Kopi Dan Keromantisan Hujan

1.4K 80 1
                                    

"Diantara harumnya kopi dan keromantisan hujan. Di tempat yang sama ini, mengingatmu adalah kesibukan kecil yang membahagiakan"

* * *

Seminggu setelah pemakaman Heldy. Tak terasa ada sesuatu yang hilang dari hari-hari yang dilewati Reandra maupun Jay. Kebersamaan yang selalu mereka lakukan kemanapun dan dimanapun beraktifitas, piknik maupun sekedar hangout barsama. Sosok yang sangat suka membuat suasana heboh dan selalu mengingatkan dikala mereka bingung maupun galau kini tak ada lagi disisi mereka.

Reandra masih belum percaya dengan kenyataan yang terjadi pada sahabatnya itu. Begitu sepi tanpa canda tawa yang selalu ia ciptakan. Masa-masa yang telah terjadi mencoba muncul dalam lamunannya kala menatap matahari yang akan tenggelam, seakan membawa segala kenangan-kenangan bersama sahabat terbaiknya. Tiba-tiba Mentari mengagetkan lamunannya.

"Hei, kamu kepikiran Heldy ya?" tanyanya tersenyum.

"Dulu, tiap pulang kampus, kita bertiga selalu ke tempat ini Tar. Dan kami selalu duduk disana menghadap laut kemudian curhat banyak hal. Dia selalu ingin diajarin ulang setiap mata kuliah yang tadinya dipelajari," ujar Reandra dengan nada lirih dengan matanya tetap menatap matahari yang semakin tenggelam.

"Iya Ndra. Aku mengerti apa yang kamu rasakan saat ini. Kehilangan orang yang sangat berarti buat kita itu emang selalu ciptain sedih yang panjang. Percayalah, Tuhan lebih menyayanginya," ucap Mentari yang juga menatap matahari yang sama.

"Makasih Tar. Kamu selalu ada saat aku merasa sendiri, tanpa siapa-siapa," ujar Reandra.

"Semangat donk, Reandra Satria, pujangga paling romantis sejagat raya," ledek Mentari mencoba membuatnya tersenyum.

"Lebai. Oiya, tumben hari ini kamu keliatan cantik," rayunya tersenyum.

"Oh jadi selama ini aku jelek gitu maksudnya. Ihh kamu nyebelin banget tau gak." Mentari memukul-mukul lengan Reandra pelan.

"Gak kok, maksud aku kamu tuh beda aja hari ini, lebih indah dari senja yang sedang aku liat saat ini," tangkis Reandra sedikit memuji wanita berambut coklat itu.

"Udah deh Ndra, Rayuanmu uda gak mempan lagi sama aku." Mentari tersenyum sedikit memperlihatkan lidahnya dan kemudian melanjutkan perkataannya, "Nanti malam kita ke cafe favorit aku yuk. Kebetulan aku lagi pingin banget kesana. Gimana?" ajak Mentari dengan tatapan penuh harap.

"Oke. Good idea. Tapi aku punya satu syarat."

"Apaan?"

"Kamu harus jemput aku, si hijau lagi ngambek, jadi harus dirawat di bengkel Bang Midi," Reandra tertawa kecil.

"Idiiihhh, motor aja bisa ngambek toh, baru tau aku. Oke tapi harus uda siap. on time," ujarnya.

"Iya miss cerewet," Reandra mencubit pipinya Mentari.

"Ughh.... sakit tau," memasang wajah cemberut.

"Biarin," Reandra tertawa lagi tanpa rasa bersalah.

"Jahat....Nyebelin," ucapnya melirik kesel.

"Tapi ngangenin kan," ledek Reandra.

"Apaan sih, Pedee. Yauda kita balik yuk Ndra, dah mulai magrib nih," ajak Mentari dengan wajah yang masih belum tersenyum.

"Udah deh manyunnya, nanti tambah jelek tau."

"Biarin," ucap Mentari dengan sedikit menunjukan ujung lidahnya sambil masuk mobil.

Mereka pun perlahan meninggalkan pantai ampenan dan berlalu seiring matahari tenggelam dibalik garis laut yang membentang.

*****

Cinta diujung Istikharah [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang