Yura menunduk malu. Ini adalah pertama kalinya Yura duduk di ruang BK. sebelumnya, ia tak pernah membuat pelanggaran. Sementara Kido mengupil tak peduli. Panggilan ini sudah yang ke-127 kali. Menanggapi panggilan yang ke-127 ini, Kido tak merasa tertekan.
"Jadi sebenarnya apa yang terjadi, Yura? Kenapa Kido bisa menyontek PR kamu?" tanya Bu Tutik lembut. Yura adalah salah satu murid kesayangannya. Selain pintar, Yura tidak pernah mengobrol saat jam pelajarannya.
"Iya, Yura. Ini pelanggaran pertama yang kamu lakukan. Kalau kamu menceritakan faktanya, mungkin Bu Tutik tidak akan memberi kamu hukuman," jelas Bu Disa, selaku guru BK.
"Sebenarnya, Kido mencuri buku PR saya, Bu," jawab Yura jujur.
"Bagaimana bisa Kido mencuri buku PR kamu? Kelas kalian memang bersebelahan. Tapi tak ada anak IPS yang berani memasuki kelas IPA." Bu Tutik semakin penasaran. Ia tak bisa membiarkan anak IPA ikut terkontaminasi anak IPS atau Bahasa. Tolong menolong itu memang baik. Tapi kalau tolong menolong dalam kecurangan, jelas itu tidak baik.
Yura tidak bisa menjawab pertanyaan dari Bu Tutik. Kalau ia menjelaskan kronologi buku PR tersebut, maka hancur reputasinya di sekolah. Bagaimana mungkin anak SMA yang bahkan belum menginjak usia 17 tahun sudah menikah mendahului Bu Tutik dan Bu Disa?
"Kenapa kamu diam saja, Yura? Apa kamu takut diancam Kido?" Bu Disa melirik Kido sebentar.
"Enggaklah, Buk. Saya nggak mungkin ngancam anak cupu ini. Unfaedah banget," kilah Kido sembari mengamati upilnya.
"Yura, kamu bilang saja. Nanti kalau Kido ngapa-ngapain kamu, biar saya panggil orangtuanya," kata Bu Tutik.
Yura masih terdiam. Dia benar-benar tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Dia tak bisa mengatakan bahwa Kido masuk ke kamarnya dan mencuri buku PR.
"Seandainya Kido mencontek dari anak IPS atau anak Bahasa, saya tidak mungkin mengusutnya sampai seperti ini," ungkap Bu Tutik prihatin. Ia hanya tak ingin kelas IPA menjadi siswa-siswa bandel untuk memberikan contekan.
"Ya elah nih anak. Diem-diem bae." Kido berdecak kesal. "Kalau ada guru ngomong, jawab dong!"
"Ya sudah. Kalau begitu kamu saja yang cerita, Kido," kata Bu Disa.
"Cerita apa, Buk? Cerita Cinderella, putri salju, pinokio, Rapun-"
"Cerita tentang bagaimana kamu bisa mencontek buku PR milik Yura," potong Bu Disa geram.
"Oooh."Kido mengangguk paham. "Jadi ceritanya, saya memang mencuri. Eh maksud saya, meminjam buku PR Yura yang sudah dikerjakan, Buk."
"Bagimana cara kamu mengambil buku itu?" Bu Tutik terlihat bertambah penasaran.
"Jadi saya masuk ke kamarnya Yuri," jelas Kido. Ia bahkan lupa nama istrinya sendiri.
"Namanya Yura, Kido. Bukan Yuri," tegur Bu Disa sedikit jengkel.
"Tapi bagaimana kamu bisa masuk ke kamarnya Yura?" dahi Bu Tutik berkernyit heran. "Memangnya, kalian tinggal satu rumah?"
Yura memejamkan mata rapat-rapat dengan kepala menunduk. Ia sangat takut rahasia pernikahannya dengan Kido terbongkar.
"Iya. Kan saya sama dia, saudara." Kido menunjuk ke samping, ke arah Yura.
"Saudara? Saya baru tahu kalau kalian saudara." Bu Tutik semakin memojokkan.
Iya. Saudara sesama muslim, maksudnya, batin Kido terkikik.
"Sejak lahir, emang saya bersaudara sama Yura. Tapi dia nggak mau ngakuin saya. Sedih banget kan, Buk?" Kido memasang muka melas.
"Kamu sama Yura itu saudara kandung atau saudara sepupu?" Bu Disa ikut penasaran.
Selama ini, Bu Disa mengamati perilaku Kido, selebgram gaje pembuat onar. Ia tak pernah melihat Kido berbincang-bincang di sekolah atau sekedar saling menyapa. Sangat aneh jika Kido tiba-tiba mengaku-ngaku sebagai saudara Yura.
"Kami saudara jauh, Buk." Yura menjawab cepat mendahului Kido.
"Iya, Buk. Sekarang Yuri-"
"Yura," ralat Bu Tutik geram.
"Sekarang Yura dititipin sama orangtuanya di rumah saya, Buk," jelas Kido.
"Yura, jadi sekarang kamu tinggal sama Kido?" tanya Bu Disa yang masih tak percaya.
Yura tersenyum kikuk. "Iya, Buk."
"Jangan ulangi lagi ya, Yura. Meskipun kalian saudara, tetap saja kalian tidak boleh saling mencontek," saran Bu Tutik lembut.
"Iya, Buk." Yura mengangguk sopan.
"Tapi Buk. Jangan bilang siapa-siapa kalau saya sama Yura adalah saudara dan tinggal satu rumah," pinta Kido. "Saya takut temen-temen kelas IPS malah nyuruh saya nyuri buku PR nya Yura."
"Yura, kamu boleh kembali ke kelas. Kido, setelah pulang sekolah, kamu harus membersihkan toilet," kata Bu Tutik.
"Yaaaa Buk. Kok gitu?" protes Kido.
Yura menjulurkan lidahnya menghadap Kido lalu pergi dari ruang BK setelah pamit sopan pada Bu Disa dan Bu Tutik. Ia meninggalkan Kido sendirian bersama dua orang guru yang terkenal killer menghadapi siswa-siswa bandel seperti Kido.
"Buk, jangan toiletlah, Buk! Saya lebih baik berdiri di depan bendera selama 1 jam daripada harus membersihkan toilet." Kido mulai mengiba.
"Kenapa kamu tidak mau membersihkan toilet, Kido?" Bu Tutik malah melotot tajam.
"Saya jijik, Buk. Saya illfeel sama toilet sekolah karena ada yang timbul-timbul gitu, Buk."
"Kalau ada yang timbul-timbul, ya siram dong!"
"Kan yang timbul-timbul itu bukan milik saya. Sumpah, Buk. Saya jijik kalau disuruh nyiram timbul-timbul milik orang lain."
"Nggak ada alasan!" ucap Bu Tutik tegas.
Kido menghela napas kecewa dan berjalan lesu keluar ruang BK. Ia paling tidak suka bebauan yang menyengat seperti bebauan yang kerap ia cium di toilet siswa. Bahkan, demi menghindari bebauan yang menyengat, Kido sering pergi ke toilet mini market dekat sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]
Teen FictionJUDUL LAMA = ILFEEL TAPI CINTA TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TOGAMAS SELURUH INDONESIA "Kidoooo balikin ciuman pertama gue!" tagih Yura kesal. "Mana bisa dibalikin? Lo mau gue cium lagi?" tantang Kido. "Gue jijik! Gue bakal cuci bibir gue tujuh kali ba...