"Hanya saja aku masih belum bisa memaknai rasa yang hadir. Tiap kali dia ada dihadapanku. Aku merasa bahagia"
* * *
Pagi datang dengan kedamaian, langit Lombok cukup cerah. Warna kekuningan matahari pagi ikut serta mengindahkan langit seakan memberi semangat baru bagi seluruh penghuni alam semesta. Seperti biasanya wanita penyukai matahari pagi itu selalu membuka jendela kamarnya tiap kali ia bangun dari tidurnya, ia masih sangat menyukai sinar matahari pagi yang selalu membawa kehangatan dan kedamaian hati tiap kali menikmatinya.
Pikirannya tidak lagi kosong dan tak berarah seperti pagi-pagi yang telah lalu. Kini ada sosok istimewa yang telah menempatkan diri khusus dipikirannya setiap pagi menyapa. Sosok yang memberinya arti tentang kuasa Tuhan yang paling agung, sebuah ketenangan saat mampu menikmatinya penuh rasa syukur kepada Tuhan pemilik alam semesta. Ia mencoba memejamkan matanya menghadap matahari pagi, sosok itu semakin nyata, Sesekali ia tersenyum bahagia saat sosok itu muncul menghiasi pikirannya.
"Kamu tahu, pagi adalah saat terbaik menceritakan rinduku kepadamu. Karena aku akan temukan jawabannya lewat kehangatan mentari dan pejaman mataku saat ini," bisiknya pelan dalam senyuman.
Setelah beberapa menit menikmati pagi yang begitu tenang. Tiba-tiba pikirannya yang sedang bercumbuh dengan alam harus terganggu sejenak oleh suara handphonenya yang terus berbunyi. Panggilan masuk dari Ulin. Ia merasa terkejut kenapa Ulin menghubunginya pagi-pagi. Dengan sigap, ia menerima panggilan itu.
"Hallo, Lin. Ada apa nih pagi-pagi telpon kakak, kangen ya?" Mentari tertawa.
Ulin pun ikut tertawa, "Iya kak, kangen sama kak Tari yang bawel. Nanti sore kak Reandra ngajak ke pantai. Ikut gak?" tanya Ulin penuh harap.
"Ikuuuutttt...." jawabnya penuh semangat.
"Okey deh, cieeee yang lagi seneng," ledek Ulin.
"Apaan sih Lin." Mentari tertawa dan melanjutkan ucapannya. "Nanti kakak jemput...!"
"Oke kakak cantik." Ulin menutup teleponnya.
Mentari pun tersenyum sendiri sambil menggenggam ponsel dengan kedua tangan dan menempelkan di dagunya. Perasaan bahagia semakin menyelimutinya, ingin rasanya ia melompat-lompat mengekspresikan perasaan bahagianya pagi ini.
Reandra yang dari tadi duduk didepan kontrakannya telah selesai menikmati matahari pagi. Katanya matahari pagi sumber vitamin D, hampir setiap pagi ia selalu menyempatkan waktunya untuk duduk dan menikmati pagi sembari menunggu matahari beranjak naik. Secangkir vanilla latte tidak lupa menemaninya. Ulin menghampirinya dengan secangkir coklat hangat di tangannya dan duduk di kursi sebelahnya.
"Kak, boleh nanya sesuatu?"
"Iya Lin, nanya apa adikku yang cantik."
"Kak Mentari tuh baik ya, humoris terus gitu orangnya cantik lagi. Kok belum punya pacar ya?"
"Mungkin terlalu sempurna kali Lin, jadi cowok minder mau deketin dia." Reandra tersenyum setelah menyeruput lattenya.
"Ulin seneng banget kalau ketemu kak Tari. Gak ngebosenin. Coba dia bisa jadi kakak iparku." Tari tersenyum melirik Reandra yang tiba-tiba salah tingkah.
"Huss...! Apaan sih Lin. Jadi kamu mau kakak nikah sama dia gitu? Mana mungkin dia mau sama cowok kayak kakak." Reandra menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ulin pun tertawa melihat tingkah kakaknya, "Idiih, sejak kapan kakakku yang super optimis tiba-tiba jadi pesimis gitu. Suka gak sama kak Tari? Gak boleh boong loh," ledeknya seraya memperlihatkan rataan giginya yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritualitéIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...