Tak terasa sudah sebulan sejak Kido dan Yura menginap di Villa bersama teman-teman mereka. Yura sudah menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta pada Kido. Namun, ia berusaha sebisa mungkin menekan perasaan itu. Karena ia tak bisa meninggalkan Reon begitu saja. Meskipun cinta Yura pada Reon semakin lama semakin memudar karena perhatian yang diberikan Kido, tapi Yura masih enggan meninggalkan Reon.
"Sebentar lagi, kamu kan ulang tahun. Kamu mau kado apa?" Yura tersenyum malu pada layar ponselnya. Ia sedang Video call-an dengan Reon.
Kido yang berpura-pura tertidur, masih bisa mendengar dengan jelas apa yang diperbincangkan Yura dan Reon. Hatinya benar-benar kesal setiap kali Yura bermanja-manja dengan Reon. Ia tak suka itu. Seharusnya Yura bermanja-manja dengan dirinya dan bukan dengan Reon.
"Kamu nggak perlu bawa kado, Ra. Cukup kecup singkat bibirku satu kali," kata Reon yang membuat Kido naik pitam.
Kido menyingkap selimutnya, berjalan menghampiri Yura, lalu melempar dengan keras ponsel Yura hingga ponsel tersebut hancur menjadi berkeping-keping. Tentu saja sambungan video Yura dan Reon mendadak terputus. Napas Kido ngos-ngosan menahan amarah. Matanya mendelik marah tak terima. Bagi Kido, bibir Yura hanyalah miliknya. Tidak ada laki-laki lain yang boleh mengecup bibir Yura selain dirinya.
"Kido, lo apa-apaan sih?" mata Yura masih terbelalak.
Kido menarik tangan Yura hingga membuat Yura berdiri di depannya. Kido mendorong Yura hingga punggung Yura sedikit tersentak di tembok kamar. Mata mereka saling bertatapan sebentar, lalu Kido mengangkat dagu Yura, dan langsung menciumnya dalam-dalam. Awalnya Yura mencoba melawan dengan mendorong dada Kido tapi lama-kelamaan, Yura menikmati ciuman itu hingga akhirnya Kido melepaskan ciumannya untuk membiarkan Yura mengambil napas.
"Lo lihat kan, Ra? Lo udah jatuh cinta sama gue. Buktinya, lo membalas ciuman gue tadi." Kido menangkup kedua pipi Yura dengan tangannya dan menatap Yura lekat.
"Tapi-"
Cup. Sebuah kecupan singkat Kido daratkan ke bibir Yura. "Gue nggak bisa bayangin kalau ada cowok lain yang berani nyium bibir istri gue. Dan kalau pun ada cowok yang berani, gue pasti akan membunuhnya."
Yura mendorong Kido agar menjauh darinya. "Kenapa gue nggak boleh ciuman sama Reon? Kenapa elo boleh ciuman sama Alea, sementara gue nggak boleh ciuman sama Reon?"
"Maksud lo apa, Ra?"
"Gue lihat semuanya, Do. Gue lihat elo sama Alea berciuman di dalam kamar Villa. Entah apa yang elo lakukan sama Alea setelah itu."
"Setelah itu gue ngusir dia, Ra. Dan gue langsung putusin dia karena dia lancang nyebut elo dengan sebutan jalang. Gue nggak terima."
Salah satu sudut bibir Yura terangkat. "Terus, gue harus percaya sama lo? Nyatanya di sekolah, elo masih pacaran sama Alea."
"Asal lo tau, Ra. Dia cuma ngaku-ngaku masih pacaran sama gue." Kido perlahan meraih tangan Yura dan menggenggamnya erat.
Pipi Yura berdesir malu. Ia mengalihkan pandangannya karena tak berani menatap mata Kido yang seolah penuh dengan cinta. Kido membelai pipi Yura lalu mencium Yura kembali untuk yang kesekian kali. Yura memejamkan matanya, mengalungkan tangannya ke sekeliling leher Kido, dan membalas ciuman itu. Yura sudah tidak bisa mengelak bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada Kido.
"Elo mau putusin Reon, kan?" tanya Kido setelah ia melepaskan ciumannya.
Yura mengangguk. "Iya. Gue akan putusin dia."
Kido tersenyum senang lalu memeluk Yura erat-erat. "Aku sayang kamu, Ra."
"Aku-kamu?" dahi Yura berkernyit lalu ia terkekeh. Ia belum terbiasa ber-aku kamu dengan Kido.
"Kenapa? Kamu kan istri aku." Kido mencubit gemas pipi Yura.
"Meskipun kita sudah suami istri, tetap saja jangan main cium-cium kayak tadi!" tegur Yura dengan pipi yang kembali memerah.
"Emangnya kenapa kalau aku cium kamu? Kita sudah halal. Mau ciuman seribu kali pun, nggak bakal berdosa. Jangankan ciuman! Mau-"
"Sssst!" Yura menghentikan kalimat Kido dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir Kido. "Cukup ciuman aja. Nggak boleh lebih. Kalau elo masih nekat melakukan hal-hal yang lebih dari itu, gue bakal layangkan gugatan cerai."
Kido tersenyum sambil menurunkan tangan Yura. "Iya, Sayang."
"Jangan panggil gue dengan sebutan sayang! Gue illfeel."
"Iya, Cinta."
Mulut Yura menganga dengan pipi yang berkedut jijik. "Pokoknya jangan panggil gue dengan sebutan sayang, cinta, honey, atau semacamnya. Gue lebih suka kalau lo nyebut nama gue aja."
"Kok gitu sih?"
"Iya. Soalnya gue illfeel banget. Sumpah."
"Oke. Tapi ada dua syarat."
"Apa?" tanya Yura ketus.
"Pertama, kamu harus berhenti menggunakan kata gue-elo saat berbicara sama aku. Kedua, aku mau kamu membakar surat kesepakatan kita. Soalnya kita berdua sudah melanggar surat kesepakatan itu. Kita sama-sama jatuh cinta."
"Kalau syarat yang kedua nggak masalah. Tapi syarat yang pertama ... aku akan melakukannya hanya di rumah saja. Soalnya aku nggak mau orang-orang tau kalau kita adalah suami istri."
"Kamu malu?"
Yura mengangguk. "Aku malu karena menikah di usia yang sangat muda. Kamu ngerti kan?"
"Kita ini suami istri. Hubungan halal tak dilarang agama, kenapa musti malu sih? Harusnya para anak muda yang pacaran, yang masih haram, itu yang seharusnya malu."
"Pokoknya aku nggak mau tau! Kita harus menyembunyikan kalau kita adalah suami istri."
"Oke aja deh. Soalnya aku nggak mau berdebat dengan kamu. Kalau begitu aku bakal menggunakan kata aku-kamu saat tidak ada teman-teman."
Yura tersenyum senang. Ia bersyukur karena Kido mau mengerti. Ia menghela napas lega, berjalan ke arah lemari, mengambil surat kesepakatan, lalu membakar surat tersebut di depan mata kepala Kido. Perjanjian di dalamnya sudah dinyatakan telah usai. Mereka sama-sama jatuh cinta dan melanggar surat kesepakatan itu.
😂😂😂😂
Gimana gengs?Apakah kalian baper baca chapter ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]
Novela JuvenilJUDUL LAMA = ILFEEL TAPI CINTA TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TOGAMAS SELURUH INDONESIA "Kidoooo balikin ciuman pertama gue!" tagih Yura kesal. "Mana bisa dibalikin? Lo mau gue cium lagi?" tantang Kido. "Gue jijik! Gue bakal cuci bibir gue tujuh kali ba...