mempunyai jalan lain, tapi persentase kesembuhan Minah kecil kesempatannya. Ditambah ia sudah mempunyai donor sumsum"

"Apa saja selain kemo, aku tidak ingin adik kecilku kesakitan. Kemo itu membuat ia menderita" ucap Minseok sambil menahan air matanya.

Rambut Minah rontok, ia selalu memuntahkan makan siangnya, wajahnya terlihat kurus, Minseok menggelengkan kepalanya mengakhiri bayangan Minah saat sesudah kemo.

'Oh Tuhan aku tidak ingin adikku menderita'

—-

Ponsel Jimin berbunyi, layarnya bertuliskan dokter Kim. Ia membaca pesan singkat dokter Kim. Lalu segera bergegas pergi.

Sampai di depan ruangan dokter Kim, Jimin mendorong pintu itu pelan.

"Aku tidak bisa membiarkan malaikatku pergi" ucap Jimin lirih

"Iya kami tau itu Jimin-ssi. Minah sudah koma 2 hari ini. Jika tidak dilanjutkan, resiko pun bertambah. Apa kamu siap?"

"Iya aku siap, jangan beritahu siapapun tentang ini. Tolong rahasiakan" jawab Jimin

Jimin dan dokter Kim pergi menuju ruang operasi. Laki-laki tampan itu mengganti pakaiannya kemudian berbaring di kasur putih. Seorang perawat mendorong Jimin di bawah lampu operasi. Dokter Kim pun memberikan masker anestesi.

"Tolong bernapas perlahan Jimin-ssi"

Jimin menarik napas, tak lama matanya terasa berat, telinganya menangkap suara roda berputar di samping tempat tidurnya. Ia memiringkan kepalanya ke kiri. Ia tau siapa yang berbaring di sampingnya. Air mata pun terjatuh ketika melihat Minah yang terbaring di sebelah kiri Jimin dengan beberapa selang di sekitarnya.

'Kau bisa melaluinya sayangku'

'Kulakukan semuanya untukmu'

'Mari kita hidup lebih lama lagi'

'Aku mencintaimu-

Pandangan Jimin menghitam, ia sudah tak sadarkan diri.

—-

Jimin terus menggenggam tangan Minah, berharap ia segera bangun dan sadarkan diri.

"Minah, maafkan aku" ucap Jimin sambil menyenderkan kepalanya di atas tangan Minah

"Ah iya daftar" Jimin merogoh saku celananya lalu membuka lipatan kertas putih yang sedikit lusuh karena terlalu sering dilipat dan dipegang.

"Lihat ini, masih banyak yang belum kita selesaikan di wishlist. Jangan menyerah" ucap Jimin sambil terus mengusap tangan Minah

Suara Jimin memenuhi kamar itu. Pelan dan sedikit terbata-bata.

Sha- dows.. all ar— ound.. you.. as you.. sur—face.. from the dark

Jimin mengerutkan alisnya, ia menahan air matanya yang hendak keluar. Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Ia melanjutkan lagi bait selanjutnya.

Emerging from the gentle grip of night's unfolding arms

'Maafkan aku'

Darkness, darkness everywhere, do you feel alone?

'Aku tau kau selama ini merasakan kesepian itu'

The subtle grace of gravity, the heavy weight of stone

'Mungkin banyak hal yang tidak bisa kau ceritakan'

You don't see what you possess, a beauty calm and clear

'Tapi aku pastikan kalau aku selalu ada di dekatmu'

It floods the sky and blurs the darkness like a chandelier

'Memberikan pelukan hangat, menjadi senderan lelahmu, memastikan senyumanmu'

All the light that you possess is skewed by lakes and seas
The shattered surface, so imperfect, is all that you believe

'Tuhan, kumohon bangunkan Minah. Katakan bahwa aku kesakitan jika ia tidak ada'

I will bring a mirror, so silver, so exact
So precise and so pristine, a perfect pane of glass
I will set the mirror up to face the blackened sky
You will see your beauty every morning that you rise

TBC~

Maaf sudah menunggu lama, Krista sedih banget pas ngetik ini. Air mata kemana-mana sudah 😭😭 semoga kalian suka ya💜

[NC 21+] |PJM| HERO(IN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang