hidup adalah tentang kita yang berjalan ke depan

4K 524 64
                                    

"Siap berangkat?"

Setelah hampir satu jam Arik menunggu, akhirnya Ilman muncul juga dari balik pintu kamarnya. Berjalan sembari memakai arloji di pergelangan tangan kiri. Kembali mengecek tatanan rambut sebelum akhirnya benar-benar siap untuk pergi.

Arik memanaskan mobil terlebih dahulu, karena tadi pagi Ilman lupa. Jadi sembari mereka menunggu di dalam mobil, alunan musik dari radio mengisi kesunyian mereka.

"Tahun ini lulus kan lo? Mau ngambil jurusan apa?" Tanya Ilman berusaha santai. Meskipun dalam hati ada kecanggungan setelah apa yang terjadi pada keputusan mereka waktu itu.

"Kalo gak hukum ya paling komunikasi."

"Seandainya ngambil komunikasi, bisa tuh magangnya di kantor gue."

Arik melirik. "Masuk juga belum, udah bahas magang aja."

"Siapa tau kalo udah dateng waktunya, lo bisa minta dospem buat ditaro di tempat gue kerja."

"Bisa gitu apa?"

Senyuman Ilman mengembang. "Jaman sekarang apa aja bisa, asal ada kemauan dan kemampuan."

"Tapi seandainya gue magang disana. Ketemunya lo sama Petro lagi."

"Kan, nanti bisa gue bantu lo kerja dikit-dikit."

Mereka mengobrol selayaknya sahabat yang sudah saling mengenal lama. Terlihat santai dari luar, namun dari dalam diri mereka masing-masing menyimpan sejuta gejolak rasa yang begitu sulit dibendung.

Biarkan semua itu mengalir seperti apa  seharusnya. Jika kita memaksakan sesuatu yang sesuai dengan apa yang kita harapkan maka tidak akan langsung terjadi, karena semua sistem kehidupan di dunia ini melalui proses. Bertahap sampai akhirnya titik akhir cerita akan terlihat bagaimana pun hasilnya.

Perjalanan cukup lama karena Arik tidak mengetahui tempat acara. Mereka hanya mengandalkan aplikasi waze yang seenak sendiri suka memutar melewati jalan alternatif.

"Udah gue bilang pake Google Maps aja." Keluh Ilman.

"Gue gak paham baca peta Google Maps. Enak ini kan, langsung diarahin."

"Iya tapi lewat jalan pintas begini. Mana kecil begini jalurnya, ngeri kita nyasar di TPU deh."

"Berisik lo ah, tinggal duduk doang juga."

"Ye ini kan mobil gue yang lo bawa." Balas Ilman.

"Terus kenapa? Sombong amat baru punya mobil." Balas Arik tidak mau kalah.

"Maksud gue jangan sesukanya juga gitu bawanya. Tanya saran gue juga kek."

Arik mendecak. "Lo juga gak apal jalan."

"Elah ribet begini jadinya, ini dimana sih?" Ilman memperhatikan sekitar. "Gue telfon Petro dulu deh."

"Udah tau dia yang punya acara, pasti lagi sibuk sekarang. Telfon Barnes aja."

Kepala Ilman menoleh. "Gapapa emang?"

"Ya emang kenapa? Daripada kita nyasar."

"Lagian aneh deh lo, adeknya yang punya acara gak tau tempatnya dimana." Oceh Ilman sembari dia menghubungi sahabatnya itu.

Setelah bertanya dan sempat diomeli Barnes karena acara hampir dimulai, akhirnya mereka sampai kurang dari setengah jam. Karena sebenarnya mereka hanya salah arah dari tempat tujuan.

Sebelum turun, mereka kembali mengecek kembali pakaian dan segala macam yang ada di tubuh. Setelah dirasa semua siap dan rapi, barulah mereka keluar dari mobil.

Unforgettable, every second of itTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang