Yura sudah bersiap memakai helmnya. Namun Reon tiba-tiba datang menghentikannya. Dia tampak ingin berbicara dengan Yura karena sejak pagi, Yura sudah tidak ingin berbicara dengannya.
"Ra, aku ingin ngomong sama kamu," kata Reon.
"Udah nggak hal yang perlu kita bicarakan lagi, Yon. Kita udah putus," timpal Yura.
"Walaupun kita udah putus, tapi aku harap, kita bisa tetap menjadi teman kan?"
Yura tertegun sebentar. Reon sangat baik padanya. Ia tak tega menyakiti Reon lebih jauh lagi. Tapi ia juga tidak bisa berhubungan dengan Reon karena ia sudah tidak memiliki perasaan cinta pada Reon. Yura hanya bisa berharap, Reon bisa mendapatkan seorang gadis yang baik untuk menggantikannya.
"Ra, aku-" Reon tercekat. Ia rupanya sudah terlalu terbiasa menggunakan aku-kamu saat berbicara dengan Yura.
"Iya, Yon. Mulai sekarang kita bisa berteman," kata Yura.
"Ngobrolnya udah belom?" tegur Kido yang sudah menyalakan mesin motornya. Intonasinya terdengar sangat sinis.
"Gue duluan ya, Yon," pamit Yura.
Reon mengangguk dan membiarkan Yura pergi bersama Kido. Mata Reon terus tertuju pada Yura yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang bersama keramaian kota. Ia hanya bisa menghela napas kecewa. Hubungan yang telah ia rajut selama bertahun-tahun, ternyata kandas di tengah jalan tanpa alasan yang logis.
***
Kido mengikuti Yura dari belakang. Ia melihat-lihat ke sekeliling sambil membaca beberapa judul buku yang terpajang di rak buku. Kido baru ingat bahwa ia ingin membeli sebuah buku yang sangat penting.
"Kido, aku mau ke kasir." Yura menoleh ke belakang. "Kido?"
Kido menghilang untuk mencari buku yang ingin ia beli. Yura menoleh ke kanan lalu ke kiri. Ia melihat Kido dari kejauhan. Kido tampak asyik memilih buku. Yura memutuskan untuk membayar buku yang dipilihnya di kasir terlebih dahulu.
"Semuanya 150.000, Mbak," kata seorang kasir.
Yura mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. Namun sebelum ia memberikan uang itu pada kasir, Kido mendahului Yura. Kido berniat membayar buku-buku yang dibeli Yura.
"Kido, kenapa kamu yang bayar?" tanya Yura.
"Tugas seorang suami adalah menafkahi istri. Iya kan?" bisik Kido ke telinga Yura.
Yura terkekeh pelan sembari memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet. "Ada-ada aja kamu."
Kido menyodorkan sebuah buku pada kasir. "Mbak, buku ini juga tolong bungkus."
"Tuntunan salat?" dahi Yura berkernyit setelah membaca judul buku yang dibeli Kido.
"Iya. Aku harus bisa salat. Biar bisa imamin kamu."
Yura menggeleng sambil tersenyum. Ia keluar dari toko buku dan berjalan menuju food court. Kido berlari kecil untuk menyamai langkah kaki Yura. Lalu ia menggandeng tangan lembut Yura. Namun Yura segera menghempaskannya sambil celingukan ke sana ke mari.
"Kenapa?" Kido bertanya-tanya.
"Maaf, Do. Kita pegangan tangan di rumah aja. Takut ada yang lihat," jelas Yura.
"Iya deh," sahut Kido kecewa.
Sesampainya di food court, Yura dan Kido memesan spaghetti. Yura tampak sangat menikmati spaghetti pesanannya. Sementara Kido hanya menatap Yura sambil memainkan spaghetti di piringnya.
"Kenapa kamu nggak makan?" Yura tercekat. "Kamu nggak suka spaghetti?"
"Enggak suka," sahut Kido.
"Spaghetti kan keluarganya mie. Bukannya kamu suka mie?"
"Iya. Aku suka miekirin kamu."
Yura terkikik sembari mencubit gemas lengan Kido. "Dasar tukang gombal!"
"Iya. Aku emang tukang gombal. Tapi kan aku hanya gombalin kamu."
"Apaan sih? Kok aku malah tambah illfeel ya?"
"Illfeel tapi cinta kan?" goda Kido.
"Apaan sih? Alay!"
"Eh habis ini, kamu mau ke mana?"
"Aku mau ke suatu tempat. Kalau kamu mau ikut juga nggak apa-apa."
"Emangnya mau ke mana sih?"
"Entar juga kamu tau kok."
Motor Kido terhenti di depan sebuah panti asuhan. Anak-anak di panti asuhan itu tampak sangat bahagia saat melihat Yura datang. Mereka berbondong-bondong mencium tangan Yura. Kido tercengang melihat semua itu.
"Kak Yura, dia siapa, Kak?" tanya Wira, salah seorang anak panti. Ia melihat sebentar ke arah Kido.
"Dia pacarnya Kak Yura ya?" imbuh Devi diikuti riuh tawa anak-anak panti yang lainnya.
"Namanya Kak Kido. Dia ini keluarganya Kak Yura. Sekarang kalian harus salim juga ke Kak Kido," jelas Yura dengan seulas senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.
Seluruh anak-anak panti menurut dan berbondong-bondong mencium tangan Kido. Yura terkikik geli melihat ekspresi Kido yang tampak kikuk. Ini pertama kalinya tangan Kido dicium anak-anak kecil.
"Kak, Kakak udah janji mau bawain cerita seru," tagih Wira.
"Iya. Kamu tenang aja. Kak Yura udah buat boneka tangan untuk menceritakan tentang kisah si Pitung," kata Yura lembut.
"Yeeeeey!" sorak seluruh anak-anak panti. Mereka menggiring Yura memasuki panti asuhan.
Kido tersenyum melihat keakraban Yura dengan anak-anak panti. Ia tak henti-hentinya memandangi Yura dari kejauhan. Selain mendongeng, ternyata Yura juga mengirim banyak sembako ke panti asuhan tersebut. Yura adalah anak orang kaya. Orangtuanya selalu memberikan uang saku yang cukup banyak. Selain itu, ia juga menerima uang saku dari Pak Gunawan, kakek Kido. Namun ia selalu menyisihkan 80% dari uang saku tersebut untuk membantu orang-orang yang lebih membutuhkan seperti fakir miskin dan anak-anak yatim piatu.
Kido merenung beberapa saat. Ia mengintrospeksi diri. Selama ini, ia hanya bisa menghambur-hamburkan uang dari kakeknya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat seperti membelikan Alea barang-barang mahal atau kadang-kadang dugem ke diskotik. Melihat Yura yang tidak mencintai harta dunia, membuat Kido sadar bahwa dirinya telah menikahi seorang malaikat. Bagi Kido, Yura bukan manusia. Tapi malaikat yang tak sengaja ia nikahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIDO VS YURA [TERSEDIA DI GRAMEDIA]
Teen FictionJUDUL LAMA = ILFEEL TAPI CINTA TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TOGAMAS SELURUH INDONESIA "Kidoooo balikin ciuman pertama gue!" tagih Yura kesal. "Mana bisa dibalikin? Lo mau gue cium lagi?" tantang Kido. "Gue jijik! Gue bakal cuci bibir gue tujuh kali ba...