22. KOMITMEN

45 3 0
                                        

*Cerita ini memiliki hak cipta ©All Rights Reserved by zeriandrifin. So, don't you dare to plagiarize this story. Or, you will know the consequences.

*Picture of this part by www.happywalagift.com 

Suasana hatiku sudah mulai tenang dan tangisanku juga sudah mulai mereda berkat pelukan hangat dari Zac yang dengan sabarnya menenangkanku. Karena suasana sudah mendukung, makanya aku mulai menyampaikan semua isi hatiku.

"Aku cinta kamu Zac! Aku gak bisa terus-terusan menderita seperti ini hanya karena aku telah membohongi perasaanku sendiri." Jelasku.

Zac kaget seketika langsung menatap ke arah wajahku.

"Aku bohong saat aku bilang gak cinta kamu. Aku bohong! Aku hanya takut."

"Aku takut akan merusak hubunganku dengan keluarga Nielsmenn. Aku takut mengecewakan panti asuhan yang telah memberikanku kesempatan menggapai mimpi di Amerika. Aku takut semua niatku ke Amerika ini hancur hanya karena cinta."

"Tapi, rasa cinta ini sepertinya jauh lebih besar dibandingkan rasa takutku yang sebelumnya terasa begitu mengerikan bagiku." Lanjutku.

Zac mulai menggenggam tangan mungilku dan merespon ucapaku.

"Mimpimu pasti akan kamu wujudkan, tapi harus denganku. Aku yakin mereka tidak akan kecewa padamu. Hanya itu yang bisa aku janjikan. Asalkan kamu mau berjuang bersamaku." Jawab Zac.

"Aku takut rasa cinta kita ini ditentang oleh banyak orang. Aku takut rasa cinta kita ini gak wajar." Seruku lagi.

"Sebuah kebahagiaan pasti membutuhkan pengorbanan, Amanda. Seperti contohnya Daddy. Daddy menginginkan kekayaan dan kekuasaan dalam hidupnya karena itulah yang membuatnya bahagia."

"...sehingga dia mengorbankan waktu dan kasih sayangnya yang seharusnya untuk keluarga justru dipersembahkan untuk pekerjaaan." Jelas Zac.

Aku hanya terdiam karena sangat terkagum dengan ungkapan Zac yang seketika membuatku semakin terpesona.

"Tinggal kita mau dan siap berkorban atau tidak." Jelasnya melanjutkan.

Aku menundukkan kepala menahan rasa malu sebab Zac bisa berpikir sedewasa itu tapi aku tidak. Seharusnya aku bisa memikirkan itu sebelumnya sehingga aku tidak bertindak ceroboh dalam menghadapi rasa cinta ini.

"Kalau aku... aku siap berkorban demi kamu, Amanda. Kamulah kebahagiaanku. Kamu juga siap kan?" ucap Zac mantap kemudian menatap ke arah mataku.

"Aku juga siap Zac. Tapi bantu aku menghilangkan rasa takut ini perlahan." Jawabku lirih.

"Jangan khawatir. Aku akan selalu ada untuk membantumu." Ucap Zac sambil tersenyum manis ke arahku.

Zac menarik lengan tanganku dan meraih tubuhku. Zac memelukku dengan erat. Untungnya aku cukup tinggi sehingga bisa mengimbangi tinggi badan Zac. Aku tidak perlu menjijit ketika berpelukan sambil berdiri. Dilingkarkannya kedua tangan Zac di badanku, dan akupun juga melingkarkan kedua tanganku di badannya. Sembari ku bisikkan sesuatu pada telinga kanan Zac.

"Kamu tahu, apa yang kamu lakuin sama cewek tadi bikin aku sakit hati."

"Kemarin malam, dan ini tadi benar-benar membuatku semakin kehilangan akal,"

"Jangan lakuin itu lagi, Zac." Bisikku.

Kulihat Zac hanya diam saja. Saat ku mengecek ke arah wajahnya ternyata dia hanya tersenyum geli mendengar pernyataanku. Aku berubah jadi kesal seketika dan kulepaskan begitu saja pelukannya sampai-sampai Zac kaget.

ADOPTED: Love Me, Then.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang