"Aku percaya. Ketika Tuhan ngasih kita kegagalan maupun kehilangan. Bukan berarti Tuhan tidak sayang sama kita. Tapi Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita"
* * *
Beberapa hari telah terlewati. Mentari masih ingin menikmati liburannya di kota ini. Rasanya seperti terhipnotis oleh keramahan kota yang dijuluki kota seribu masjid ini. Kecintaannya terhadap seni membuatnya begitu menyukai budaya-budaya yang ada disini. Masih banyak hal yang ia ingin tahu dari kota tempat tinggal maminya ini.
Terbesit dalam benaknya untuk tinggal di kota damai ini. Kota yang telah mempertemukannya dengan sahabat-sahabat yang baik, keseruan yang belum pernah ia dapat di Berlin maupun Bandung. Entah kenapa cuaca kota Mataram hari ini tidak seperti biasanya, sedikit mendung namun hujan pun belum menampakan diri sejak tadi.
Mentari memutuskan untuk pergi ke museum, tidak terlalu jauh dari rumahnya. Sekedar berkeliling, memotret juga mempelajari lebih banyak lagi tentang budaya kota ini. Belasan menit ia telah sampai, setelah memarkir mobilnya iya segera menuju pintu utama museum dan mengisi daftar pengunjung.
Di dalam museum ia mulai memotret setiap benda peninggalan sejarah yang menurutnya unik dan pantas untuk diabadikan. Tidak lama, bidikannya mengarah pada sosok yang sangat ia kenal sedang berdiri di pojok kiri ruangan memperhatikan jenis kupu-kupu khas yang ada di pulau Lombok yang telah diformalin. Perlahan ia mendekati sosok itu yang sebelumnya telah memotretnya dari jauh.
"Hewan paling cantik saat musim semi? itu favorit aku," ucap mentari mengagetkan Reandra yang sedang serius memperhatian kupu-kupu cantik yang ada dalam kaca dengan berbagai warna.
"Mentari..... Sejak kapan disini. Ngikutin aku ya?" ucap Reandra tersenyum merayu Mentari.
"Pede... Siapa juga yang ngikutin kamu Ndra. Kebetulan aja aku pingin kesini. Boring di rumah." Tangkisnya dengan wajah memerah menghiasi senyum indahnya.
Reandra pun ikut tersenyum. Matanya tepat menatap senyum itu, "Gak ada yang kebetulan kali, udah takdir kita ketemu lagi disini. Kenapa suka kupu-kupu?"
"Emmm... Karena punya banyak warna. Sama kayak kita hidup, bakal indah kalau punya banyak warna. Lagi pula kita gak pernah tahu kan, sampai kapan kita hidup. Jadi gak salah dong kalau kita bisa nikmati hidup kita dengan hal-hal yang bermanfaat," jelasnya dengan tatapan hangat.
"Tumben omongan kamu dewasa banget Tar. Ngutip dimana kata-katanya?" ledek Reandra terkekeh.
"Enak aja, emang aku masih anak kecil? Itu kata-kata dari hati aku tau. uhhh!" ucapnya sebel.
"Baru aja dipuji jadi dewasa. Udah ngambekan lagi. Jelek tau." Reandra mencubit kedua pipinya Mentari.
"Reandraaaaa...!!! Sakit....!!! Biarin jelek, awas aja kangen nanti kalau gak ketemu aku."
Reandra tertawa. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Panggilan masuk dari Bu Heni. Bundanya Heldy.
"Tumben bunda telpon aku," ucapnya sambil menekan tombol hijau di handphonenya.
"Iya bun," ucapnya.
"Kamu bisa ke rumah sakit, Heldy masuk IGD," ucap Bu Heni terseduh-seduh karena menangis.
"Iya bun, saya kesana sekarang. Rumah sakit mana?"
"Rumah sakit kota Ndra."
Reandra bergegas mematikan teleponnya. Kemudian menarik tangan Mentari mengajaknya ke rumah sakit. Hatinya begitu terkejut mendengar kabar itu. Pikirannya sedikit bingung dan bertanya-tanya. Sesampai parkiran, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritualIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...