Beloved

13.6K 680 1
                                    

Sepi ya :(
Sorry ceritanya masih belum bisa buat kalian baper, tapi I would like to say thank you very much for all my readers, voters and commenters. Without you I'm nothing.

Broken Time - A Glimpse of Time

Jantung Minah berdetak tak karuan dengan tindakan Jimin. Gairahnya meningkat, setelah ciuman panas mereka berdua, Minah pun mengalihkan perhatian Jimin dengan mendorong bahunya.

"Sudahlah aku mau istirahat, besok aku harus kontrol dengan dokter Kim"

"Tidak boleh, kau harus disini lebih lama" tangan Jimin masih menggenggam erat tangan Minah.

Kepalanya disandarkan di depan dada Minah, seperti anak kecil yang sedang mengambek karena ibunya menghiraukannya. Jimin menyenderkan kepalanya. Tangannya juga memeluk pinggang Minah.

Reflek tangan Minah mengelus pelan rambut Jimin. Pria ini menyadari tindakan Minah, ia pun semakin menenggelamkan dirinya pada pelukan Minah. Rasa hangat muncul di dalam diri Minah, perutnya terasa digelitik. Ia menyukai perilaku Jimin, semua detail terkecil pun diingat olehnya.

Karena malu akan situasinya sekarang, Minah segera beranjak meninggalkan Jimin yang kehilangan tempat sandarannya ketika Minah berdiri . Bayangkan saja jika kakak Minah atau siapapun memergoki mereka berdua, bisa habis Jimin dan Minah ditertawakan.

---

Cahaya matahari mulai menampakkan sinarnya. Setelan dress putih sederhana dengan corak pola berwarna biru mempermanis penampilan Minah pagi ini. Ia ada janji dengan dokter Kim, seharusnya ia bisa pergi sendiri tapi Jimin memaksa ingin ikut dan mengantarkan Minah.

Sesampainya di rumah sakit, Jimin dan Minah segera mengenakan masker berwarna putih untuk menutupi wajahnya. Susah sekali hidup sebagai artis. Awalnya mereka berjalan beriringan, tapi karena tatapan-tatapan orang sekitar, Minah melangkahkan kakinya lebih laju daripada Jimin.

Sadar akan itu, Jimin segera menggandeng tangan Minah, menahannya, memberitahu bahwa ia bisa memperlahan langkahnya.

"Tidak apa-apa" bisik Jimin

Sekali belokan ke kiri, pintu ruangan dengan nama pengenal di dinding samping pintu tersebut Minah dan Jimin memasukinya. Ternyata Seokjin sudah menunggu mereka.

"Minah, sayangku kau datang juga, bagaimana perasaanmu sekarang?"

Tangan Jimin sedikit mengepal saat mendengar Seokjin mengucapkan kata sayang kepada Minah.

'Tsk, bagaimana bisa dengan santainya ia memanggil Minahku seperti itu' batin Jimin, iya, Jimin sekarang menganggap Minah itu hanya miliknya seorang, ia begitu tergila-gila oleh Minah, seakan disihir, ia sangat menginginkan wanita itu, seperti judul film mereka berdua, Minah seperti candu, layaknya heroin.

"Kau tau kan hubungan yang bahagia bisa memunculkan sel-sel baik pada tubuh kita?" Lanjut Seokjin dengan tatapan penuh arti.

"dokter Kim, saya kesini untuk diperiksa darah lagi, bagaimana bisa dokter malah menanyakan hubungan kami?" Jawab Minah

"Ahh, maafkan atas tingkah tidak sopan aku Minah-ssi. Baiklah ulurkan tanganmu." Ucap Seokjin

Minah diperiksa tekanan darahnya, lagi-lagi hari ini ia harus diambil sampel darahnya. Entah sudah keberapa kali tangan Minah ditusuk jarum suntik, seakan sudah tahan akan rasa sakit, ia sudah biasa. Sedangkan Jimin disampingnya terlihat sedih, alisnya berkerut ketika melihat jarum tajam berhasil menembus kulit Minah. Darah merah pekat pun mengisi tabung suntiknya.

Jimin tidak tega melihat kesakitan yang Minah hadapi. Ia pun memberitahu Minah bahwa ia akan keluar sebentar, mencari udara. Matanya sudah berkaca-kaca, Jimin beralasan dengan Minah untuk mencari udara segar, padahal ia tidak ingin Minah melihatnya menangis.

Pintu pun kembali tertutup, Seokjin seperti memberi kode pada Minah.

"Apa ia seperti itu?" Tanya Seokjin

"Maksudnya?" Minah kebingungan dengan pertanyaan Seokjin

"Lupakan saja, oh iya Minah-ssi aku bukan dokter kandungan, sebaiknya kau juga harus memulai konsultasi dengan dokter Shin, ruangannya tidak jauh dari sini. Kau harus menjaga janinnya tetap sehat. Kau itu kuat Jang Minah!" Seokjin memantapkan kalimat terakhirnya, ia tidak ingin melihat pasiennya menyerah akan keadaan.

Minah membungkuk dan mengucapkan terima kasih kepada dokter Kim, lalu berpamitan keluar. Tak jauh dari ruangan dokter Kim, terlihat playground anak-anak. Minah yakin ruangan dokter Shin berada di belakang playground itu.

Langkah Minah terhenti, karena dilihatnya pemandangan yang indah.

Jimin dikerumuni anak-anak kecil. Ia ditarik kesana kemari oleh mereka, ada yang tertawa ada juga yang merengek karena tidak dapat perhatiannya.

Sepertinya Jimin sengaja melepas maskernya agar anak-anak tidak takut dengannya.

Senyuman manisnya terlihat jelas. Terkadang ia tertawa melihat tingkah anak kecil itu. Matanya melengkung membentuk bulan sabit.

Melihat apa yang dilakukan Jimin, semakin menambah persentase laki-laki idaman semua orang, sadar akan keberadaan Minah, Jimin melambaikan tangan dan tersenyum pada Minah.

Salah tingkah, Minah segera melanjutkan tujuannya bertemu dengan dokter Shin.

"Permisi bisakah saya membuat janji dengan dokter Shin?" Tanya Minah kepada bagian front desk.

"Bisa, tolong tulis data ini terlebih dahulu ya."

Setelah mengisi data, Minah duduk di ruang tunggu, menunggu namanya dipanggil. Tak lama kemudian, Jimin datang menghampiri Minah, kali ini ia mengenakan kembali masker putihnya.

Seorang laki-laki tinggi tampak datang menghampiri front desk dan berbicara kepada susternya. Kemudian, nama Minah dipanggil. Heran, karena baru saja nama Minah di daftarkan tapi langsung dipanggil, bagaimana dengan antrian banyak di sekitarnya. Ia menoleh kepada Jimin, tetapi Jimin menjawab dengan senyuman.

TBC~

Terima kasih mau baca
Vote ya 💜
Komen juga💋

[NC 21+] |PJM| HERO(IN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang