"Pulang aja deh yuk. Aku gak mau kamu balapan." Prilly memeluk lengan Ali erat. Takut. Dia sangat takut melihat Ali balapan. Tadi sore, Ali izin balapan untuk menghilangkan rasa setres, katanya. Entah ada masalah apa dengan cowok tengil itu, yang pasti, Ali butuh tempat untuk melapiaskan rasa kesal, amarah, emosi dan lelahnya.
Ali menggeleng, "Gak, by. Aku gak akan kenapa-kenapa. Trust me. Semua akan baik-baik aja." Katanya merengkuh tubuh mungil gadis kesayangannya.
Rien datang bersama Elga sembari menggenggam jemari pasangannya. "Anjing tau gak. Tadi gue di jalan ketemu pasukannya Toyib. Banyak banget." Ungkapnya. Jadi malam ini mereka ingin balapan motor sama geng sebelah yang diketuai oleh Toyib. Toyib memang punya pasukan banyak, tapi dia tidak sejago Biru dan kawan-kawan.
"Eh, gue ikut balap sih! Gatel tangan gue ni." Aldera sibuk sendiri. Dia cewek, tapi minta ikut balapan. Kebayangkan gimana jadi Nata? Mau bunuh diri aja rasanya.
Cowok di sebelah Aldera menoleh.
Namanya Langit Alvino. Adik semata wayangnya Aldera yang baru saja pindah ke Jakarta. Ganteng deh gais. Unch banget.
"Bego bener emang kakak gue. Lo doang cewek minta ikut balapan." Sungut Langit yang dibalas cibiran oleh Aldera. Emang kakak laknat si Aldera tuh.
Samudra tersadar dari lamunannya, "Gue gak yakin deh kalo ini cuma sebatas balapan. Pasti mereka punya niat jahat. Mereka gak mungkin nyerah gitu aja kalah telak sama geng kita. Ya gak sih?"
Gavare mengangguk setuju. Toyib sama anak buahnya itu busuk-busuk. Selalu punya rencana jahat.
"Kita atur pasukan deh. Buat jaga-jaga aja sih," usulnya pula.
"Tuh kan! Ini mah balap berakhir dengan adu jotos!" Karin berdecak, "Gak suka ah gue kaya gini!"
Prilly ikut ngomel-ngomel, "Plis deh. Stop semua ini. Gak ada guna juga tau gak si? Idenya siapa kaya gini? Segala balap-balap. Tar ujung-ujungnya muka lo bonyok, masuk rumah sakit. Mau mati emang?"
"Tau ih. Kalian ngapain sih? Pulang deh yuk. Mending makan-makan. Jangan adu jotos gitu." Elga merapatkan tubuhnya pada Rien. Takut dia kalau ada adegan berantem-berantem.
"Ya masa udah disini, gak jadi balap." Kata Nata lesu.
"Balap yang sewajarnya deh. Jangan berakhir adu jotos. Bahaya tau." Ujar Vasya. Dia mau ngelarang tapi pasti gak didengar juga si. Apalagi Gavare batu.
Ali memasukan ponselnya ke dalam saku jaket, "Gini deh, Arga dan Langit, lo berdua gue tugasin jagain cewek-cewek di dalam mobil. Sebagian pasukan kita udah gue suruh jaga kalian. Yang paling penting kunci pintu mobil dan jangan bukain seandai ada yang ngetok tapi kalian gak kenal. Urusan toyib biar gue sama yang lain yang urus."
Arga cuma manggut-manggut. Dia baru keluar dari rumah sakit dan udah diajak nonton balapan. Tadinya sih gak boleh sama Kaylee, tapi sayang juga kalau gak lihat hehe.
"Ayoo dah jalan kesana." Ajak Ali. Jalanan sepi dekat markas mereka memang menjadi area balapan. Ini sesuai mau Ali.
"Ali, hati-hati. Don't make me worry." Rasanya Prilly beneran mau bawa kabur Ali ke rumah deh biar gak ikut balapan.
"Aku gak papa by. Kamu ya yang harus hati-hati. Kalo ada apa-apa kabarin aku." Ali mengecup kening Prilly sekilas lalu pergi bersama Nata, Samudra, Rien dan Gavare dengan menaiki motor sportnya masing-masing. Mereka melaju cepat.
"Gurls, gue gak yakin kalo mereka gak berakhir dengan adu jotos." Kata Elga mengungkapkan rasa khawatirnya.
"Iya, gue juga sama, gak yakin. Ali tuh masalahnya emosian banget." Sambung Prilly pula. Beneran khawatir deh dia. Ali demen banget sih berantem.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Boyfriend
FanfictionAwalnya si kesal gitu punya teman seorang badboy. Suka seenaknya. Biang rusuh. Tukang ribut. Annoying banget pokoknya. Tapi, lama-lama pandangan gadis berparas mungil itu berubah. Sejak 'badboy' itu menyatakan perasaannya, dunianya seakan lebih berw...