"Hatiku tak tahu lagi cara menjelaskan rasa sedihnya, kepergian mu benar-benar membuatku kehilangan"
* * *
Keesokan harinya. Langit tampak seperti biasanya. Cerah dan begitu menyemangati Reandra untuk melakukan joging di Udayana Park. Tempat biasa ia menghabiskan waktu olahraga, meskipun hanya sekedar berkeliling taman dan menikmati kuliner yang ada di sana.
Suasana begitu ramai, dari siswa hingga mahasiswa memang sering berkumpul di sana untuk sekedar jalan-jalan, kadang ada juga yang mengadakan acara pameran hingga pemeriksaan kesehatan secara gratis yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran. Serta ada banyak lagi kegiatan yang bisa dilakukan di sana bersama sahabat juga keluarga.
Berbeda dengan Reandra. Ia lebih suka jalan-jalan sendiri. Sesekali ia mengambil handphone di sakunya dan ia tidak mendapati pesan apapun dari HP-nya. Setelah berkeliling memutari warung-warung yang menghidangkan berbagai jenis kue maupun makanan ringan hingga berbagai jenis minuman yang menggugah selera. Pilihannya tetap saja jatuh di roti bakar dan Ice vanila latte.
"Tumben anak itu gak SMS ataupun telpon aku pagi ini, biasanya uda bawel banget subuh-subuh gangguin tidurku. Apa dia kesiangan atau mungkin dia belum bangun-bangun, parah tuh anak," ucap Reandra berbicara sendiri.
Kemudian ia mencoba menghubungi nomor telponnya. Namun tetap saja nomornya tidak bisa dihubungi.
"Kayaknya nih anak belum bangun deh. Padahal nanti malam aku mau ngajak dia makan malam bareng Aulia. Mentari, Mentari. Tapi masa iya sih jam segini belum bangun. Apa dia marah sama aku, gara-gara ucapan aku semalam. Tapi dia gak gitu kok orangnya."
Reandra terus saja bertanya-tanya pada dirinya sendiri, berbicara seperti orang gila dengan earphone menempel di kepalanya seraya mendengar lagu kesukaannya.
Hingga sore pun Mentari belum saja mengabarinya, nomornya juga belum bisa dihubungi. Reandra begitu mengkhawatirkan keadaannya. Ia masih merasa bersalah dengan perkataannya tadi malam. Ia begitu takut Mentari benar-benar membenci atau marah kepadanya.
Reandra pun tidak bisa menahan dirinya terus dihantui rasa bersalah, ia pun memutuskan untuk menghampirinya untuk minta maaf sekaligus memastikan bahwa keadaannya memang baik-baik saja. Karena tidak biasanya seharian Mentari tidak menghubungi Reandra walaupun hanya sekedar mengingatkan makan ataupun sholat.
Sesampainya di rumah Mentari. Ia bertemu dengan Ibu Rose yang menyambut kedatangannya, biasanya Mentari yang selalu menunggunya di depan teras. Perasaannya menjadi tidak enak, pikirannya mulai tidak karuan, pikirannya diselubungi oleh pikiran-pikiran yang negatif. Ia takut Mentari benar-benar sakit atau memang benar-benar marah kepadanya.
"Bu. Mentarinya ada?" sapa Reandra saat Bu Rose membuka pintu.
"Reandra.... Ibu pikir kamu udah tau Mentari kemana," jawab Bu Rose terlihat heran.
"Emangnya Mentari kemana Bu? Dia gak cerita apa-apa sama saya. Semalam kami berdua hanya makan malam bersama di rumah," ucap Reandra penuh keheranan dengan semakin tidak karuan.
"Mentari udah kembali ke Berlin. Karena papinya memintanya kembali sejak dua bulan yang lalu. Keadaan papinya sedang sakit," ujar Bu Rose.
Reandra memegang keningnya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Serasa seperti mimpi di siang bolong, hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
"Kenapa dia gak pernah cerita ini sebelumnya Bu sama saya. Setidaknya saya bisa ngucapin salam perpisahan," ucap Reandra setelah keduanya duduk di teras.
"Ibu sih memang gak mengerti dengan apa yang dia pikirkan, tapi yang ibu tau, apapun yang dia lakukan pasti ada alasannya. Dan hanya dia yang tau alasannya. Oiya Ndra, tunggu sebentar ya, ibu mau ambil sesuatu," ucap Bu Rose kemudian bangkit dari kursi dan meninggalkan Reandra sendiri dengan rasa kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritualIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...