"Kita memang tidak pernah tahu, bagaimana rencana Tuhan. Tapi satu hal yang aku percaya. Rencana Tuhan jauh lebih indah dari apa yang kita impikan"
* * *
Lamunan Reandra tiba-tiba dikejutkan oleh tepukan tangan Mentari yang mendarat di bahunya. Setelah sejam menikmati isi museum. Mereka keluar dan menuju sebuah restoran yang berada tidak jauh dari museum itu. Menikmati sungai Spree dengan segelas vanilla latte adalah hal yang paling menyenangkan bagi mereka. Keduanya duduk berdampingan di sebuah bangku yang menghadap ke sungai Spree.
"Tar, ingat gak pertama kita ketemu, aku gak pernah nyangka bakal sedekat ini," ucap Reandra setelah menyeruput ice vanilla lattenya.
"Iya ingat kok Ndra, saat siswamu ninggalin handphonennya di museum itu kan," sahut Mentari menampakan senyum anggunnya.
"Dunia itu sempit banget ya. Aku pikir gak bakal ada kesempatan lagi ketemu kamu. Tapi Tuhan mempertemukan kita dengan jalan yang gak pernah terduga. Dan aku percaya ini bukanlah hal yang kebetulan," ujar Reandra.
"Ndra, aku ingin mempertanyakan sesuatu yang dari dulu ingin ku tau dari hatimu," ucap Mentari.
"Apa Tar?"
"Apakah aku salah satu dari impian kamu?"
"Kalau iya kenapa? apa kamu bakal menolaknya?" tanya Reandra menatap tenang.
"Mungkin...Sebelum kamu nunjukin kalau aku benar-benar bagian dari impianmu," jawab Mentari menatap mata Reandra dengan tangan menopang dagunya.
"Tar, apa aku harus memberimu seribu alasan kenapa aku memilihmu. Emang mencintai kamu harus beralasan, hatiku lebih tahu kemana ia harus berhenti. Dan yang aku tau, itu kamu," jawab Reandra kemudian menatap dalam-dalam wajah Mentari yang terus menatapnya.
Mentari yang terus menatap Reandra perlahan mengembangkan senyumnya mendengar ucapan indah itu, "Apakah aku sedang bermimpi?"
Reandra dengan cepat mencubit pipinya kiri Mentari.
"Ahhh... sakit tau. Jahat. Katanya cinta." Mentari memanyunkan bibirnya.
"Jawabanmu?" tanya Reandra.
"Iya aku mau." Ia tersenyum lebar menghilangkan manyun di wajahnya. "Tapi kamu harus janji satu hal."
"Apa?"
"Tiap pagi kamu harus ngajak aku liat matahari terbit!" serunya.
"Iya aku janji," jawab Reandra dan mengajak Mentari menyatukan tangan kelingkingnya. Seperti anak SD yang sedang mengikrarkan janjinya.
Mentari tersenyum dan menuruti permintaan Reandra.
"Kamu tau Tar, aku hidup mempercayai Tuhan, ketika Tuhan mempertemukan kita saat itu. Aku percaya, Tuhan sedang nunjukin hal terbaik buat aku. Dan aku harus mengakuinya sekarang bahwa kamu adalah bahagiaku yang paling nyata," ucap Reandra dengan tatapan yang penuh ketulusan. Mentari pun tidak tahu lagi harus menjawab apa, bahagianya tak bisa diukur lagi. Dia merasa bahwa inilah rencana terindah Tuhan yang selama ini ia percayai.
"Thank you so much, aku gak bisa berkata apa-apa," ucap Mentari penuh bahagia.
"Will you marry me?" tanya Reandra seraya menyodorkan cincin yang sejak tadi dia simpan di sebelahnya. Reandra benar-benar melamar Mentari, tepat di sebelah sungai Spree. Pemandangan yang indah pun turut mewarnai keromantisan sore di kota Berlin.
"Yes I do," jawab Mentari dengan penuh keikhlasan, sorot matanya tenang menatap cincin yang Reandra pakaikan di jari manisnya.
*****
Gak terasa sudah sembilan bulan Reandra meninggalkan Indonesia. Hubungannya dengan Mentari kini semakin akrab bahkan sangat dekat. Hampir setiap hari ia selalu menyempatkan waktunya untuk menemani Mentari jalan-jalan. Mengunjungi setiap tempat-tempat bersejarah yang terkenal di kota Berlin. Dari menikmati pemandangan kota Berlin dari atas Gedung Reichstag, Berkunjung ke bangunan ikonik kota Berlin, Brandenburger tor. Bercerita tentang kisah kota Berlin yang terkenal saat mengambil gambar sisa Tembok Berlin maupun Holocaust Memorial, hingga menikmati malam kota Berlin di Postdamer Platz.
Mentari yang juga sangat menyukai jalan-jalan membuat mereka begitu menikmati setiap kebersamaan di kota Berlin ini. Sejauh apapun dan bagaimanapun indah negara di Eropa, tetap saja Reandra selalu merindukan Indonesia, tanah kelahiran yang memberikan rindu tiada tara. Namun waktu dan kesibukannya sebagai mahasiswa S2 tidak memungkinkan untuk dia ke Indonesia setiap bulan, sehingga ia harus bersabar untuk mengatur waktunya kembali menjenguk adik tercintanya, sahabatnya, juga makam kedua orang tuanya di Sumbawa.
Reandra yang sedang asyik bersenda gurau dengan Mentari di taman depan Gedung Reichstag tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah telepon dari Jay.
"Hallo Jay," sapa Reandra
"Hei. Bagaimana kuliahmu di Berlin. Betah?" tanya Jay Tertawa.
"Baik Jay. Cukup menyenangkan. Apalagi disini aku sama Mentari," jawab Reandra.
"Serius? Salam sama dia. Oiya tebak berita apa yang ingin aku kasih tau kamu."
"Iya serius. Apa Jay? Penasaran aku."
"Kamu dah jadi om Ndra. Kamu harus ke Indonesia. Liatin ponaanmu yang ganteng ini. Jangan lupa ajak Mentari. Ulin kangen katanya."
"Alhamdulillah Ya Allah. Okey besok aku berangkat ke Indonesia. Sampai ketemu ya. Salam sama ponaanku." Reandra terkekeh pelan dan sangat gembira dengab berita itu.
"Iya kami tunggu kedatangannya,"
"Aku juga punya berita baik, bulan depan aku menikah dengan Mentari di Indonesia," jelas Reandra seraya menatap Mentari dengan lembut.
"Kamu serius, Alhamdulillah,"
"Yaudah, sampai ketemu di Indonesia, Assalamualaikum," ucap Reandra.
"Walaikumsalam," Jay menutup teleponnya.
"Tar. Kamu ikut ke Indonesia. Ulin dah melahirkan, anaknya cowok. Dia nitip salam buat kamu. Aku pengen liat ponaanku, pasti ganteng kayak omnya."
"Idihh, Kepedeannya gak ilang-ilang ya," jawab Mentari tersenyum.
"Jadi mau ikutan gak?" tanya Reandra menampakan senyumnya.
"Ikutttttt...." ucap Mentari bahagia.
"Oke. Besok pagi kita berangkat." Ia menatap Mentari penuh ketulusan. Pipi Mentari memerah. Kini kedua mata itu saling menatap. Ia begitu malu jika tatapan itu mendarat tepat di pupilnya yang berwarna coklat. Perlahan ia tersenyum manis, kemudian memalingkan wajahnya menghindari tatapan yang membuat jantungnya berdegup begitu kencang.
"Tar, kamu itu cantik. Makasih udah jadi orang terpenting dalam hidup aku," ucap Reandra memegang dagu Mentari dan mengisyaratkan untuk melihat matanya.
"Aku juga Ndra, Aku bahagia ada di samping kamu selama ini. Buat aku, kamu adalah kejutan Tuhan yang paling indah yang selalu ku do'akan selama ini. Don't leave me again," ucap Mentari.
*****
Pagi kini tiba, mereka telah berada di dalam pesawat. Sepuluh menit lagi akan berangkat menuju Indonesia. Hati Reandra begitu tenang dan bahagia karena untuk pertama kalinya ia menikmati perjalanan udara bersama orang yang sangat ia sayangi. Di sisi lain hatinya pun tidak sabar ingin bertemu Jay, Ulin dan keponakannya yang lucu. Ia sangat merindukan mereka.
"Kita memang tidak pernah tahu, bagaimana rencana Tuhan. Tapi satu hal yang aku percaya. Rencana Tuhan jauh lebih indah dari apa yang kita impikan," ucap Reandra dalam hati saat pesawat mulai meninggalkan Berlin Tegel Airport.
The End
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritüelIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...