perdebatan pertama karena hal sepele

4.9K 625 65
                                    

Sampai malam hari, Ilman memutuskan untuk pulang. Setelah tadi makan, dia sempat ngobrol sebentar dengan Arik. Sekedar mengenal lebih lagi, saling bertanya kesibukan dan sedikit mengarah ke hal yang pribadi.

Arik jadi mengetahui kalau Ilman hidup sendiri karena orang tuanya telah tiada. Sebaliknya, Ilman juga tau kalau Arik bekerja di bengkel hanya iseng belaka untuk mengisi kebosanan.

"Jadi kenapa tanya-tanya soal mantan gue?" Arik bertanya, mereka telah sampai di depan rumah Ilman.

"Pengen tau aja emang gak boleh?" Ilman tidak lagi merasakan kekesalan membahas soal ini.

Karena Arik pun juga menjelaskan kalau mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lagi. Tulisan yang ada di jaket itu sudah hampir setahun lalu dimana mereka baru saja putus.

Ilman juga sadar diri bahwa dia tidak ada sangkut pautnya dengan itu. Terlebih lagi, dia tidak mau Arik jadi berpikir macam-macam, meskipun sekarang terlihat kalau pria ini menanggapinya santai.

"Boleh sih, tapi lo gak mau gantian. Gue tanya tentang mantan malah ngalihin pembicaraan." Arik mengangkat kedua alisnya.

"Tiap orang, kan beda-beda. Gue gak bisa segampang itu buat cerita, gak kaya lo." Ilman belum siap untuk lebih terbuka.

"Karena sikap lo yang kaya marah gitu pas nanya mantan gue, makanya gue ceritain."

Ilman mendelik. "Terus sekarang lo marah karena gue gak cerita tentang mantan gue?"

Debat kecil pertama mereka sebagai teman, hanya sebagai teman. Belum bisa dibilang dekat karena mereka juga baru kenal beberapa hari. Tapi keduanya menunjukan ciri-ciri seperti sepasang kekasih.

Mungkin jika orang lain lihat akan mengira bahwa mereka ada ikatan tertentu. Karena terlihat dari gerak tubuh dan cara bicara mereka.

"Nggak, biasa aja." Kilah Arik.

Ilman meninju pelan lengan Arik. "Lain kali ya, kalo gue lagi mood."

"Jangan-jangan emang lo gak pernah pacaran?" Tanya Arik.

"Emang gak pernah, gue gak bisa terikat komitmen. Jadi selama ini kita jalanin aja apa yang ada." Jelas Ilman terpaksa.

Arik mengerut. "Emang mereka gak minta supaya lo nembak?"

"Diumur gue yang segini udah gak pantes buat nembak-nembak. Emang gue lo, gue tau banget model kaya lo bisa tiga kali nembak cewek dalem seminggu."

Merasa tersindir, karena Arik tidak seperti itu. "Gue bukan playboy gadungan, pacaran juga baru dua kali."

"Sama yang nulis di jaket lo itu, paling disayang ya?" Ilman senang sekali menggali kehidupan orang lain, sementara dia sendiri agak tertutup.

"Kok jadi bahas gue lagi, tadi kan bahas lo."

"Jadi bener?" Ilman merubah nada bicaranya.

"Kalo sayang gak mungkin kita putus."

"Emang siapa yang mutusin?" Ilman bergerak mendekat, mencoba membaca ekspresi Arik.

"Gue, karena gue udah gak sayang. Masih mau nanya-nanya lagi?" Arik agak jengah juga harus membahas masa lalu.

"Kesel, kan lo ditanya-tanya begitu?" Ilman berlipat tangan. "Cukup tau kalo kita pernah punya orang yang disayang, jangan korek-korek lagi kalo cuma bikin jengkel."

Mereka berdua suka saja mengetahui bagian-bagian tertentu dari kisah masing-masing. Tapi jika sudah membawa masuk emosi dalam obrolan, pasti akan saling dongkol juga.

Unforgettable, every second of itTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang