"Aku suka memotretmu dari belakang, karena aku masih belum sanggup menuntun hatiku kala tatapanmu menghadap"
* * *
Sebuah bulatan kuning keemasan merangkak naik dari balik pulau Lombok. Pagi ini kuning keemasan tampak mendominasi langit timur pulau eksotis ini dengan berpadu warna biru muda. Lautan yang biru juga turut memperindah pemandangan pagi yang hangat ini. Reandra dan Mentari yang dari tadi duduk di atas pasir berselimuti perasaan takjub sejak mentari itu muncul dari peraduannya. Pandangan keduanya terpaku pada matahari pagi yang perlahan muncul sedikit demi sedikit. Sesekali Mentari mengambil gambar pemandangan yang begitu menakjubkan itu.
"Tar, kamu kenapa suka sekali dengan mentari pagi?" tanya Reandra.
"Setiap orang mungkin punya alasan sendiri untuk menyukai sesuatu. Buat aku mentari pagi itu seperti simbol semangat cerah. Sehingga setiap hari, aku akan mengawali hariku dengan penuh semangat, meskipun malam sempat menghadirkan gunda yang menyiksa," jawabnya dengan jari-jarinya memainkan pasir yang ada didekatnya.
"Iya. Bener banget, mentari pagi itu seperti gambaran sosok seseorang yang karenanya, meski kita sendu. Kita akan tetap bertahan menantinya seperti menantikan mentari pagi hadir setelah gelap malam," jawab Reandra tersenyum sambil menatap Mentari yang wajahnya mulai memerah.
"Kok tadi gak ngajak Heldy sama Jay?" tanyanya dengan wajah tersipu mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Mereka jam segini mau bangun. Mungkin bakal jadi sejarah baru di Indonesia," jawabnya dan tertawa.
Mentari ikut tertawa mendengar jawabannya. "Persahabatan kalian kompak banget. Salut deh." Matanya kembali menatap laut dan membidik kapal nelayan yang berada ditengah laut.
"Mereka adalah sahabat terbaikku Tar. Mereka itu seperti keajaiban yang Tuhan berikan kepadaku secara diam-diam. Jika aku diberi kesempatan untuk bisa meminta, salah satunya adalah kebahagiaan mereka," jelas Reandra dengan tangan melipat di kedua lututnya.
Mentari menatapnya dengan tatapan berbinar-binar. Perasaan bangga bercampur kagum menghiasi sorotan itu, senyum indah turut tersembur dari bibirnya. Tidak salah jika Mentari begitu terkesimak setiap Reandra mengeluarkan kata-kata.
Ia seperti dibawa melayang hingga langit ketujuh. Angin berhembus sejuk membawa aroma laut yang khas. Ombak-ombak kecil menghempaskan diri di pantai menggulung pasir dan batuan yang terjebak di dalamnya. Mentari ikut serta bermain air laut yang sedari tadi mencoba meraih jari-jari kakinya.
"Ayo Ndra...!" Mentari bangkit dan menyodorkan tangannya mengajak Reandra.
"Kemana?" tanyanya dan bangkit setelah jarinya tertarik tangan Mentari.
"Kita jalan-jalan pinggir pantai, menikmati mentari pagi yang katanya bagus untuk kesehatan," ucapnya dan berjalan berdampingan menyusuri pinggir pantai. Sesekali air laut membasahi kaki mereka. Terasa sejuk dan menyenangkan tiap kali ombak itu mencoba meraih kaki mereka.
Mentari pun mulai meninggi. Mereka memutuskan untuk kembali ke penginapan. Mereka mengambil sepeda yang mereka pinjam dari hotel tempat mereka menginap. Pagi pun terlewati dengan penuh kegembiraan, semangat baru dan yang pasti penuh cinta. Namun rasa itu hanya tersimpan rapat dalam hati.
Sampai kapan? Apa sampai Tuhan mempertemukan mereka lagi di waktu yang lain ataukah menunggu dalam sebuah kesimpulan?
* * *
Senja kedua di Gili Trawangan. Mereka duduk manis menanti matahari terbenam di atas ayunan yang terdapat di tengah laut, tidak jauh dari bibir pantai. Tempat yang sangat romantis di bawah kelembutan senja yang anggun. Laut begitu tenang. Terlihat di pinggir pantai para wisatawan sedang sibuk dengan segala aktifitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritüelIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...