"Lo mau gak jadi pacar gue?"
"Gak."
"Ih? Seriusan gak mau?"
"Gak."
"Kenapa? Karena gue badboy gitu?"
"Gak."
"Lo gak bisa ngomong selain kata 'gak' ya?"
"Gak."
Ali terbahak puas melihat Samudra yang sedang berusaha menembak Karin. Cowok itu semakin frustasi melihat tingkah cuek Karin. Tapi Samudra tidak menyerah begitu saja, karena Samudra yakin Karin cuma malu-malu, aslinya mah mau. Jeuh, si pede.
Karin dalam hati menimbang-nimbang. Haruskah ia menerima pernyataan cinta Samudra sekarang? Atau justru ia harus lihat sejauh mana perjuangan Samudra. Seorang cowok yang mata keranjang juga.
Ke sembilan remaja itu tengah berkumpul di sebuah cafe, menghabiskan waktu malam minggu bersama. Atas usulannya Gavare. Maklum, jomblo kan suka gabut gitu kalau Sabtu malam gini. Padahal gebetannya banyak, tapi sok sok gak laku.
Sementara Rien tadi marah-marah ke Gavare. Acara dinner nya bersama Elga gagal total dikarenakan Gavare menyuruh Rien wajib datang, tanpa membawa Elga.
Ali sih senang-senang saja, soalnya dia bisa malam mingguan bersama Prilly. Nata juga seperti itu, bisa menghabiskan waktunya bersama Aldera. Kalau Vasya mah ikut-ikutan, hitung-hitung bisa kenal dekat dengan mereka semua.
"Udah bro, relain Karin buat yang lain!" Rien dengan wajah sumringahnya menepuk-nepuk bahu Samudra. Enak aja, masa Samudra udah mau taken sama Karin? Dia sama Elga aja belum.
"Tuhan masih mau lo ngejomblo. Temenin gue udah sih! Hahaha!" Gavare ikut meledek Samudra. Senang dia kalau ada teman ngejomblo.
Nata terkekeh pelan, "Cinta butuh perjuangan. Ali aja yang udah berjuang belum diterima. Apalagi lo yang gak ada berjuangnya sama sekali. Mata masih suka lirik sana-sini." Cetusnya semakin membuat Samudra cemberut. Dia udah mencoba memberanikan diri buat menyatakan isi hatinya padahal, tapi Karin belum kasih respon yang baik. Duh, sungguh Samudra yang malang.
"Si kampret bawa-bawa gue sih!" Omel Ali menggetok pelan kepala Nata dengan sendok digenggamannya. Aldera memelototi Ali sambil berkata, "Jangan nistain cowok gue ya, kalo gak mau gue tendang ke laut!" Ketusnya. Kan, ketularan bucinnya Nata dia.
"Ihh ngeri," kata Ali sok takut. Dalam hati mah ngakak sebenarnya.
Prilly memakan sepotong kentang goreng miliknya. Gak mau ikut campur urusan cinta. Suka pusing mendadak gitu. Tapi dia mikirin juga sih kalau seandainya Ali menyatakan isi hatinya seperti Samudra. Selama ini Ali memang belum pernah 'bicara langsung', hanya dari perlakuan dan omongan-omongan candaan Ali yang membuat Prilly tahu kalau sebenarnya Ali mengharapkan dirinya. Prilly memang se-peka itu.
"Kalo menurut gue, bener tuh kata Nata. Cewek biasanya mau lihat cowoknya itu berjuang dulu. Mungkin lo ditolak cuma buat sekarang, siapa tau, kedepannya lo diterima." Vasya ikut bersuara. Lucu gitu lihat Samudra yang nembak Karin tapi Karinnya cuek bebek.
"Calon gue emang pinter." Rien yang berkebetulan duduk disebelah Vasya langsung merangkul cewek itu sambil tertawa. Gavare menggeplak kepala belakang Rien dan melepaskan rangkulan cowok itu di bahu Vasya. Jadi Vasya ini duduk di tengah-tengah Rien dan Gavare.
"Mau lo gue aduin Elga? Beneran gue mah. Gue ajak Elga video call."
Rien mendengus, "Aduan lo ah mainnya! Iyee iyee, gue bercanda elah. Takut amat gue tikung." Cibirnya setengah sebal. Gavare auto posessif. Padahal bukan pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Boyfriend
FanfictionAwalnya si kesal gitu punya teman seorang badboy. Suka seenaknya. Biang rusuh. Tukang ribut. Annoying banget pokoknya. Tapi, lama-lama pandangan gadis berparas mungil itu berubah. Sejak 'badboy' itu menyatakan perasaannya, dunianya seakan lebih berw...