Back to Indonesia

1.1K 57 0
                                    

Sejauh apapun seseorang pergi mencari kebahagiaan, ia tetap akan rindu dengan tanah kelahirannya

* * *

Reandra sudah tiba di Indonesia. Ia langsung disambut sahabatnya Jay di Bandara International Lombok. Ulin memang sengaja tidak ikut menjemput kakaknya, kondisinya belum memungkinkan untuk keluar jauh. Reandra bersama Mentari pun langsung mengikuti Jay menuju mobil yang sudah terparkir di depan lobi.

Rindu dua sahabat pun terpenuhi, sudah cukup lama tidak bertemu. Hanya saja ada kerinduan mendalam kepada sahabatnya, Heldy yang sudah lebih dulu menghadap Tuhan. Mereka pun masuk mobil, Reandra membukakan pintu untuk Mentari, lalu ia duduk di depan bersama Jay.

Mentari memang terlihat sangat lelah, karena itu Reandra tidak mengganggunya sementara. Ia menoleh ke belakang, melihat Mentari memejamkan mata sejenak untuk beristirahat. Perjalanan Berlin-Jakarta cukup melelahkan untuk Mentari.

"Harus aku akui, kamu memang karya Tuhan paling indah, itu salah satu alasan aku menyukaimu, Tar." Ucap Reandra dalam hatinya. Sementara Jay memperhatikan senyum yang melengkung di bibir sahabatnya itu kala menatap Mentari. Ia tahu jika Reandra sangat bahagia bersama Mentari.

"Udah, Udah, diliatin mulu, kapan dinikahin?" ejek Jay.

"Emm, segera! Lagi pula aku udah gak bisa membiarkan diriku terus berdosa karena memandangnya, doaen aku ya," ujar Reandra. Ia tersenyum.

"Iya, memang harusnya begitu, gak usah takut masalah rezeki, pernikahan itu membuka lebih luas pintu rezekimu, contohnya aku gak pernah nyangka bisa memperistrikan adikmu, aku cuma yakin bahwa aku bisa membahagiakan Ulin, sekalipun aku baru merintis karirku, akhirnya Tuhan mengabulkan doa-doa kami," jelas Jay. Ia selalu berprinsip jika jodoh, rezeki dan kematian sudah digaris takdirkan sebelum lahir, jadi ia selalu percaya bahwa ketika menikah hidup seseorang akan jauh lebih baik.

"Aku setuju sama kamu Jay, andai saja Heldy masih ada, dia pasti seneng banget lihat kita bisa ngumpul lagi kayak gini," ujar Reandra sendu. Ia memang sedih, bagaimanapun Heldy adalah sahabat yang paling baik yang pernah dia temui.

"Aku rindu sama dia, Ndra. Gimana kalo kita mampir dulu di makamnya?"

"Iya, ide bagus. Aku juga udah lama sekali tidak mengunjungi makamnya."

"Terus Mentari? Apa gak apa-apa?"

"Gak apa-apa Jay, nanti aku bangunin dia, dia juga pasti rindu sama Heldy," jawab Reandra.

"Oke, kita kesana sekarang."

Tidak lama menyusuri kota Mataram, tidak terlalu ramai sama seperti masa kuliah dulu. Hanya saja sekarang ada banyak kampus yang baru di bangun. Juga banyak warung-warung khas lombok yang menyajikan masakan nusantara. Mereka pun sampai di sebuah tempat pemakaman, Jay memarkirkan mobilnya, lalu Reandra membangunkan Mentari yang sempat terlelap.

"Tar! Bangun! Tar!" panggil Reandra membangunkan Mentari.

"Kita udah sampai?" ucap Mentari yang tiba-tiba terbangun.

"Belum, kita ke makam Heldy dulu ya, aku rindu sama dia, Yuk!" ajak Reandra. Mereka pun turun dari mobilnya dan berjalan menuju makam Heldy yang berada di tengah.

Sesampainya di makam itu, suasana haru dan sedih menggeluti hati keduanya. Terutama Reandra yang paling merasakan kehilangan sosok sahabat seperti Heldy. Ia tidak mampu lagi menahan sedihnya, air matanya pun mengalir di pipinya, lalu Reandra langsung menyekanya supaya tidak terlihat oleh Mentari dan juga Jay.

Mereka kemudian berdoa dan melafalkan alfatihah untuk sahabatnya itu. Kemudian menyirami air yang sudah ia bawa dengan botol. Tidak lupa menaruh bunga jepun yang ada di sekitaran makam.

"Hel, maaf ya baru sekarang aku datang mengunjungi makammu, sekarang aku sama Mentari, seperti permintaanmu, aku udah menyatakan perasaanku kepadanya. Semoga kamu berada di tempat terbaik di sisi-Nya, amin!" ujar Reandra seraya memegang batu nisan itu.

"Kami semua rindu, Hel. Rindu candaan kamu dan semua kehebohanmu, tenanglah disana, kami selalu menyayangimu," ucap Jay kemudian. Mentari terharu melihat dua sahabat itu. Ia adalah saksi persahabatan yang tulus ketiganya. Ia juga tidak menyangka jalan takdir akan mempertemukannya dengan sosok Reandra dan sahabatnya, ia bersyukur karena banyak pelajaran yang dia dapatkan dari mereka.

Setelah itu, ketiganya kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju rumah Jay. Ulin sudah tidak sabar ingin bertemu kakaknya. Ada rindu yang terselip dari hati seorang adik. Ia rindu sosok paling penting dalam hidupnya sebelum adanya Jay. Sekarang Jay bisa menggantikan posisi Reandra sebagai kakak, sebagai ayah dan sebagai suami bagi Ulin. Jay juga sangat menyayangi istrinya seperti saudara sendiri. Terlebih, ia sudah janji dengan Reandra akan membahagiakan adiknya lahir dan batin.

* * *

Mereka telah sampai di rumah Jay. Ulin yang sudah menunggu sejak tadi langsung menyambutnya dengan pelukan. Reandra juga sangat merindukan adiknya, ia bersyukur Ulin memiliki suami seperti Jay, sosok laki-laki yang bertanggung jawab seperti ayahnya.

"Kak, Ulin kangen," ucap Ulin.

"Iya, kakak juga, udah gak usah cengeng, udah gede juga," ejek Reandra.

"Biarin, namanya juga kangen," jawab Ulin.

"Ponaan ganteng kakak mana? Penasaran!" ucap Reandra seraya melepas pelukannya.

"Tuh lagi sama bibi, ayok tebak namanya siapa?"

"Jay, anakmu namanya siapa?"

"Tanyain sendiri Ndra," ucap Jay lalu tertawa. Mentaripun ikut tertawa.

Reandra menghampiri putranya Jay. Sementara Mentari masih bersama Ulin, ia juga sangat rindu dengan adiknya yang bawel itu.

"Kapan Kak Tari menikah sama kak Andra?" tanya Ulin setelah melepas pelukan Mentari itu.

"Emm, segera! Doakan saja kami bisa segera menikah," jawab Mentarai. Ia pun masih menunggu Reandra soal pernikahan, dia yang menentukan kapan waktunya. Sementara Mentari hanya menunggu saja.

"Jangan lama-lama ya kak, bilang sama kak Andra, suruh cepet," pinta Ulin.

"Iya Lin, semua tergantung takdir Tuhan aja, kita juga gak pernah tahu yang datang duluan, jodoh atau maut, semoga saja Allah memberikan jalan yang terbaik, Lin," ujar Mentari sedikit bijak. Ia juga ingin segera menikah dengan Reandra, tapi Reandra masih menyelesaikan masternya setahun lagi. Dia tidak ingin menggangu pikiran Reandra dengan urusan pernikahan.

"Iya kak, Ulin doain segera menikah ya, amin,"

"Terima kasih Lin, aku pengen liat anakmu,"

"Yuk!" ajak Ulin. Sementara Reandra dan Jay masih main tebak-tebakkan dengan nama anaknya itu. Keduanya pun menghampiri Reandra dan Jay yang ada bersama putranya itu.

"Ayo dong Lin, ponaanku namanya siapa?"

"Nyerah ya?"

"Iya kakak nyerah,"

"Om, tante, kenalin nama aku Aulian Basira Abimanyu," jawab Jay.

"Abimanyu? Why?" tanya Reandra.

"Itulah caranya untuk tetap melihat sahabat kita ada, mungkin hanya namanya, mungkin juga karakternya nanti persis seperti Heldy," jawab Jay.

"Thanks Jay, aku suka nama itu,"

"Iya Ndra, semoga kelak dia menjadi pemimpin yang bijaksana, juga penyejuk bagi siapapun," jelas Jay.

"Amin," ucap Reandra.

Kehadiran Aulian cukup memberi kebahagiaan bagi Jay, Reandra dan semuanya. Reandra pun berharap segera menyelesaikan masternya dan melamar Mentari. Ia tidak ingin menunggu terlalu lama dan membuang waktu lagi dengan kisah percintaan yang tidak jelas.

* * *

TBC...


Akhirnya setelah sekian purnama, bisa melanjutkan kembali cerita ini. Selamat menikmati perjalanan baru dari kisah Reandra dan Mentari, apa yang terjadi dengan kisah mereka di depan? Jangan lupa kasih vote dan share ceritanya ya. Thanks Reader, see you.


Cinta diujung Istikharah [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang