Chapter 19

354K 17.2K 537
                                    

Yura mengucek matanya. Terdengar suara azan subuh membangunkannya. Ia sedikit kaget mendapati Kido yang tertidur di sampingnya. Lalu ia ingat bahwa Kido  tadi malam ketakutan karena mati lampu. Pipi Yura sedikit berdesir malu memikirkan bahwa ia telah tidur dengan seorang laki-laki dalam satu ranjang. Yura perlahan melepaskan pelukan Kido. Lagi pula, ruangannya sudah terang. Lampu sudah tidak padam lagi. Jadi Kido tak mungkin ketakutan jika ia tinggal pergi untuk mengambil air wudlu.

"Elo mau salat ya?" Kido terbangun dan melihat Yura yang menggelar sajadah.

Yura mengangguk. "Iya."

"Gue imamin ya," pinta Kido.

Yura terkikik sambil mengenakan mukenanya. "Gue nggak mau diimamin sama orang yang nggak hafal bacaan salat. Entar salat gue malah nggak sah."

"Ck. Tapi kan pahala salat berjamaah jauh lebih banyak daripada salat sendirian."

"Iya sih. Elo boleh imamin gue kalau elo udah hafal bacaan salat. Sekarang, elo ambil air wudlu dan cepetan salat."

Kido mengangguk dan bergegas berwudlu. Ia mengenakan baju koko, sarung, lengkap dengan pecinya. Lalu ia pun salat dengan dituntun Yura. Ia berhasil menjalankan salat subuh dan diakhiri dua salam.

"Ya Allah, semoga hamba memiliki banyak anak dari Yura," pinta Kido pada Tuhan sambil menengadahkan tangan.

"Oi ngapain lo berdoa kayak gitu?" tegur Yura kaget.

"Suka-suka gue dong."

Yura berdecak kesal. "Gue takut bego kalau lama-lama ngomong sama elo."

Yura mengambil Al-Qur'an dari dalam rak bukunya. Membuka Al-Qur'an tersebut lalu membacanya. Kido sering sekali mendengar Yura mengaji setiap subuh. Meskipun suara Yura biasa saja, tapi hati Kido menjadi tenang setiap kali mendengar lantunan ayat suci yang keluar dari mulut Yura.

"Ra, ajari gue mengaji ya," pinta Kido.

Yura tercekat setelah selesai membaca Al-Qur'an. Ia tersenyum manis lalu mengangguk. Mereka mengaji bersama sampai jam setengah enam. Kemudian Kido mandi untuk bersiap ke sekolah. Sedangkan Yura menyiapkan makanan karena sebelum wudlu dan salat, ia sudah mandi.

"Do, mandinya jangan lama-lama! Entar nasi gorengnya keburu dingin!" teriak Yura dari dapur.

"Iya iya." Kido keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan berjalan menuju dapur.

"Elo yakin, mau pergi ke sekolah?" Yura menyiapkan segelas susu untuk Kido.

Kido mengangguk. "Gue kan udah dua minggu nggak ke sekolah."

"Iya juga sih. Nanti kalau elo kebanyakan bolos, entar makin bego."

"Betul." Kido mengangguk membenarkan. Ia menyadari kalau dirinya memang bodoh dan sulit memahami pelajaran.

"Tapi ingat, elo nggak boleh jajan yang pedas-pedas."

"Kalau jajan cabe-cabean?" Kido meringis senang.

Yura mendesis sebal. Kido selalu bisa membuatnya kesal. Yura memilih diam dan tak menyahuti ucapan Kido. 

"Nanti gue bonceng elo ya, Ra," kata Kido lalu melahap nasi goreng buatan Yura.

"Nggak usah. Gue naik ojek online aja. Gue takut Reon cemburu," tolak Yura.

"Tapi mata-mata Kakek ada banyak banget. Kalau Kakek marah gimana? Lo jangan nyusahin gue dong!"

Yura berpikir sejenak. Apa yang dikatakan Kido ada benarnya juga. Pak Gunawan dan Pak Budi diam-diam mengawasi mereka. Tentu saja mereka tak bisa bergerak sesuka hati.

"Gini aja, gue ikut elo ke sekolah. Terus turunin gue di gang yang agak jauh dari sekolah. Sekiranya Reon nggak lihat gue," saran Yura.

"Oke." Kido mengangguk.

Tangan Kido mengepal marah mendengar Yura yang begitu ingin menjaga perasaan Reon. Kido sudah merancang rencana agar Yura bertengkar dengan Reon.

"Yuk berangkat!" ajak Kido setelah menghabiskan makanan dan minumannya.

Yura mengikuti Kido dari belakang menuju garasi. Kido memasangkan helm di kepala Yura. Mereka pun menyusuri kota Jakarta di tengah kemacetan. Saat sampai di gang yang Yura maksud, Kido tak mau berhenti dan malah meneruskan laju motornya menuju parkiran sekolah.

"Kido, lo gila?" tegur Yura marah sambil memukuli punggung Kido.

"Gue mau buat elo putus sama Reon." Kido tertawa puas. Ia melepaskan helmnya lalu berjalan menuju kelas XI IPS-F.

Semua siswa-siswi tertuju pada mereka. Dua orang yang biasanya tidak terlihat akrab, tiba-tiba pergi ke sekolah naik motor bersama. Beberapa siswi bahkan berbisik keheranan. Mungkin tak lama lagi, gosip akan menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Langkah Yura terhenti saat Reon menghadangnya di ambang pintu kelas.

"Ra, aku dengar... kamu berangkat sama Kido. Aku yakin kamu punya alasan. Iya kan?" tanya Reon. Rupanya gosip Kido dan Yura sudah terdengar oleh Reon melalui grup sosial media.

"Yon, kamu tenang dulu ya." Yura memegang lengan Reon.

Yura meminta Reon untuk duduk tenang. Hilda dan beberapa teman-teman yang lainnya juga penasaran dengan hubungan apa yang terjadi antara Kido dan Yura. Kini semua mata tertuju pada Yura seolah meminta penjelasan.

"Ra, kenapa elo bisa berangkat ke sekolah bareng Kido?" tanya Hilda melipat tangan.

Kido adalah pacar sepupunya. Wajar jika Hilda marah melihat Kido membonceng gadis lain. Apalagi yang dibonceng Kido adalah Yura, sahabat Hilda sendiri. Ia hanya takut Yura akan disebut sebagai pelakor.

KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang