Ketika Puisi Berbicara

2.2K 126 4
                                    

"Dan jika ini adalah cinta, maka aku ingin ia bisa menjelaskannya sendiri seperti apa cinta yang sebenarnya"

* * *

Pagi yang sangat bersahabat. Mentari pagi membawa kehangatan dengan berbeda dari sebelumnya. Mungkin ia tahu bahwa ini adalah hari terbaik untuk keduanya. Jazz putih telah terparkir di sudut, mungkin ia penghuni pertama kampus hari ini. Kampus begitu sepi, kegaduhan yang sering terdengar dari setiap lorong antara ruangan kiri dan kanan tidak terdengar seperti biasanya.

Hanya terlihat tiga empat orang duduk disepanjang tempat duduk yang berada di depan fakultas MIPA. Mereka adalah orang-orang yang sedang mengurus berkas untuk persiapan yudisium bulan depan, menunggu secara bergiliran. Ada juga yang menunggu dosen pembimbing untuk konsultasi skripsi yang telah lama tak terurus, mahasiswa lama masih juga menghuni kampus ini yang bisa dihitung jari. Kesibukan organisasi menjadi alasan utama kenapa masih menjalani kuliah hingga semester empat belas.

Sebagian besar mahasiswa merupakan pendatang. Sehingga setelah ujian akhir semester selesai, mereka akan kembali ke rumah masing-masing, kecuali mahasiswa dari Sumbawa dan Bima yang bertahan di kota Mataram ini.

Dari dalam fakultas terlihat seorang wanita keluar melewati pintu dengan balutan hijab yang indah senada dengan pakaian yang dikenakannya. Terlihat begitu anggun dan mampu menyita pandangan setiap orang yang ada di sekeliling.

Senyumnya kembali menghiasi wajah cantiknya hingga gigi rata putih terlihat dibalik bibir itu ketika sebuah pesan masuk di ponselnya. Dengan hati yang bahagia, Aulia bergegas menuju kantin yang tidak jauh dari tempat ia berdiri tadi.

Terlihat Reandra yang begitu gelisah, raut wajah kaku dan tangan yang secara bergantian saling menindih. Ia pun tidak mampu menyembunyikan gugup yang sesaat menghampirinya ketika wanita cantik itu mulai memasuki pintu kantin dan perlahan kakinya melangkah ke arahnya, dan tepat di hadapannya telah duduk dengan senyum yang begitu ia sukai dan kagumi. Senyum terbaik dari Aulia mampu menghipnotis pandangannya bahkan rasa gugupnya memudar.

"Hai Ndra, Sorry ya lama nunggu," sapanya dan menaruh tas di sebelah kirinya.

"Oh gak apa-apa, gimana uda beres?" tanyanya dengan tenang dan senyum bahagia mendarat di wajahnya.

"Alhamdulillah udah Ndra. Gimana ujiannya kemarin, sukses kan?" ujarnya dengan jari jemarinya terus bergerak menindih satu sama lain.

Aulia begitu kaku berhadapan dengan lelaki yang telah mencuri hatinya. Ia begitu sadar bahwa ia memang memiliki rasa yang ia pun belum mengerti artinya.

Reandra menggakat bahunya. "Iya begitulah, semua yang keluar kan sudah pernah dipelajari. Jadinya sedikit gampang," jawabnya mencairkan suasana.

Terlihat keduanya berbeda dari sebelumnya. Bukan lagi seperti percakapan sepasang sahabat melainkan seperti orang asing yang baru saling kenal dengan masing-masing menyembunyikan perasaan yang seharusnya diungkapkan.

Namun Reandra bukanlah tipe orang yang cukup berani soal cinta, apalagi ini adalah pengalaman pertamanya membiarkan rasa merasukinya dan membiarkannya berkembang memenuhi seluruh ruang hatinya. Inilah rasa yang sebenarnya, perasaan menyayangi dan menjaga.

"Ada yang ingin aku kasih ke kamu," ucapnya setelah beberapa detik terdiam dalam kebisuan yang tidak jelas, terdiam dalam lamunan yang tak berkesimpulan.

Seketika Aulia terkejut, pandangannya langsung mengarah kepada Reandra.

"Apa Ndra?" tanya Aulia dengan penasaran bercampur senang membalut wajahnya yang nampak kaku dari tadi. "apakah ia akan menyatakan perasaan lewat surat, masa ia, ini bukan zaman anak SMP lagi yang harus berkata dengan surat. Apa Romantis itu harus menggunakan bahasa kertas," batinnya.

Cinta diujung Istikharah [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang