"Ya Tuhanku, hingga detik ini aku masih menjaga hati ini untuk dia yang Kau takdirkan untukku kelak. Maka jangan biarkan aku takut dan terluka oleh cinta yang seharusnya tidak menyakiti"
* * *
Hujan sejak magrib tadi telah membasahi bumi, rintikannya seolah bergembira bermain di bumi ini. Ia enggan untuk berhenti bahkan mempermainkan waktu dan keadaan, sesekali ia berhenti sejenak, kemudian tiba-tiba menderas. Reandra masih menikmati bunyi rintikannya yang menerpa genteng kontrakannya, iramanya seolah mengalunkan melodi sendu yang membawa pikiran Reandra ke masa-masa bersama Aulia kala itu.
Tidak bisa dipungkiri, kehadiran hujan tiap kali bertemu Aulia telah menyimpan kenangan yang indah di hati dan pikiran Reandra. Hujan seolah membisiknya rindu tentang seorang wanita yang telah membuat tersiksa dalam penantian panjang, tentang ketidakpastian dari rasa yang belum menyimpulkan rasa.
Reandra hanya bisa menikmati rindu yang terus menikamnya secara perlahan, rindu yang seolah membuatnya bimbang antara bertahan atau mundur. Ia masih belum bisa menyimpulkan apa yang harus dia lakukan dengan rindu-rindu kecil yang hadir tiap kali hujan itu datang dan meninggalkan sebercik kenangan bersama Aulia.
Dia berdiri dan berjalan menuju jendela kamarnya, dengan segelas kopi kesukaannya masih dalam genggamannya. Sesekali ia menyeruputnya, seraya pandangannya masih menikmati rintikan hujan yang berjatuhan terbias oleh cahaya lampu jalan yang membuat suasana menjadi sunyi. Sudah pasti hati Reandra begitu merindukan sosok Aulia yang selama ini menghiasi pikirannya.
"Kamu ingat tentang hujan yang selalu hadir tiap kali kita bersama, diam-diam hujan itu membisik rindu untukku, seperti saat ini saat kamu tak ada bersamaku," bisik Reandra di selah rintik hujan.
Lagi-lagi Reandra harus mengumpulkan kenangan-kenangannya saat bersama Aulia, senyum yang masih saja menjadi hal rutin yang tak terlewatkan di hari-harinya. Senyum itu semakin jelas terlihat ketika ia perlahan mulai memejamkan matanya, menikmati senyum indah itu dalam lamunan dan irama hujan yang mengiringi. Tiba-tiba sebuah bunyi nada dering terdengar dari ponselnya. Itu sebuah tanda bahwa ada sebuah panggilan masuk, dia menghampiri bunyi itu kemudian menekan tombol hijau di ponsel itu.
Hallo, assalamualaikum
Walaikumsalam. Kamu lagi apa Ndra?
Lagi nikmati irama hujan yang romantis di luar sana
Oh disana hujan ya
Iya Tar, hujannya awet
Aku paling suka main hujan, entah kenapa hujan seolah membawa banyak cerita dalam hidupku. Kamu sendiri gimana?
Aku juga suka, dari hujan aku belajar untuk kuat, belajar untuk tegar sekalipun terjatuh dan gagal berkali-lagi. Dan dari hujan juga aku belajar untuk tabah menahan rindu yang membuncah
Keren banget Ndra, aku baper loh sama kata-katamu, sumpah
Kamu bisa aja, aku hanya lagi baper juga kok sama hujan, makanya aku bisa berpuitis gak jelas kayak gitu
Reandra terkekeh, sementara hujan pun mulai meredah seperti hujan dihatinya. Setelah lama berbicara dengan Mentari, ia pun mengakhir percakapan itu dengan ucapan selamat malam.
Entah kenapa kehadiran Mentari mampu membuat hatinya tenang, bahkan tanpa ia sadari bibirnya tersenyum tiap kali mendengar candaan dari Mentari. Canda tawa yang tercipta dari percakapannya dengan Mentari mampu membuatnya sejenak melupakan kerinduannya kepada Aulia.
Disisi lain, ia belum mampu menyimpulkan perasaannya kepada Mentari. Ia masih bimbang apakah yang dia rasakan adalah sebuah rasa cinta atau hanya sekedar rasa yang muncul untuk sementara saja.
Bagi dia, Mentari adalah sosok yang menyenangkan juga penuh semangat. Tiap kali ia bersama Mentari ada sebuah kenyamanan yang pernah dia rasakan saat bersama Aulia dulu, tapi bukan berarti rasa nyaman itu dia simpulkan sebagai cinta.
Ia hanya tahu, bahwa kehadiran Mentari dalam hidupnya adalah sebuah rencana Tuhan, entah untuk bersama atau hanya sekedar memberi cerita indah yang harus terkenang pada suatu saat nanti.
* * *
Aulia masih berkutat dengan laptopnya sejak beberapa jam yang lalu hingga sekarang, pikirannya memang sedang tidak fokus dengan tugas kuliahnya. Ia masih saja merindukan seseorang yang berada jauh dari keberadaannya saat ini, ia masih merasa tidak pantas untuk menghubungi Reandra saat ini.
Sudah cukup lama ia tidak memberi kabar ke Reandra, ia pun selalu bertanya pada hatinya, apakah Reandra masih mengharapkannya? Apakah puisi-puisi terindah masih untuknya? banyak sekali yang ia pikirkan.
Sebagai perempuan ia pun mencoba menjaga dirinya untuk selalu bersikap biasa saja, ia tidak ingin menunjukan betapa rindunya kepada sosok itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa Reandra memang satu-satunya laki-laki yang telah membuatnya jatuh cinta, hanya saja ia tidak ingin mengungkapkan bahwa dia juga menyukai laki-laki itu. Ia hanya tidak ingin memberikan harapan yang nantinya akan menyakiti orang lain, dia hanya berharap semoga Reandra adalah jodoh terbaik yang Tuhan siapkan untuknya.
Sekalipun nanti Tuhan memberikan yang lain, dia telah pasrah dan meyakini bahwa apapun yang Tuhan berikan untuknya adalah jodoh terbaik yang Tuhan berikan. Ia tidak memiliki kuasa untuk menolak ketentuan yang Tuhan tetapkan baginya. Itulah alasan kenapa hingga saat ini ia masih menyimpan perasaannya kepada Reandra, meskipun sisi lain ia takut akan kehilangan orang yang dia sukai.
"Ya Tuhanku, hingga detik ini aku masih menjaga hati ini untuk dia yang Kau takdirkan untukku kelak. Maka jangan biarkan aku takut dan terluka oleh cinta yang seharusnya tidak menyakiti," ucapnya seraya memandang kota Berlin dari balik jendela kamarnya.
Setelah itu, ia mengambil sebuah amplop yang pernah Reandra berikan di Indonesia saat itu, tepat disaat Reandra meyatakan perasaannya. Bibirnya tersenyum membaca puisi itu untuk kesekian kalinya selama ia di Berlin. Hanya puisi itu yang menjaga kerinduannya kepada Reandra, sekalipun ia tidak pernah memberi jawaban. Bagaiamana pun perjalanan kisahnya, ia telah pasrah akan takdir yang telah Tuhan berikan.
* * *
TBC...
Reandra masih bimbang, benarkah ia masih mengharapkan Aulia?
Bagaimana dengan Mentari yang telah menaruh hati kepadanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta diujung Istikharah [END]✓
SpiritualIstikharah Series #2 ~ ~ ~ ~ "Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah dari impianmu" adalah sebuah kalimat yang selalu memotivasi laki-laki bernama Reandra, ia tidak pernah menyerah meraih segala impiannya. Tidak mudah baginya meraih semua yang...